"Melalui kesulitan untuk meraih bintang-bintang. Tidak ada jalan mudah dari bumi ke bintang."
Namanya Garviell Ezio Galtero, berusia 17 tahun. Remaja biasa yang tidak memiliki kelebihan dalam hidupnya.
Garviell hanya hidup berdua dengan adik laki-lakinyanya, Rafael. Sang Ayah meninggal lima tahun yang lalu, dalam kecelakaan tragis. Sedangkan sang Ibu menghilang dua tahun yang lalu, tidak tahu pergi kemana dan hanya meninggalkan secarik kertas beserta kartu kredit. Bahkan Garviell bertanya-tanya kenapa sosok ibunya pergi meninggalkan dirinya beserta Rafael.
Salah satu pintu apartemen itu di isi oleh kedua bersaudara. Garviell sedang menyiapkan sarapan pagi, memasak telur orak-arik tomat dan nasi goreng. Tubuhnya sudah di lengkapi seragam sekolah termasuk dasi yang sudah terpasang di kerahnya.
"Kakak!"
"Kenapa?" Garviell menyahuti suara adiknya yang ada di kamar.
"Buku aku gak ada."
"Buku yang mana?" Dia mematikan kompor setelah di rasa masakannya matang, lalu menyajikannya di meja.
"Matematika." Bocah berusia 7 tahun itu menghampirinya dengan seragam yang sudah terpasang apik di badannya.
Garviell menggelengkan kepalanya melihat buku yang di cari ternyata di tiduri oleh kucing peliharaan adiknya, "Disana, ambil."
Rafael mengangkat kucing kecil itu yang berbulu coklat, "Moses nakal. Untung enggak kotor." Kucing berkelamin jantan itu mengeong.
Kakak beradik itu sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat. Kadang-kadang juga Rafael berceloteh menceritakan kesehariannya di sekolah, sehingga suasana tidak terasa sepi. Sepuluh menit sudah berlalu, keduanya keluar dari apartemen.
"Rafael!" Suara cempreng anak perempuan itu memanggil temannya yang baru saja keluar, tangannya melambai.
"Pagi Om." Garviell menyapa pria paruh baya selaku ayah Philip dan Leo-temannya, yang sedang berdiri di depan mobil.
"Pagi El. Ayo berangkat jagoan kecil." David memegang pundak kecil Rafael.
Dikarenakan tidak mempunyai kendaraan dan arah sekolah mereka berbeda, Garviell menerima ajakan ayahnya Leo untuk mengajak Rafael berangkat bersama dengan Philip.
"Ael, ayo!" Ajak Philip dari jendela yang terbuka.
Wajah teduh itu tersenyum kecil, tangannya mengelus rambut halus Rafael. "Om, Leo mana?"
"Dia gak bilang memangnya? Leo sudah berangkat katanya harus ambil tugas di rumah temannya yang sakit."
Memang Garviell dan Leo selalu berangkat bersama dengan menggunakan bus, bahkan pulang bersama. Waktu tidak akan berhenti dan sekarang Garviell sudah duduk di kursi bus, telinganya terdapat headset, remaja itu memutar musik.
Penumpang lain yang berseragam sekolah masuk ketika bus berhenti. Netra jernih itu memilih menikmati pemandangan jalan melalui kaca.
"Sialan. Jelas-jelas gue lihat lo jalan sama cowok lain."
"Itu temen gue!"
"Bullshit. Murahan."
Walaupun telinganya mendengarkan musik, Garviell dapat mendengar pertengkaran itu. Dia bisa melihat jika perempuan itu satu sekolah dengannya karena seragam mereka sama, dan ketiga laki-laki itu dari sekolah lain.
Garviell dapat melihat jelas ketika tangan salah satu laki-laki yang di ketahui pacar perempuan itu memegang kuat rambut panjangnya. "Lo pergi sama dia, kan?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TURBULENCE
Short StorySebuah perjalanan untuk menemukan jawaban atas tanda tanya masa muda Sepertinya dunia menyuruhku untuk menyerah saja Apakah ada yang mendengarkan? Hanya kegelapan yang tak ada habisnya Garviell hanya anak yang ingin berkuasa atas hidupnya, tanpa ad...