Spekulasi The Bumb Girls

20 3 0
                                    


Kalo bisa kerjain nanti, kenapa harus sekarang? -- Bumb Girls


"Gue nggak abis pikir sama lo chel, bisa-bisa nya deadline nanti siang belum selesai juga!" ungkap ku menghampiri rachel yang sedang asyik dengan scrolling tiktok nya.
"yaelah, bentaran juga selesai kali el" ungkap rachel dengan nada bicara sedikit meninggi.

Mendengar penjelasan dari Rachel Aku enggan berkomentar. Aku hanya beranjak dari meja kerja Rachel dan kembali menuju meja kerja ku. Dengan langkah berat, aku mulai membuka laptop yang sudah terkunci sejak 15 menit yang lalu, melihat beberapa notifikasi email dari para petinggi perusahaan yang sudah meminta hasil kerja Rachel.

"Kenapa itu si elnora?" tanya Lily kepada Rachel sambil mengamati keadaan dengan rasa ingin tahu.

"Yah biasa.. lagi dapet kali tuh anak, bawaannya sensitif terus," ungkap Rachel sambil tetap fokus pada pekerjaannya, menggerakkan jari-jemarinya dengan cepat untuk menyelesaikan deadline yang diminta oleh Elnora.

"Ya, lo juga sih kebiasaan udah tau deadline malah belum dikerjain," protes Lily, menyalahkan Rachel yang memang selalu terbiasa mengerjakan deadline dengan cara mepet.

"Bukan deadline, kalau nggak mepet," bantah Rachel, sambil tetap asyik dengan pekerjaannya.

Waktu rapat telah tiba, bos besar bersama para divisi duduk rapi. Rachel sedang mempresentasikan hasil kerjanya dengan serius. Namun, tiba-tiba suara berat memecah keheningan.


"Elnora, coba jelaskan gimana ini bisa terjadi. Apakah menurut kamu pengeluaran sebesar itu signifikan bagi tim keuangan?" tanya bos besar dengan sedikit nada tinggi."Maaf, izinkan saya menjelaskan, Bu. Sebenarnya ini hanya hasil riset awal dari tim pemasaran dan belum final. Tim pemasaran akan melakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan area-area yang mungkin dapat dikurangi anggarannya, sehingga tim keuangan dapat lebih fokus pada perencanaan anggaran," jelas ku dengan sedikit nada tenang.


"Elnora, saya harap kamu bisa lebih proaktif. Seharusnya kamu sudah mempersiapkan riset ini sebelum Rachel mempresentasikan. Ini pekerjaan dasarmu," tegur bos besar dengan sedikit kesal.


Aku berusaha untuk tidak menyalahkan Rachel, menyadari bahwa mungkin saja aku yang kurang fokus dalam menjalankan pekerjaanku."El, Sorry ya" kata Rachel dengan nada memelas."Gak apa-apa Chel," jawabku dengan ramah, mencoba untuk tidak membuat suasana semakin tegang.

"Tapi ya menurut gue, bos besar sih uda keterlaluan. Masa lo terus yang di salahin, jangan-jangan dia merasa tersaingi sama lo El" kata Lily yang berusaha mencairkan ketegangan di antara mereka berdua.

"Eh, uda lah gausah gosip gue lagi bete. Lagian lo ada-ada aja mana mungkin bos besar iri sama karyawan nya," jawabku dengan nada agak kesal.

"Bisa jadi lah El, lo tau kan pak Wagi itu kan bawahannya si bos yang gue liat-liat kayaknya Pak Wagi demen deh sama lo," Lily terkekeh mencoba meledekku.

"HAHAHA tawa karir gue Ly," ungkapku dengan sedikit kesal.

"Eh bener loh serius El, tau nggak sih gue tadi pas di meja rapat sempet liat Pak Wagi terpukau sama omongan lo"

"Jangan gitu dong, Ly. Gue lagi serius nih," kataku dengan suara agak serius, mencoba menekankan bahwa aku tidak ingin melanjutkan gosip.

Lily mengangkat alisnya dengan senyum menggoda. "Oke, oke maaf ya El. Tapi serius deh, gue beneran liat dia suka ngeliatin lo kayak gitu."

Aku menggeleng pelan, tidak yakin apa yang harus kukatakan. "Mungkin dia cuma melihat gue sebagai bawahan biasa. nggak punya niatan untuk ambil pusing soal itu."

Lily mengangguk mengerti, tapi senyum menggoda masih terpancar di wajahnya. "Siapa yang tahu, El? Mungkin dia cuma menunggu kesempatan untuk mendekati lo kan. Siapa tahu, lo bisa jadi penyelamatnya dari masa jomblo yang abadi!"

