Chapter 2

9 2 1
                                    

Naura melihat ke jam yang ada di handphonenya yang menunjukkan pukul 12.00 siang. Orang tuanya pasti belum pulang dari tempat kerja. Rumahnya pasti masih sepi.

"Qian, kau ingin melakukan apa?" tanya Zuyi yang sudah berdiri di samping Naura.

Naura melihat Zuyi sebentar, kemudian kembali fokus melihat handphonenya. "Ah, tak apa-apa, Pangeran." Dia kemudian menyimpan kembali handphonenya ke dalam tasnya.

"Qian, aku sebentar lagi akan latihan pedang. Kau mau ikut?" tawar Zuyi.
Naura mengangguk dengan semangat.

"Iya, aku mau ikut."

"Tapi sebelum itu pakaianmu harus diganti dulu, supaya tidak ada yang curiga jika Qian berasal dari masa depan," jelas Zuyi.

Lima belas menit kemudian, Naura sudah berganti pakaian. Dia melihat pantulan dirinya di depan cermin. Dia memakai hanfu hijau lembut yang diberikan Zuyi. Rambut panjangnya dia kepang menjadi dua.

"Bagaimana penampilanku, Pangeran?" tanya Naura.

Pangeran Zuyi yang sedang duduk di kursi, kemudian melihat penampilan Naura dari atas sampai bawah.

"Sangat bagus, lebih bagus pakai yang ini daripada pakaian yang sebelumnya," puji Zuyi.

"Terima kasih, Pangeran," jawab Naura.

Naura berjalan mengekor di belakang Pangeran Zuyi. Dia melihat-lihat ke sekelilingnya. Sebelumnya dia hanya bisa melihat bangunan kerajaan di dalam drama yang sering ditontonnya. Sekarang dia bisa melihatnya secara langsung. Kediaman milik Pangeran Zuyi sangatlah luas. Bangunan istana dilihat langsung ternyata lebih bagus.

Pangeran Zuyi yang menyadari jika Naura tidak berada di dekatnya segera menghentikan langkahnya. Dia melihat gadis itu yang sedang mengagumi bangunan kediamannya.

"Qian? Masih mau lihat aku latihan atau tetap di sini memandangi dinding?" tegur Zuyi menepuk pelan bahu kanan Naura.

"Oh, iya, tentu. Aku hanya terpana sesaat soalnya aku baru pertama kali ini lihat bangunan kediaman pangeran secara langsung," sahut Naura dengan jujur.

Kali ini Naura berusaha berjalan lebih cepat dari yang sebelumnya untuk menyusul langkah kaki Pangeran Zuyi yang lebar dan cepat.

Sampailah mereka berdua di taman. Naura menghampiri bunga yang ada. Kebetulan bunga-bunga di taman sedang mekar. Aroma harum bunga menguar di udara. Dia sangat jarang melihat bunga tumbuh sebagus ini.

Naura menoleh ke sisi yang lain dimana Pangeran Zuyi sedang latihan pedang di lapangan.

Pangeran Zuyi menggerakkan pedang ke kiri dan ke kanan, ke depan dan ke belakang. "Qian, kau bisa menggunakan pedang?" tanyanya di sela-sela latihannya.

"Aku bahkan belum pernah memegangnya," ujar Naura.

Zuyi melihat Naura yang berjarak sepuluh meter darinya. "Kau ingin coba memegangnya?"

Naura mengangguk. "Aku boleh coba pegang?" tanyanya menatap wajah Pangeran Zuyi.

"Tentu saja," ujarnya, kemudian berjalan menghampiri Naura.

Naura memegang gagang pedang Zuyi dengan kedua tangan. Pedang tersebut tampak berkilat saat terkena sinar matahari. Pedangnya memiliki pegangan gagang yang diukir cantik, berkata biru turut menghiasinya dan di tubuh pedangnya juga memiliki ukiran.

"Terlalu berat?" tanya Pangeran Zuyi, yang dijawab anggukan pelan Naura.

"Qian, benar-benar baru pertama kali pegang pedang. Wajar saja karena belum terbiasa," jelas Zuyi.

Naura mencoba menggerakkan pedang ke kiri dan ke kanan dengan susah payah. Dan berakhir dengan pedang yang jatuh ke bawah.

"Hati-hati!" ujar Zuyi khawatir.

"Hampir saja kena kaki." Naura mengusap dadanya saat melihat pedang yang tertancap di antara kedua kakinya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Zuyi tanpa sadar memegang tangan Naura yang terasa dingin dan pucat.

