"Hanya diriku saja yang tau hidupku. "
Rasa sakit karena tidak diinginkan atau dicintai oleh ibu sendiri adalah luka yang dalam dan kekal yang hanya dapat dipahami oleh sebagian orang. Rasa kesepian dan penolakan ini dapat menusuk inti diri seseorang, meninggalkan bekas luka yang mungkin tidak akan pernah sembuh sepenuhnya. Tidak diinginkan oleh orang yang telah melahirkan dirimu sendiri ke dunia ini adalah pukulan yang menghancurkan, yang dapat membuat seseorang merasa kehilangan dan sendirian.
Perasaan itu dapat menggerogoti jiwa, membuatnya merasa hampa dan sendirian. Bagi Garviell, rasa sakit ini selalu hadir dalam hidupnya, menggerogotinya seperti parasit. Saat tumbuh dewasa, ia selalu tahu bahwa ia berbeda dari saudaranya, Rafael, bahwa ia adalah beban dalam keluarganya. Ia telah berusaha keras untuk menerima, untuk menjadi anak yang diinginkan oleh ibu, tetapi tampaknya apa pun yang ia lakukan tidak pernah cukup. Hanya Ayahnya yang menyayanginya, memperlakukannya seperti anak pada umumnya, tak pernah pilih kasih antara dia dan Rafael.
Ia mulai percaya akan ucapan 'Orang baik akan di panggil duluan oleh sang Pencipta. Henry adalah orang yang rendah hati. Berita kematian ayahnya mengejutkan dan menjadi pukulan telak bagi hati Garviell. Ketidakhadiran ayah tercintanya, yang selalu menjadi pembimbing dan pelindungnya, merupakan beban berat yang harus ia tanggung. Meskipun waktu terus berlalu, rasa sakit itu tidak pernah pudar, dan ia sering kali tenggelam dalam kenangan dan kehampaan.
Dari dulu, tidak, dari lahir sampai sekarang ibunya tidak memperlakukan Garviell sebagai anaknya sendiri ataupun menerimanya. Perlakuan itu membuat fikiran Garviell bertanya-tanya, sampai sekarang ia belum menemukan jawabannya. Bahkan Ayahnya, Henry tidak pernah memberitahukan alasannya.
Punggung yang terlihat menegang itu berbalik menghadapnya. Detak jantung Garviell berdetak lebih cepat saat pandangannya bertemu dengan sang Ibu, Miranda. Ia merasakan jika matanya mulai memanas.
Dua tahun lamanya Miranda menghilang, atau lebih jelasnya pergi meninggalkan anaknya sendiri. Rasanya seperti mimpi bisa bertemu kembali dengan ibunya, saling berdiri berhadapan dan menerima kenyataan pahit. Garviell mencari dan berharap Miranda kembali itu bukan untuk dirinya, yang jelas untuk Rafael. Bocah itu masih terlalu kecil untuk kehilangan sosok ibu.
Miranda terlihat terkejut sekaligus terhenyak, kakinya mundur satu langkah menubruk body mobil.
"Mah? Ini aku.. "
"Pergi."
Apa. Garviell tak salah dengar kan? Rambut yang sudah lepek karena keringat itu ikut bergerak saat Garviell menggeleng. Wajah teduh itu memandang sosok itu memohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
TURBULENCE
Short StorySebuah perjalanan untuk menemukan jawaban atas tanda tanya masa muda Sepertinya dunia menyuruhku untuk menyerah saja Apakah ada yang mendengarkan? Hanya kegelapan yang tak ada habisnya Garviell hanya anak yang ingin berkuasa atas hidupnya, tanpa ad...