Titik Balik

9 0 0
                                    

"Tania, bolehkah aku bertanya".

"Tentang apa?".

"Menurutmu aurat itu penting tidak?".

"Apakah pertanyaan seperti itu harus di jawab?".

"Harus".

"Tentu saja penting. Pertanyaanmu yang kurang penting, Fahri".

"Lantas kenapa tadi pagi, kamu berhijab tapi bajumu tidak menutupi kedua tanganmu. Tania, sayang auratmu. Jangan di ulangi lagi".

                                 ~~~

"Fahri, aku sudah siap. Apakah aku terlihat cantik menggunakan baju ini?".

"Tentu saja. Tapi akan lebih cantik jika rambutmu itu tertutupi hijab dengan benar".

"Bukankah aku sudah menggunakan hijab Fahri, kurang apa?".

"Iya memang. Cobalah bercermin".

"Tidak ada yang aneh. Setiap hari, aku berhijab seperti ini, Fahri".

"Tania, julurkan hijabmu itu sampai menutup dada. Jangan kamu ikat di lehermu itu, kasian lehermu bukan. Rapikan rambutmu itu sampai yang terlihat hanya hijabmu. Bukankah seperti itu jauh lebih cantik, Tania?".

                                ~~~

Sebuah desa yang terlihat asri beserta semua penduduk yang terlihat ramah menjadi perpaduan yang sangat indah. Kami, mendapatkan sebuah tugas dan tanggung jawab di sana, yaitu sebuah "pengabdian". Namun, semuanya tidak berjalan dengan lancarnya. Banyak sekali ketakutan-ketakutan yang menyelimuti. Hingga setelah selesai, sekarang menjelma menjadi 'kenangan'.

"Fahri, desa ini indah ya. Masyarakatnya juga sangat ramah".

"Sangat indah sekali. Harusnya ini cukup untuk menghapus rasa sedihmu terhadap mereka".

"Harusnya seperti itu. Tapi, aku rasanya tidak memiliki rumah ketika dengan kelompok kita".

"Tania, apakah aku bukan jadi tempatmu untuk kembali?".

"Kamu alasanku bertahan di sini. Tapi Fahri, apakah ketika semuanya selesai. Aku masih bisa kembali padamu?. Sekarang aku tambah takut".

~~~

Pengabdian yang telah usai itu kini menjelma menjadi sebuah kenangan. Semua tersusun dengan rapi. Satu demi satu terekam jelas dalam sebuah 'ingatan'.

"Tania, kemarilah. Aku ingin bercerita".

"Bercerita tentang apa?".

"Mengapa kopiku yang selalu di suguhkan pemuda-pemuda di sini berubah menjadi minuman rasa cokelat. Warnanya sama yaitu hitam tapi mengapa minumanku rasanya berbeda. Aku tau itu bukan kopi melainkan cokelat. Apakah kamu mengetahuinya?".

"Aku mengetahuinya karena aku yang menganti kopimu itu".

"Mengapa kamu melakukan itu?".

"Karena aku tau, kamu tidak bisa minum kopi, Fahri. Aku tidak ingin kamu sakit. Lebih tepatnya, aku tidak mau merepotkan diriku sendiri untuk mengurusmu".

~~~

"Tania, terimakasih untuk semuanya. Kalau tidak ada kamu, mungkin aku akan sering sakit".

"Terimakasih kembali, Fahri. Kalau tidak ada kamu mungkin aku tidak akan bisa menyelesaikan semua ini".

"Aku harap kita akan tetap berkomunikasi. Aku tidak ingin lost contac denganmu".

"Fahri, apakah setelah ini kita akan menjadi asing?. Apakah aku sudah tidak akan bisa bertemu dengamu kembali?".

Kita Kenang NantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang