Hari berlalu begitu cepat, kejadian minggu lalu tentu masih membekas di memori jasmine. Gadis cantik itu, selalu merasa beruntung memiliki sosok lelaki seperti, el. Tapi, pasti ada minusnya juga. Komunikasi mereka mulai renggang, jarang ketemuan, apalagi sekedar nyampah basa-basi di room chat.
Handpone nya bergetar, menandakan notifikasi yang masuk.
Ting!
Jasmine buru-buru membuka room chat dengan nomor tersebut.
Jasmine langsung berlari menuju parkiran. Masa bodo dengan izin, itu urusan nanti. Ia bisa mengabari sahabatnya, bahwa ada urusan mendadak.
Hari ini, ia berinisiatif membawa motor. Sudah cukup lama, ia tidak membawa kendaraan sendiri ke sekolah. Biasanya, diantar jemput oleh supir pribadinya.
Motor Matic Yamaha FreeGo 125 Standard, itu melaju dengan cepat. Membelah jalanan ibu kota menuju gedung apartamen di lantai 16.
"El, please jangan buat gue tambah khwatir dan kecewa sama lo." Jasmine terus merenggut dalam batinnya. Tak kuasa atas hubungannya yang terus mengalami jungkir balik dan kebohongan yang terus berlanjut.
Jasmine memarkirkan motor dengan tergesa-gesa. Ia segera berlari menuju lantai 16. Satu persatu, angka mulai ia masukkan untuk membuka pintu apartemen tersebut. Pintu itu tetap tidak mau dibuka, jasmine merasa ganjil. Belum pernah ia merasa kesulitan seperti ini, sedari dulu pin nya adalah tanggal jadian mereka.
Apakah el mengubahnya? Jasmine menggeleng, tidak mungkin. Ia mencoba berpikir positif, namun tetap saja. Pintu itu tetap tidak mau dibuka. Karena merasa jengkel, ia mencoba menghubungi el.
Melakukan panggilan singkat, beberapa kali jasmine mengendalikan emosinya. Mencoba untuk tidak meninggikan nadanya saat panggilan itu terhubung.
Sang pemilik tidak ada disana, jasmine kembali bertanya untuk menanyakan lokasi sang kekasih.
Desahan kecewa terdengar, el tidak ingin memberitahukan dimana keberadaannya. Walaupun jasmine tahu, lelaki itu mencari alasan untuk tidak ingin bertemu langsung dengan kondisi wajah yang mengenaskan.
"Mungkin el lagi di tempat lain." pikirnya
Di pertengahan jalan, jasmine tidak sengaja menatap sosok Malvin dan Reksa yang tengah berjalan bersama. Dari gesture tubuh mereka terlihat sangat panik dan marah. Ia bersembunyi, ketika dua lelaki itu akan mendekatinya.
Telinganya menangkap dengan jelas percakapan malvib dengan lawan bicara yang tengah di telponnya itu.
"Lo kenapa gegabah banget sih,rav. Jaegar gak akan tunduk gitu aja, udah cukup ashilla jadi korban."
"Gak gitu juga, rav. Lo harus inget, ashilla gaboleh stress!"
"Sabar anjing, gue lagi jalan ke apart."
"Alah taik, ngapain ganti pin segala sih. Bikin repot aja lu."
Napas jasmine tercekat, el lagi-lagi berbohong. Kenapa hal ini semakin menyakitkan. Terlebih nama ashilla yang berulang kali terucap dan begitu diutamakan.
Dengan kaki bergetar, jasmine berjalan menuju parkiran. Usahanya berujung sia-sia.
Jalanan ibu kota sangat ramai, berulang kali jasmine menatap sekitar. Orang-orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Jalanan macet, motornya sedikit kesulitan untuk bergerak.
Satu pesan terkirim di grup 'mending turu' membuat heboh para sahabatnya.
Sudut bibir jasmine terangkat, hatinya sedikit terhibur oleh mereka. Melupakan sejenak, hatinya yang sedang dilanda kepedihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine
Fanfiction"Lo setiap ketemu gue, tuh muka pasti bonyok." "Obatin." "Dih, obatin sana sendiri. Emang lo pikir gue dokter pribadi lo?" "Iya"