Dua

431 51 11
                                    

Bel istirahat sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu, namun Blaze dan Ice baru sampai di kantin. Semua ini karena Ice yang ingin tidur, sementara Blaze berusaha mencegahnya dengan menarik lengan Ice. Alhasil mereka jadi bermain tarik tambang; Ice menarik lengannya berusaha membebaskan diri dari genggaman Blaze, sementara Blaze menariknya hingga berdiri dari duduknya.

Setelah tarik menarik untuk beberapa saat, Blaze menang. Ice hanya bisa pasrah, mengikhlaskan waktu tidurnya selagi Blaze menyeretnya seperti karung beras.

"Kak Blaze! Kak Ice! Disiniiii!"

Keduanya menoleh ketika mendengar suara ceria yang memanggil nama mereka. Tak butuh waktu lama untuk menemukannya, karena orang itu juga melambaikan tangannya agar bisa menemukan mereka.

"Makasih, Duri." Ice segera duduk di meja yang sudah ditempati saudara-saudaranya sebelum membaringkan kepalanya di meja, ingin tidur lagi.

Melihat itu, Gempa segera mencegahnya. "Makan dulu. Mau makan apa? Kakak pesenin deh."

Alhasil, Ice harus menunda tidurnya, lagi. Lagipula, dia tak berani mencari masalah dengan Gempa, karena kakak tertuanya itu lebih menyeramkan dari Halilintar ketika marah.

"Kalian kenapa lama banget sih?"

Ditanya begitu dengan tatapan menuduh dari Solar, Blaze jelas tak terima. Dia merengut sebelum menunjuk Ice dengan dagunya. "Jangan salahin aku, salahin si Ice tuh. Bangunin dia kayak bangunin orang mati—"

"Ucapanmu, Blaze."

"Hehe, maaf Kak Gem Gem." Sepertinya dia lupa kalau dia sedang bersama saudara-saudaranya. Tatapan Gempa barusan terlihat menyeramkan.

Setelah memilih makanan, Gempa bangkit dari duduknya, memesankan makanan untuk Blaze dan Ice sesuai ucapannya. Akhirnya Ice bisa menggunakan kesempatan ini untuk memejamkan matanya sejenak.

Namun sebelum matanya benar-benar tertutup, Ice merasa ada yang aneh. Dia mengangkat kepalanya, mengabaikan reaksi Blaze yang melihatnya heran karena urung tidur.

"Tumben gak tidur?" tanya Blaze yang tidak diindahkan Ice. Pemuda itu tengah menghitung jumlah mereka.

"Kak Hali sama Kak Upan dimana?"

Duri membuka mulutnya hendak menjawab, namun kalah cepat dengan Solar. "Kata Kak Gem, Kak Upan sebelum keluar kelas tadi dipanggil sebentar, ada sedikit urusan sama ekskul skateboard nya. Katanya nanti nyusul, tapi Kak Hali gak percaya. Jadi Kak Hali bareng Kak Upan, sedangkan Kak Gem sendirian ke kantin."

Fyi, tahun ini adalah tahun terakhir Gempa, Halilintar, dan Taufan di SMA. Seharusnya Taufan berada di kelas dua, namun karena dia ingin bersama dengan kedua kakaknya, dia berusaha keras agar bisa lompat kelas. Sementara Blaze, Ice, Duri, dan Solar baru memasuki masa SMA.

"Ih, Solar!"

Solar yang tengah scroll sosial medianya sedikit tersentak dengan nada Duri yang terdengar kesal di telinganya. Dia mengalihkan tatapannya pada kakaknya itu, dan benar saja, anak itu tengah menatap kesal ke arahnya. Ditatap seperti itu, Solar jadi bingung.

"Kenapa, Kak?"

"Au ah! Males sama Solar."

Solar jadi makin bingung. "Kak? Aku salah apalagi?"

"Pikir aja sendiri!"

Solar menarik napas, kemudian mengelus dadanya mencoba sabar dengan perubahan sikap Duri yang mendadak.

Sabar, Solar. Sabar. Kamu kuat. Kamu anak biskuat.

Untungnya, hal itu tidak berlangsung lama karena Gempa kembali ke meja mereka tak lama kemudian. Sembari menunggu pesanan mereka, Gempa mengecek jam tangannya yang melingkari pergelangan tangan kirinya. "Alin sama Upan masih lama kah? Jam istirahatnya bentar lagi abis." gumamnya.

Blues | [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang