4 bulan setelah kejadian penculikan arisa dan kekacauan di pesta pernikahan diego dan arisa, kini kerajaan telah pulih kembali seperti semula, diego kini statusnya bukan lagi pangeran melainkan seorang raja dan arisa adalah ratunya, kerajaan hidup dengan makmur dan sejatera, namun Theo masih memiliki dendam di hatinya karena kelakuan claire yang menyebabkan semua ini, satu kata yang selalu terbayang dalam benaknya adalah "Claire harus membayar dosanya".
pagi yang cerah tiba, arisa bangun terlebih dahulu sebelum diego, ia membuka gorden dikamar nya, membiarkan cahaya mentari pagi menyinari ruangan nya, cahaya mentari pagi tersebut jatuh ke wajah diego yang masih tertidur pulas.
"sayang ayo bangun, sudah pagi, kamu masih punya banyak pekerjaan bukan pagi ini?" ujar arisa dengan lembut mencoba membangunkan diego yang masih tidur.
"hmmmm... 5 menit lagi" diego hanya menggeliat melentingkan badan nya kemudian lanjut tidur.
"aaaa...ayolah bangun..." arisa berbicara dengan nada manja meminta diego agar segera bangun, kemudian arisa mendekati diego lalu mencium pipinya.
"ayo bangun."
diego hanya tersenyum karena dicium oleh istrinya dan akhirnya memutuskan untuk bangun.
diego segera membersihkan tubuhnya mengenakan pakaian lalu pergi ke ruang makan, disana arisa dan Theo sudah menunggu, lantas diego segera menghampiri mereka berdua kemudian duduk di sebelah arisa.
"Selamat pagi Theo" sapa diego padak Theo
"Pagi juga yang mulia." jawab theo sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.
"ahh..sudah berapa kali aku bilang tidak perlu panggil aku yang mulia panggil saja diego."
perbincangan kecil dan hangat terjadi di meja makan sampai semua pelayan selesai memasak makanan dan menyajikan nya di meja, mereka bertiga melanjutkan kebiasaan baru yang dimana ketika makanan telah selesai di sajikan mereka hanya akan mengambil beberapa makanan yang ingin mereka makan saja ke piring dan menyuruh pelayan untuk segera membersihkan sisanya, sisa makanan yang tidak dimakan itulah yang akan dimakan oleh para pelayan kerajaan, diego selalu memastikan makanan sisanya bersih tak diacak karena ia tahu itulah yang akan para pelayan makan.
"diego setelah ini aku ingin berbicara dengan mu." ujar Theo pada diego di meja makan, diego hanya menatap Theo sesaat dan mengangguk seperti telah mengetahui apa yang hendak dibicarakan.
setelah semuanya selesai dengan sarapan, Theo dan diego secara bersamaan beranjak ke ruang tahkta dan berbincang disana, meninggalkan arisa seorang diri.
"bagaimana perkembangan nya diego?" tanya Theo dengan nada serius
"cukup buruk, bibi mengatakan padaku kalau kini dia sedang di penjara dibawah kerajaan nya sendiri, bersama paman ku, di bilang telah terjadi kudeta oleh anak nya sendiri yaitu claire, dia bisa menulis pesan dan mengantarkan nya kemari karena seorang pelayan nya yang setia menjadi penyusup."
"hah...dasar anak kurang ajar, memang apa motifnya melakukan hal tersebut dan seberapa besar orang-orang yang membantunya?
"motifnya tentu saja kekuasaan, katanya claire merasa pandangan ayahnya terhadap rakyat sangat salah dan bukan begitu caranya memerintah sebuah kerajaan, pada akhirnya ia melakukan aksi nekat ini dan memerintah kerajaan dengan cara yang dia anggap benar."
"aku yakin yang dianggap benar oleh orang itu bukanlah hal yang baik, lalu berapa banyak orang yang membantunya?"
"dua"
"dua puluh?, dua ratus?"
"tidak, hanya dua, itu yang dikatakan oleh bibi, seorang yang misterus yang selalu mengenakan jubah dan satu lagi adalah seorang ahli dalam menggunakan senjata, yang berbahaya adalah yang ahli menggunakan senjata ujarnya karena seluruh penjaga kerajaan berhasil ia taklukan"
wajah Theo berubah dan sangat terkejut mendengar hanya dua orang yang terlibat dalam aksi kudeta tersebut membantu claire, entah siapa dan darimana orang-orang itu, namun mendengar kekuatan nya yang bisa menjatuhkan satu kerajaan sudah bisa dipastikan kalau mereka bukan orang biasa.
"jadi bagaimana keputusan mu?" tanya diego pada theo
"aku tetap pada keputusan awal ku, dia harus mati, sampaikan pesan pada bibi mu relakan anak mu itu karena dia sudah keterlaluan dan akan membayar semua perbuatan yang telah dia perbuat."
"baik" jawab diego dengan singkat, kemudian ia mengambil sebuah kertas dan menulis sesuatu di atas nya, theo berbalik badan dan meninggalkan ruang tahkta.
kemudian setelah itu tanpa basa-basi dan pikir panjang, theo menyiapkan seekor kuda membawa perbekalan dan sebilah pedang, arisa yang melihat hal tersebut lantas penasaran kemanakah kakaknya akan pergi.
"kak, kakak mau kemana? seperti hendak melakukan perjalanan jauh" tanya arisa penasaran pada Theo.
"aku akan pergi selama beberapa hari untuk menemui seseorang." jawab Theo dengan datar pada adiknya
arisa yang tahu kalau seseorang yang dimaksud tho pasti bukan orang yang baik, mengingat theo membawa sebilah pedang bersama nya.
"berjanjilah padaku kau akan kembali." arisa mengangkat jari kelingking nya menginstruksikan theo untuk melakukan janji jari kelingking dengan nya.
"aku janji akan kembali" Theo tersenyum hangat pada arisa kemudian mengaitkan jari kelingking nya pada arisa.
"jari kelingking mengikat janji yang tak boleh diingkari, siapa yang ingkar janji akan dilahap oleh api."
"jari kelingking mengikat janji yang tak boleh diingkari, siapa yang ingkar janji akan dilahap oleh api."
mereka berdua mengatakan kalimat yang sama seraya mengaitkan jari kelingking mereka.
"ahahaha...kapan terakhir kali kita mengucapkan hal itu?" Theo tertawa lembut setelah mengucapkan kalimat jari kelingking bersama arisa, karena mereka biasanya melakukan hal tersebut saat kecil.
"entahlah...tapi kau masih ingat ternyata ya.." jawab arisa dengan lembut.
Theo membeli rambut arisa sebelum ia pergi, dimatanya walaupun kini status arisa adalah seorang ratu dan istri dari diego, arisa tetaplah seorang gadis kecil dimata theo, karena setangguh dan sekuat apapun wanita mereka pasti punya sisi rapuh di hatinya.
Theo menaiki kudanya dan kemudian melambaikan tangan ucapan selamat tinggal pada arisa, arisa melambaikan tangan nya dan tersenyu menatap Theo yang semakin menjauh dari kerajaan, namun ia tidak bisa berbohong pada hatinya, jauh di dalam lubuk hatinya ia merasa sangat khawatir dan takut jika theo kali ini benar-benar tak kembali, namun ia mencoba untuk mengabaikan perasaan itu dan percaya sepenuhnya pada kakaknya karena ia adalah seorang yang sangat kuat.