Kami bertiga tertawa, meskipun hatiku sedikit berdegup mendengar kata-kata Lily. Pikiranku melintas ke Pak Wagi, kepala divisi IT yang selalu terlihat serius dan fokus dengan pekerjaannya. Jauh dari sebelumnya, Pak Wagi memang terlihat mencuri-curi pandang ke arahku. Meskipun aku merasa mungkin hanya kebetulan saja, kebetulan dia melirikku. Namun, tidak bisa diabaikan bahwa kebetulan-kebetulan semacam itu bisa saja memiliki makna di baliknya. Tetapi, apakah mungkin ada benarnya di balik gosip itu? Entahlah, aku memutuskan untuk tidak memikirkannya terlalu jauh. Sudah cukup banyak yang harus kubayangkan di dunia kerja ini.

Lampu-lampu kantor sudah mulai dinyalakan, menandakan bahwa malam sudah hampir tiba. Di ruangan yang tersisa, hanya aku seorang diri. Jari-jariku mulai mengetik, merevisi pekerjaan Rachel. Sepertinya ini akan menjadi lembur pertamaku di bulan ini. Meski begitu, aku tidak merasa terlalu terganggu, tapi bukan kah menyelesaikan pekerjaan lebih cepat lebih baik kan? Notifikasi Whatsapp berdering, ada pesan masuk dari grup.

Rachel : uda balik lembur blum lo el?
Elnora : Belum bep, masih di kantor nih. Kenapa?
Rachel : Gue tadi gofood-in makanan ya, biar lo nggak kelaperan
Elnora : Terima kasih lho, terharu bgt punya teman sebaik lo chel
Lily : Ahhh, Rachel itu ada mau nya el, lo kayak gatau aja dia.. dia mah sama semua orang gtu hahaha
buaya aja di kasih makan sama Rachel.
Rachel : Enak aja lo ya, gue kasihan aja sama buaya-buaya itu hahaha

Aku tersenyum melihat percakapan di grup WhatsApp itu. Meskipun lembur di kantor membuatku merasa sedikit kelelahan, tapi ada kehangatan dari teman-temanku yang membuatku merasa terbantu. Aku merasa bersyukur memiliki mereka di sampingku.Setelah beberapa saat, akhirnya pekerjaanku selesai. Aku menghela nafas lega, merasa puas dengan hasil yang telah kukerjakan. Dengan langkah lelah, aku meninggalkan kantor.

Suara langkahku terdengar samar di lorong yang sunyi saat aku berjalan menuju apartemen kecilku. Cahaya lampu jalan menyinari jalanan yang sepi, menciptakan bayangan-bayangan yang bergerak di dinding bangunan di sekitar. Di dalam apartemen, keheningan terasa menghantui, dengan hanya derap langkahku yang mengisi ruangan. Aku duduk di sofa, menatap ke luar jendela, membiarkan pikiranku melayang di tengah kegelapan malam. Sesekali, suara gemericik hujan yang ringan mengisi keheningan, menambah nuansa kesepian yang menghantui.

Hari ini, gelombang perasaan dari kantor merasuki pikiranku. Pertemuan tadi dengan Pak Wagi meninggalkan pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban. Apakah tatapan itu memang memiliki arti, ataukah hanya bayangan kebetulan belaka?

Dalam kegelapan malam ini, aku membiarkan pikiranku melayang, merenung tentang segala yang telah terjadi. Tidak hanya lelah fisik dari lembur di kantor, tetapi juga kelelahan hati dari pertanyaan-pertanyaan yang menggangguku.

Kapan aku akan menemukan jawaban? Kapan aku akan menemukan kedamaian dalam hidup dan pekerjaanku?

Gemericik hujan mengalir semakin deras, menyuarakan keinginanku akan ketenangan dalam jiwa. Dengan hati yang berat, aku mencoba menemukan jawaban di dalam diriku sendiri. Mungkin, seperti yang kudapati hari ini hidup bukan sekadar tentang "kapan" semuanya terjadi, tetapi juga bagaimana aku merespons dan tumbuh dari setiap tantangan.

Dengan pikiran yang kian menerawang, aku bangkit dari sofa dan berjalan ke dapur. Aku memasak secangkir teh hangat, berharap rasa hangatnya dapat mendinginkan hatiku yang terbakar oleh kegelisahan.

Setelah menyesap teh itu, aku merasa sedikit lega. Aku tahu bahwa besok akan membawa tantangan baru, tapi aku siap menghadapinya. Dengan keyakinan bahwa aku dapat melewati segala sesuatu, aku menemukan senyum di wajahku, siap menyongsong hari esok dengan segala ketidakpastiannya.

Dengan demikian, aku membiarkan malam merangkak pergi dengan ketenangan, siap untuk menyambut hari baru yang akan datang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kapan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang