2024
Junkyu memandang langit sore dari teras kostnya yang terbuka. Junkyu ngga tau harus bersyukur kaya gimana lagi. Dari awal semester sampai menuju semester akhir ini, Junkyu ngga pernah sekalipun pindah dari kost yang dia tempati. Kost dengan segala fasilitasnya yang lebih dari cukup, teman-teman kost yang saling menghargai, dan langit sore yang selalu jadi favorit Junkyu untuk dinikmati saat ia suntuk.
Banyak kenangan yang telah terlewati.
Dari masa mahasiswa baru. Mahasiswa semester 3 yang mulai ditampar dengan kenyataan. Dan sekarang semester 6 yang mulai benar-benar harus menguatkan diri untuk tidak berteman dengan kata 'menyerah'.
Sampai,
"Hai" sapa Junkyu saat melihat motor hitam besar yang berhenti di depan gerbang kostnya.
Watanabe Haruto. 21 tahun.
Teman satu kelasnya sejak semester 1.
Itulah yang teman-temannya tau. Sedangkan,
"Sini, Ruto" Junkyu mengulurkan tangannya untuk menyambut Haruto untuk duduk disebelahnya. Di kursi kayu jati yang tersedia di sepanjang teras.
Yang biasanya menjadi tempat keduanya melepas rindu dan bercerita mengenai banyak hal hingga waktu selalu diabaikan.
Haruto menatap Junkyu sekilas sebelum menerima uluran tangan Junkyu dan duduk disebelahnya.
"Kamu apa kabar? Hampir dua bulan aku ngga ngeliat kamu dari deket" Junkyu tersenyum tipis dan mengelus lengan Haruto,
Haruto hanya diam. Tapi Junkyu tau seberapa banyak masalah yang ngebuat Haruto se-stress ini.
"Jadi apa yang mau kamu omongin?" tanya Junkyu karena Haruto masih terus diam. Dengan mata yang entah mengapa ngebuat Junkyu ingin mengusapnya untuk sekedar beristirahat sejenak.
Junkyu menyampingkan posisi duduknya. Membuat tubuhnya benar-benar tertuju pada Haruto. Junkyu kemudian beralih menggenggam tangan Haruto yang entah kenapa selalu hangat. Sejak dulu hingga sekarang.
"Haruto" panggil Junkyu lembut. Dan barulah Haruto mau menatap Junkyu.
Junkyu tersenyum tipis, "Kamu mau kita selesai?"
Selesai? Apa?
Selesai. Hubungannya. Junkyu dan Haruto.
Karena mereka bukan sekedar teman seperti yang lainnya tau.
2023, sejak saat itu mereka bersama. Namun,
"Aku ngga tau" balas Haruto.
Junkyu menatap Haruto dengan dalam. Mata Haruto benar-benar menyiratkan banyak emosi yang sama sekali ngga bisa Junkyu tembus.
"Kalau aku tanya, apa yang kamu rasain sekarang? Apa yang kamu mau? Kamu bisa jelasin ke aku?"
"Apapun itu. Sekalipun kasarnya kamu bosen sama hubungan kita. Kamu bisa jujur ke aku, apapun itu"
Haruto natap Junkyu dan menggeleng, "Aku ngga tau. Rasanya aneh"
"Kalau kamu tanya apa yang aku rasain tentang kamu. Jawabanku masih sama. Aku sayang kamu, aku cinta kamu dan aku bersyukur punya kamu" kata Haruto dengan suara lirih dan lembutnya.
Sebenarnya ini. Ini yang ngebuat Junkyu masih terus mau bertahan sama Haruto.
Disaat keluarga Junkyu selalu berkata kasar dan keras, Haruto-lah yang selalu berkata lembut. Junkyu merasa dihargai. Sangat.
"Terus kamu maunya kita gimana?"
Haruto lagi-lagi menggeleng.
Junkyu menghela nafas. Kemudian menggeser duduknya, menjadi menempel pada Haruto dan menyandarkan kepalanya pada bahu Haruto.
"Kamu liat langit itu? Yang luasnya ngga pernah kita tau seluas apa?" tanya Junkyu.
Haruto mengangguk. Ia membalas genggaman tangan Junkyu yang ngebuat Junkyu kembali tersenyum.
"Masalah yang kita hadapin sekarang itu ngga ada apa-apanya sama langit itu. Jadi apapun yang bikin kamu kaya gini, aku minta jangan nyerah ya"
"Tapi Ruto, kamu yang lebih kenal sama diri kamu sendiri. Sekalipun aku minta kamu stay, tapi kalau kamu ngga mau. Aku ngga maksa"
"Aku menghargai apapun yang kamu mau, Haruto"
Kemudian Junkyu mengeratkan genggaman tangannya, "Tapi sebelum itu, aku pengin ngomong beberapa hal"
"Dengerin ya, Ruto"
Dan Junkyu merasakan kepala Haruto yang menempel pada puncak kepala Junkyu.
"Iya, sayang. Aku dengerin"
Junkyu menghela nafas, sedikit menghalau emosinya yang sepertinya akan membuncah "Kamu tau, dengan kamu yang tiba-tiba ngilang-ngilang selama hampir dua bulan ini ngebuat aku bingung"
"Dengan kamu yang bisa ketawa sama temen-temenmu selama hampir dua bulan ini sedangkan buat ngobrol sama aku 5 menit aja kamu ngga bisa. Itu ngebuat aku sakit"
"Dengan kamu yang tiap harinya keliatan biasa aja dikelas. Sedangkan aku sekarat ngejalanin hari-hariku tanpa kamu. Itu ngebuat aku benar-benar kaya di neraka, Ruto"
"Jadi aku minta apa yang kamu mau buat hubungan kita sekarang?"
"Selesai? Atau bertahan?"
Note : I don't know why I write this fucking story. This story about me and my boyfie in real life. Aku cuma pengin ngeluapin perasaanku yang ngga pernah bisa aku bagi ke siapapun.
Setidaknya aku dan kalian tidak mengenal satu sama lain ngebuat aku berani. So, see you!