03. The Hollows

163 27 5
                                    

Tepat tengah malam, Darren terbangun. Ia baru saja mengalami mimpi buruk yang melelahkan. Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya berkeringat, seperti baru saja dikejar sesuatu. Merasa sangat kelelahan, ia pun turun dari kasur dan hendak mencari air minum di dapur.

Namun, belum sempat meninggalkan kamar, lagi-lagi Darren mendapati jendela kamarnya terbuka. Tentu Darren keheranan dan dengan terburu-buru ia menutup jendela, lalu pergi menuju dapur.

Malam itu seluruh lampu utama telah dipadamkan, menyisakan beberapa lampu dinding yang temaram. Darren menuruni anak tangga perlahan, namun, sebelum menginjak lantai dasar, ia mendengar suara-suara aneh dari dapur. Tampaknya ada seseorang.

Mengingat jendela kamarnya terbuka dan dugaannya terhadap pencuri atau perampok yang berkeliaran--tentu hal ini terasa masuk akal--dibanding legenda iblis dibalik jendela. Darren pun segera mengambil linggis dari gudang dan berjalan ke arah dapur perlahan sambil berteriak. "Siapa itu!"

Begitu Darren berteriak, suara aneh dari dapur pun menghilang. Darren memberanikan diri masuk ke dapur dan mengintai seluruh sudut sambil terus berteriak. "Hei, keluar! Tunjukkan dirimu kalau berani!"

Di respon lagi--namun kali ini makhluk yang disangka maling itu menunjukkan diri dengan wujud kilatan cahaya yang berlalulalang di langit-langit dapur. Hal itu tentu mengingatkan Darren akan tragedi kecelakaan kemarin. Karena pemandangan itu sangat tak masuk akal, Darren segera mengambil ponselnya dan menghubungi bantuan darurat.

Namun, belum sempat mengetik nomor tujuan, tubuhnya langsung ditarik masuk ke dalam lemari dapur. Lemari itu jelas belum diisi perkakas karena ini masih hari pertamanya pindah, dan tubuhnya muat masuk ke dalam. Gelap, sempit, dan pengap, Darren semakin panik.

"Hei! Siapa itu!" teriaknya lagi.

Dalam kegelapan, ia mendapati satu cangkir gelas berisi minuman hijau yang menjijikkan muncul tepat di hadapannya dan bisikan itu terdengar lagi. Minumlah.

Pada saat itu, Darren hampir terhipnotis, namun ia bersikeras melawan. Ia mendorong kuat pintu lemari hingga berhasil keluar dari sana. Secangkir cairan hijau yang ia terobos kini sudah jatuh, tumpah, dan pecah di lantai. Itu mengejutkan, namun ia lebih terkejut ketika mendapati gadis asing yang duduk di atas lemari.

Jika dilihat lebih jelas--makhluk itu terlalu indah untuk disebut manusia. Tubuhnya bersinar, kulitnya bersih tanpa cacat, dan matanya sangat berkilau seperti baru saja dilahirkan. Sempurna. Walaupun pakaian yang ia kenakan tampak terbuat dari kumpulan daun-daun begonia dan rambutnya yang panjang diikat dengan hiasan-hiasan aneh dari tumbuhan.

Darren jelas bukan mata keranjang, tapi kali ini matanya tak bisa berpaling. Ia hendak melayangkan linggisnya, tapi makhluk itu terlalu indah untuk diserang. Alhasil Darren hanya bisa terdiam, tanpa berkedip.

Gadis itu ikut menatap Darren cukup lama. Wajah Darren terasa sangat tidak asing, gadis itu seperti merasakan deja vu, tapi ia tak bisa mengingat siapa pemilik wajah itu. Yang ia tahu, pemuda yang tinggal di rumah ini adalah Rhino, jadi ia menyapa. "Kau sudah bisa melihatku, Rhino?"

Mendengar makhluk itu bersuara, Darren semakin terkejut dan melangkah mundur. Tapi mendengar kata Rhino, membuatnya semakin keheranan. "Rhino?"

"Terima kasih sudah membuka jendela itu untukku, Rhino."

"Rhino?" Darren mempertegas nada penasarannya.

Gadis itu tersenyum. "Terima kasih banyak."

Rhino--yang Darren kenal adalah ayahnya, bernama lengkap Rhino Villada, yang sudah meninggal dalam kecelakaan lalu lintas ketika Darren masih kecil. Untuk meluruskan kesalahpahaman, Darren pun membalas. "Aku bukan Rhino."

THE HOLLOWS | yeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang