Prolog | bagian 2

2 0 0
                                    

Saat sang bidan maju untuk meletakkan bayi itu di tanah dan akan pergi, Abhorsen berkata: Tunggu, kau akan diperlukan di sini.

Sang bidan menunduk, menatap bayi itu, dan melihat bahwa bayinya perempuan. Dia sadar, mungkin si bayi tertidur dalam keadaan tubuh yang tak bergerak. Dia pernah mendengar tentang Abhorsen, dan jika bayi perempuan ini ternyata hidup ... dengan hati-hati dia mengangkat lagi si bayi dan menyorongkan tubuh mungil itu ke arah Mage Charter.

Jika Charter tidak mau— lelaki itu mulai berbicara, tetapi Abhorsen mengangkat tangan pucatnya dan memotong.

Kita lihat saja apa kemauan Charter.

Lelaki itu menatap si bayi lagi dan mendesah. Kemudian, dia mengambil sebuah botol kecil dari sakunya dan mengangkatnya tinggi-tinggi, melantunkan sebuah nyanyian mantra tentang asal mula Charter; suatu entitas yang menjadi awal seluruh makhluk yang hidup atau tumbuh, atau pernah hidup, atau akan hidup lagi, dan ikatan yang menyatukan mereka semua. Ketika dia berbicara, seberkas cahaya menerpa botol, berdenyut seirama nyanyian mantra. Kemudian, sang pelantun mantra terdiam. Dia menyentuhkan botol itu ke tanah, lalu ke arah tanda dari abu kayu bakar di dahinya, kemudian memegangnya dalam posisi terbalik di atas si bayi.

Seberkas cahaya kilat yang sangat terang menerangi hutan di sekeliling, ketika cairan berpendar terpercik ke kepala si bayi, dan si pendeta meratap: Atas nama Charter yang menyatukan seluruh makhluk, kami menamakanmu—

Biasanya, kedua orang tua yang akan menyebutkan nama si bayi. Namun, saat ini hanya Abhorsen yang berbicara dan dia berkata: Sabriel.

Ketika dia mengucapkan nama itu, abu kayu bakar menghilang dari dahi si pendeta dan perlahan-lahan terbentuk di dahi si bayi. Charter sudah menerima pembaptisan ini.

Tapi ... tapi dia sudah meninggal! seru sang Mage Charter, dengan hati-hati menyentuh dahinya untuk memastikan abu yang menempel benar-benar menghilang.

Tidak ada yang menjawabnya, tetapi sang bidan menatap Abhorsen di seberang perapian, dan Abhorsen tidak menatap apa-apa. Matanya memantulkan api yang berkobar, tetapi dia tidak menatapnya.

Perlahan-lahan, angin mulai bertiup dari tubuhnya, berembus ke arah sang pendeta dan bidan, yang mundur ke sisi lain peerapian—ingin segera pergi, tetapi saat ini terlalu ketakutan untuk kabur.

Dia bisa mendengar bayi itu menangis, dan ini adalah pertanda baik. Jika bayi itu sudah melewati gerbang pertama, dia tidak bisa membawanya kembali tanpa persiapan yang lebih rumit dan jiwa si bayi pasti akan lebih lemah.

Arus sungai terasa kuat, tetapi dia mengenal cabang sungai ini. Dia berjalan menghindari palung-palung dan pusaran air yang mengancam untuk menyeretnya ke bawah permukaan sungai. Saat ini, dia sudah merasakan air deras mengendurkan semangatnya, tetapi tekadnya kuat. Jadi, hanya tubuhnya yang akan terasa lemah, bukan jiwanya.

Dia berhenti untuk memerhatikan si bayi, dan mendengar tangisannya menghilang membuat dia melangkah lebih cepat. Mungkin si bayi sudah berada di gerbang dan nyaris melewatinya.

Gerbang pertama adalah suatu selubung kabut , dengan sebuah celah bukaan yang gelap. Di sana, sungai mengalir ke keheningan di kejauhan. Abhorsen terburu-buru melangkah mendekati selubung kabut itu, kemudian berhenti. Bayi itu belum melewati gerbang, tetapi ada sesuatu yang telah menemukan dan mengambilnya. Di sana, menjulang tinggi di atas air keruh, tampak sosok yang lebih gelap daripada keremangan gerbang.

Sosok itu beberapa meter lebih tinggi daripada Abhorsen. Ada lekukan yang menampilkan kilatan cahaya pucat di tempat yang seharusnya adalah posisi mata, dan bau busuk yang menjijikan menguar dari tubuhnya—aroma busuk hangat yang membuat air sungai terasa semakin dingin.

SABRIELWhere stories live. Discover now