"ya terserah ayah, ayah yang mau nikah bukan aku" ucap acel agak ketus.
"lusa ayah menikah" ucap ayah.
sontak acel kaget, tapi ia segera menyembunyikan wajah kagetnya.
"terserah" ucap acel.
acel melenggang pergi begitu saja tanpa berpamitan pada sang ayah, ia tak tau mengapa hatinya seperti menolak hal ini?.
BRAKK
acel menutup pintu dengan keras, lalu ia bersandar pada pintu dan merosot kan badannya kebawah lalu menangis sejadi-jadinya.
sakit, itulah yang ia rasakan sekarang.
"ibu acel mau ibu, acel cape bu, acel pengen peluk ibu" tangis acel.
ia memeluk lututnya sambil ber nangis terus menerus sampai ia tenang.
perih, itulah yang hati acel rasakan.
"kenapa harus acel yang ada di posisi ini Tuhan, kenapa? acel cape, acel cuma mau ibu acel" tangis acel semakin menjadi-jadi.
tok tok tok
"cel, ini ate, buka dulu sayang pintunya" ucap ate mengetuk pintu.
acel segera menghapus air matanya, lalu membuka pintu, dan nampak lah atenya yang tengah senyum sambil menatap ke arahnya.
anin merangkul sang ponakan pada pelukan hangatnya dan tak lupa ia menutup pintu.
"kakak, kalo emang kakak ga mau ayah nikah lagi gapap kak, kakak ngomong aja sama ayah, jangan di biasain kakak pendem sendiri, gabaik sayang" nasihat anin pada ponakannya.
"ate, ketika ayah sudah menikah lagi apakah aku masih bisa memeluk ate seperti ini?" tanya acel.
"tentu bisa, kapanpun ketika raga ate masih di sini kamu tentu bisa merasakan pelukan hangat ate" ujar anin seraya mengelus kepala acel.
"ate, mengapa setiap malam kepalaku berisik sekali? bolehkah aku merasakan ketenangan? sebentar juga tak apa" jujur acel.
"cel, kenapa kamu ga pernah ngomong sama ate? kenapa kamu baru ngomong sekarang? apakah ate tidak penting bagi acel?" tanya anin dengan nada sedikit khawatir.