Naura menggeleng. "Aku tak apa-apa."
Zuyi menyimpan kembali pedangnya ke dalam sarung, kemudian membawa Naura kembali ke kamarnya.

"Tanganmu dingin sekali." Pangeran Zuyi berkata sambil menuangkan secangkir air.

Naura mengucapkan terima kasih saat Zuyi menyodorkan secangkir air. Dia meminumnya pelan. "Aku hanya terkejut."

Pangeran Zuyi pun menghampiri Naura yang duduk, dia memeriksa tangan dan kaki Naura. "Syukurlah tak ada yang luka."

Naura melihat Zuyi yang peduli dengannya. Padahal mereka baru kenal sehari. Dia pangeran yang baik, batinnya.

"Pangeran, kenapa di kediamanmu aku lihat sepi sekali? Aku cuma lihat satu pelayan wanita saja. Bahkan aku tak lihat ada pengawal pribadi?" tanya Naura mengernyitkan dahinya.

Pangeran Zuyi duduk di kursi yang kosong, berhadapan dengan Naura. "Di kediamanku memang sedikit pelayan wanita. Kalau banyak pelayan yang berkeliaran pasti Qian tak akan bisa dengan bebas berkeliaran di sini." Dia mengambil jeda sebentar. "Kalau untuk pengawal pribadi, aku punya Yue. Dia saat ini sedang pergi keluar karena ada urusan."

Naura mengangguk. "Oh, begitu, ya? Benar juga. Iya juga, mana mungkin Pangeran tak punya pengawal pribadi." Di akhir kalimat Naura tersenyum atas pemikiran sebelumnya.

"Setiap pangeran pasti memiliki seseorang yang bertugas untuk menjaganya," jelas Zuyi.

"Aku sepertinya harus pulang Pangeran," ujar Naura yang tersadar dia sudah cukup lama di kediaman Zuyi.

"Bagaimana kalau makan siang dulu?" tawar Zuyi.

Tak lama kemudian beberapa nampan berisi beberapa jenis makanan di antarkan ke kamar Zuyi. Asap putih dan aroma harum menguar di udara.
Naura akui memang makanannya enak.

"Maaf, Pangeran, mungkin lain kali, aku harus pulang dulu. Kalau begitu aku pamit."

"Oh, baiklah! Kalau begitu aku akan menunggunya. Hati-hati Qian!" sahut Zuyi, walaupun agak kecewa di dalam hati.

Naura mencari letak portal yang menghubungkan dunia masa lalu dengan dunia masa depan. Rupanya berada di dalam kamar Zuyi, tepatnya di dekat ranjang. Portalnya berbeda dengan portal yang sebelumnya.

Sebelum berjalan masuk ke dalam portal. Naura melambaikan tangan. "Pangeran, aku akan datang lagi untuk mengunjungimu. Jangan sedih, ya!"

Zuyi mengangguk, lalu tersenyum. "Aku akan menunggumu Qian." Dia balas melambaikan tangan.

Setelah Naura benar-benar masuk ke dalam portal, portal sebelumnya yang bercahaya hilang seutuhnya. Seolah menghilang tanpa bekas.

Zuyi melanjutkan memakan makan siangnya sendirian tanpa teman. Sepi dan hening. Berbeda saat ada Naura tadi. Setelah makan, dia menoleh dan mendapati pakaian Naura atau Qian tertinggal di atas ranjangnya.

"Qian, lupa membawa pakaiannya. Mungkinkah dia akan datang lagi?" Zuyi merapikan kembali pakaian Naura ke dalam lemarinya.

Sementara itu, Naura telah kembali ke dalam kamar pribadinya. "Untunglah, aku kembali ke kamarku lagi!"

"Tadi itu benar-benar luar biasa. Aku tak menyangka benar-benar melintasi waktu dan bertemu dengan Pangeran Zuyi yang tampan."

Naura membuka handphonenya dan melihat beberapa hasil jepretannya.
"Kalau aku tak mengabadikannya pasti aku akan mengira hanya mimpi."

"Pangeran, sangat tampan. Kulit badannya putih, bibirnya merah, matanya sipit. Badannya juga bagus."

"Bangunan kerajaan china dulu sangat bagus. Aku beruntung bisa melihatnya secara langsung."

Naura melihat kembali ke arah dinding. Ekspresi wajahnya terkejut. "Lah, dimana portalnya? Kalau tak ada portalnya bagaimana cara aku ke sana lagi?"

"Apa mungkin portalnya muncul pada saat-saat tertentu? Tadi aku ke sana masih pagi, mungkin menunggu besok pagi lagi?" Naura memasang wajah berpikir.

Adventure Beautiful GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang