Renjun berusaha melepaskan pelukan Jeno, ingin mengejar Jaemin yang sudah membawa kabur adiknya itu. la sangat takut kalau Jaemin akan melakukan hal yang tidak-tidak pada adiknya, karena itu sama artinya dengan gagalnya dia menjadi seorang kakak yang baik dalam menjaga adik satu-satunya itu.
"Lepasin!"
"Tidak akan, sayang. Kamu harus bersama dengan ku disini." Jeno semakin memeluk Renjun erat, tak menghiraukan rontaan yang dilakukan oleh pemuda manis itu.
"Lo gila! Gimana kalau adek gue di apa-apain sama kembaran buaya lo itu." Suara Renjun meninggi, ia tak sanggup membayangkan nasib adiknya ditangan buaya kelas kakap yang butuh belaian seperti Jaemin.
"Kalau terjadi apa-apa pun, kembaran aku itu akan tanggung jawab. Jadi ada baiknya kalau kamu ikut aku juga, kita habiskan waktu berdua hari ini." Jeno melepaskan pelukannya, tapi menggenggam semakin kuat pergelangan tangan Renjun. Tidak membiarkan pemuda manis itu berlari mengikuti adiknya dan Jaemin.
"Lo mau bawa gue kemana?" Renjun menatap ke lorong kampus lantai 1 yang tampak sunyi. Tak ada aktivitas sama sekali disana.
"Jangan bertanya terus sayang. Lebih baik simpan suaramu itu untuk kegiatan kita nanti."
Mendengar ucapan Jeno membuat Renjun semakin meronta ingin lepas dari genggaman lelaki dengan eyesmile-nya yang menawan itu. "Gila lo ! Lo kira gue jalang yang biasanya lo pake. Gue beda, gue bukan mereka yang rela kasih hal yang berharga dalam hidup gue secara cuma-cuma ke lelaki brengsek kayak lo." Renjun berhasil melepaskan genggaman tangan Jeno.
Jeno menatap Renjun tajam, lelaki tampan itu kembali menarik tangan Renjun untuk masuk pada ruangan lab yang terlihat sepi itu lalu menguncinya dari dalam.
"Gue memang brengsek. Buaya seperti yang lo bilang, suka mainin Cewek atau pun Uke manapun. Tapi satu yang harus lo tahu, gue gak pernah nidurin mereka dan ngambil sesuatu yang berharga dalam hidup mereka seperti yang lo bilang." Jeno berucap sambil menatap mata Renjun, lelaki tampan itu semakin berjalan mendekat.
"Gue sama saudara kembar gue masih tahu batasan. Kita memang nakal, tapi gak seperti yang lo pikirin."
"Te-terus kenapa lo sama kembaran lo itu ngedeketin gue sama adik gue? Kalian mau mainin kita berdua, kalau iya ? Gak lucu." Renjun berusaha membalas ucapan Jeno, sebenarnya ia sedikit kaget saat lelaki tampan itu merubah cara bicaranya menjadi lo-gue.
"Lo pasti gak bakalan percaya, kalau gue sama saudara kembar gue jatuh cinta pada pandangan pertama sama lo dan Jisung. Kita sendiri heran, dari sekian banyak yang mau bertekuk lutut sama gue dan adik gue, kenapa kita malah ngejar-ngejar kalian yang jelas-jelas nolak keberadaan kita." Jeno terkekeh, lelaki tampan itu menyudutkan Renjun pada dinding lab yang terasa dingin. "Lo bisa jelasin gak, kenapa gue sama adik gue begitu mati-matian maunya sama kalian berdua?" Jeno mendekatkan wajahnya pada Renjun.
"G-gue gak tahu." Renjun menundukkan wajahnya. Entah kenapa wajah serius Jeno membuat nyalinya ciut begitu saja.
"Well. Kalau begitu bakalan gue kasih tahu."
"Ap-"
Mata Renjun membulat sempurna saat ia merasakan bibirnya dicium oleh Jeno. Hanya ciuman lembut, saling menempelkan bibir satu sama lain. Setelahnya bibir Jeno bergerak meraup bibir bawah Renjun kemudian menghisapnya. Jeno menggerakkan kedua belah bibirya, melumat bibir Renjun. Membuat Renjun sedikit mengerang karena sensasi yang ditimbulkan oleh ciuman Jeno.
Mereka tidak menutup mata. Justru mereka saling memandang satu sama lain disela ciuman yang dimulai oleh Jeno.
Jeno takjub, bagaimana mata Renjun menatapnya dengan sayu. Renjun sendiri ingin sekali mendorong tubuh Jeno sekuat tenaga. Tapi, entah kenapa tubuhnya melemas, seperti tak bertulang. Lengan kiri Jeno merengkuh pinggang ramping Renjun, sedangkan tangan kanannya merengkuh pipi Renjun, semakin memperdalam ciuman pada bibir yang sudah menjadi candunya saat ini.