Vean
"Berkas-berkasmu sudah lengkap?" suara berat ayah kembali mengingatkan aku untuk tidak lupa membawa berkas-berkas yang penting. Aku mengangguk menyakinkan ayah semua sudah lengkap di dalam tasku. Ibu beberapa kali bolak-balik menyiapkan keperluan kami di jalan. aku hanya duduk termenung antara ikhlas dan tidak meninggalkan rumah untuk beberapa tahun kedepan yang belum dapat dipastikan kapan kembali menetap di rumah ini.
Kendaraan ayah melaju pelan diiringi lagu lawas kesukaan ayah, aku hanya menatap tepi jalan dengan nanar berusaha merelakan kebiasaan yang aku lakukan selama ini yaitu sepulang kerja nongkrong bersama teman-teman atau santai menyendiri di cafe mengisi energi.
Ibu tersenyum menatapku "kenapa? Masih belum rela pindah tugas?"
Aku mengangguk pelan, air mataku menetes, segera ku alihkan wajahku menghapusnya dengan kasar berusaha menyembunyikan kelemahanku.
Terdengar suara tawa Ayah yang menyebalkan dari depan "nak, kamu kan sengaja ayah usir ke sana, ayah yang minta ke kepala dinas untuk memindahkan tempat tugasmu disana"
"ayah jahat" aku menatap ayah sebal
"ini cara ayah untuk memberikan kamu pengalaman nak, tanya ke ibumu dulu ayah juga tugas jauh ke pelosok dan ayah mendapatkan banyak pengalaman, percaya sama ayah kamu akan memahami pekerjaanmu jika kamu di tempatkan di daerah yang betul-betul membutuhkan kamu nak"
Aku hanya menghela napas pelan berusaha menerima apa yang ayah sampaikan, tidak ada salahnya mencoba, kalaupun nantinya aku menyerah aku akan menagih janji ayah untuk memindahkan aku kembali ke sini.
Perjalanan yang panjang membuat pinggangku serasa akan patah. mobil ayah tidak mampu melewati jalan sampai ke tempat tujuan, aku masih harus melanjutkan perjalanan menggunakan sepeda motor dan menempuh jalan tanah yang terjal dan melewati perkebunan sawit serta perkebunan lada, ini menyadarkanku tempat ini bukan tempat yang mudah, perbatasan Kalimantan dan Malaysia bukan akses jalan yang dapat dilalui dengan ringan dan ditempuh hanya dengan sekali pejaman mata. Sepertinya jatah pulangku dalam setahun mungkin hanya satu kali saja mengingat perjuangan berat untuk bisa sampai ke ibu kota kabupaten.
"selamat datang di perbatasan kalimantan tepatnya di kampung Ngain bu" kepala sekolah, atasan baruku menyambut kedatanganku, senyum tulusnya memberikan sedikit ketenangan di tengah rasa canggung di tempat asing ini.
"terima kasih pak, perjuangan sampai di sini. Ooo iya pak panggil saja saya Vean" aku mengulurkan tanganku ke pria yang sepertinya seumuran ayahku, dia menyambut uluran tanganku.
"okay nak Vean, silahkan masukan barang-barang dan beristirahat di rumah dinas di ujung sana, beberapa minggu lalu bapak dan warga sudah memperbaiki rumah dinas itu, jadi nak Vean dapat tinggal di sana dengan nyaman" pak Warim menunjukkan tempat yang akan menjadi hunian baruku.
Ku buka pintu rumah yang memiliki model rumah dinas pada umumnya, rumah ini kecil namun cukup nyaman, terdapat teras, ruang tamu, satu kamar tidur, dapur, kamar mandi dan toilet, semua terawat dan terlihat beberapa papan baru menunjukkan tanda adanya renovasi di rumah mungil ini, aku puas melihat isi rumah ini. Ku rentangkan tanganku, ku hirup napas dalam-dalam.
"RUMAH BARU....TEMPAT BARU.....TOLONG BEKERJASAMALAH"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Kata
Romance"Vean? Kamu Vean kan?" Seseorang memegang lenganku dan menariknya pelan "iya, siapa ya?" Ku balikan tubuhku untuk melihat siapa orang yang mengenaliku di daerah yang terpencil dan sangat jauh ini. Seorang wanita bertumbuh tinggi, langsing, berambut...