⚠️Part mengandung adegan kekerasan dan kata-kata yang kurang sopan. Dimohon kebijakan nya ⚠️
____________________________________"Apa semua nya sudah pulang?" Tanya Mahajana. Ketiga lelaki itu mengangguk.
"Sudah kang. Saya dan Okto sudah patroli. Semua sudah sepi. Tapi di lorong dekat pedagang ikan, beberapa anak buah Praja dan Praja nya juga, sepertinya pingsan." Jawab lelaki dengan luka jahitan itu. Diketahui bahwa ternyata namanya adalah Tomi. Namun orang-orang pasar lebih akrab memanggilnya dengan sebutan Kicong. Entah bagaimana asal usulnya nama Tomi bermetamorfosis menjadi Kicong.
"Ada barang apa saja yang ditinggal kan oleh pedagang, Okto?" Tanya Mahajana lagi.
"Tadi saya nemu dompet isi KTP, sandal anak tapi cuma sebelah, ikat rambut, sisir, beberapa kue-kue yang sudah dimakan setengah, ada uang dua puluh ribu, korek gas, koran bekas yang berserakan, dan anu kang..." Lelaki bernama Okto tidak melanjutkan ucapannya. Mahajana, Kicong dan satu orang penjaga pasar itu kompak mengarahkan pandangan nya kearah Okto. Sementara itu, Okto menggaruk tengkuknya kikuk.
"Anu apa?" Tanya Mahajana. "Kebiasaan sekali, kalau ngomong suka setengah-setengah, seperti saat di telepon tadi."
Okto bingung bagaimana cara menjelaskannya.
"Aduh kang, saya nemu, anu lho kang. Yang, anu kang. Aduh, masa tidak tahu."
"Kau ini ingin berbicara atau main kuis tebak-tebak berhadiah, hah?! Tinggal bicara saja, kok harus pakai anu-ini-anu-ini." Kesal Kicong. Ia memukul lengan Okto. "Apa yang kau temukan??" Tanya Kicong tidak sabar.
"Saya nemu...." Okto menarik nafasnya. Berharap ia tidak kena hajar dari Mahajana dan Kicong.
"Saya nemu pakaian dalam perempuan, yang biasa dipakai di dada—"
PLAK!
"GILA KAU OKTO !"
Kicong menampar Okto. Okto meringis, Mahajana menepuk keningnya dan satu orang kawan Okto menggelengkan kepalanya sambil mengelus dada.
"Nah kan, saya salah lagi. Tadi, katanya saya tinggal langsung bilang saja tidak perlu pakai anu-anu lagi. Giliran saya sudah jujur, kok saya ditampar?"
"Kalau itu, tidak perlu kau katakan lagi Oktooo, duh Gustii yang Maha Aguuuuuuung! Malu To, Maluuuuuuuu!" Kicong menggaruk kepalanya frustasi.
"Lho? Kan kau juga yang menyuruhku untuk jujur. Kok jadi sewot?"
"Sudah, sekarang amankan dompet, sandal, KTP, ikat rambut, sisir dan uang dua puluh ribu tadi. Nanti, jika pasar sudah kondusif, kita akan kumpulkan para pedagang di halaman belakang lalu kita tanyakan barang-barang apa saja dan siapa saja yang hilang. Biar kita berikan kepada mereka." Ucap Mahajana berusaha melerai. Mereka bertiga mengangguk. Okto mengangkat tangannya, hendak bertanya.
"Termasuk pakaian dalam—,"
"KAU BAWA PULANG, KAU PAKAI! PUAS??!!"
"Ah, Kicong, mana pantas saya pakai begituan. Saya kan lelaki."
"Terserahlah! Lelah aku menghadapi kelakuanmu To!"
Mereka bertiga pergi meninggalkan Mahajana yang sedang duduk di sebuah meja. Ia memandangi area pasar yang sudah luluh lantak. Hanya beberapa kios yang masih utuh, sisanya hancur. Kini, ia sendirian. Dari luar, terdengar suara sirine mobil polisi dan beberapa suara-suara bising lainnya. Mahajana tetap santai, ia merapikan rambutnya lalu mencoba meregangkan otot-ototnya.
Setelah itu, terdengar suara seseorang memanggil namanya. Lelaki dengan jaket coklat datang menghampiri Mahajana dengan pistol di tangannya. Mahajana tersenyum lalu menyalami lelaki tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomanceBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." Dan bagi Arum, Mahajana adalah salah satu alasannya untuk tetap hidup...