Selama 3 hari Junkyu seolah terus-terusan mencoba untuk ngga mati di dalam keluarganya sendiri.
"Bun, besok aku berangkat. Boleh masakin buat aku bawa ke kost?" tanya Junkyu yang ngeliat bunda-nya masak di dapur. Yaiya, mau dimana lagi?
"Ngapain? Minta aja sama mamahmu itu. Repot banget minta masakin bunda" neneknya datang dari ruang tengah dan naruh beberapa piring kotor dan wastafel.
Keluarga bapak sama mamahnya emang ngga akur. Ego keduanya cukup gede.
"Ya kan masakan bunda enak, Nek" balas Junkyu masih dengan suara cerianya. Ini masih pagi dan Junkyu sama sekali ngga mau merusak suasana.
"Iya sekarang inget. Kemaren-kemaren kemana? Kamu tuh ke bapak sama bundamu kalau lagi butuh aja"
Gara-gara satu bulan yang lalu, Junkyu nginep satu minggu dirumah mamahnya tanpa bilang ke keluarga bapaknya. Ngebuat rasa cemburu dari keluarga bapaknya langsung naik.
Kadang Junkyu mikir, apa yang mereka takutkan? Junkyu udah sadar diri kalau di masa depan dia bakal bertanggungjawab sama keluarganya.
Junkyu cuma diam. Mood dia udah jelek. Cowok itu milih balik ke kamar.
. . . . .
Esoknya,
"Bun, ini duitnya buat berapa hari?" tanya Junkyu saat menerima uang saku.
Bunda memberikan bekal buat Junkyu, "Dua minggu dulu ya, nak. Nanti sisanya bapak transfer"
Jujur, untuk bunda. Junkyu ngga bisa menilai apapun. Bunda-nya itu baik. Sosok ibu yang baik. Tapi kenapa semenjak bapaknya menikah sama bunda, Junkyu jadi kekurangan dalam semua hal?
Tapi yaudah. Haruskah Junkyu terus mikirin itu? Capek juga.
. . . . .
Beberapa hari kemudian.
Junkyu memegang kepalanya erat. Setelah perjalanan jauh dari rumah buat balik ke kostnya cukup nguras tenaganya.
Beban mental dirumah selalu seberat itu. Ditambah,
Junkyu menghela nafas berat. Ngga ada pesan satupun yang masuk dari Haruto.
Bahkan setelah beberapa hari. Keduanya putus komunikasi.
Junkyu akhirnya milih buat nge-reach Haruto lebih dulu dengan minta ketemuan buat sore nanti.
Sampai sorenya,
Junkyu melemaskan lehernya yang dirasa kencang.
"Hei"
Junkyu menoleh. Itu Haruto. Yang datang setelah 30 menit Junkyu menunggu ditaman yang agak jauh dari kostnya.
Taman yang biasa mereka datangi untuk sekedar melepas lelah dan berbagi cerita.
Junkyu hanya mengangguk dan menepuk bangku disebelahnya.
"Dari mana?" tanya Junkyu. Jelas Junkyu ngga tau darimana Haruto.
Haruto udah mulai jarang ngabarin situasi dan kondisi Haruto ke Junkyu.
Ngebuat Junkyu...
Ngga tau apapun tentang kehidupan Haruto beberapa bulan belakangan ini.
"Jadi, bisa kamu jelasin apapun yang terjadi sama kamu beberapa bulan terakhir ini?" kata Junkyu. To the point.
Bukankah beberapa bulan ini diamnya Junkyu udah cukup?
Ngebiarin alur yang diatur Haruto tanpa mengeluh meskipun batin Junkyu terus-terusan disiksa?
Haruto tampak menghela nafas berat. Tanpa waktu lebih lama, Haruto mengeluarkan rokoknya.
Merokok diawal bertemu?
Hal itu ngga luput dari pandangan Junkyu.
"Jujur aku ngga tau lagi kenapa, yang" kalimat pembuka dari Haruto.
Junkyu diam mendengarkan tanpa repot menoleh dan menatap Haruto.
Emosinya sudah tidak stabil karena keluarganya.
"Aku sayang sama kamu. Aku cinta sama kamu. Banget, yang. Banget"
Hening untuk sesaat.
"Tapi aku ngga tau kenapa aku sekarang ngga excited sama hubungan kita"
Hah?
Junkyu masih mengunci mulutnya.
"Aku bisa bener-bener lepas dan ngerasa ngga punya beban kalau ngga ngabarin kamu"
"Tapi nanti bakal merasa aneh lagi kalau ngga ngabarin kamu"
"Aku ngga tau kenapa, yang"
Junkyu mendongakan kepalanya. Menatap langit sore yang terhalang dengan rindangnya pohon.
Junkyu menangis?
Tidak.
Junkyu menghela nafas berat.
"Oh, kamu bosen sama hubungan kita?" tanya Junkyu.
Haruto mengendikan bahunya, "Aku ngga tau, sayang"
Sedari awal, Junkyu sama sekali ngga mau menatap Haruto. Berbeda dengan Haruto yang selalu setia menatap Junkyu.
Meskipun dengan keadaan Haruto keliatan stress berat. Junkyu tau itu.
Karena Junkyu jauh lebih mengenal Haruto dibanding dirinya sendiri.
Tapi, apa Haruto sebenarnya mengenal Junkyu?
"Aku harus gimana? Aku bakal ngikutin baiknya menurutmu" kata Haruto memecah lamunan Junkyu yang sibuk dengan pikirannya.
Barulah Junkyu menoleh. Untuk pertama kalinya.
Ahhh, sudah berapa lama Junkyu ngga ngeliat Haruto dalam jarak sedekat ini?
Sudah berapa lama Junkyu tidak berada diposisi sebagai pacar Haruto tanpa repot dengan title 'backstreet' mereka?
"Ngga ada yang baik. Semua udah kacau dan susah buat diperbaiki" kata Junkyu.
Haruto terdiam. Junkyu tau, Haruto juga bingung disituasi saat ini.
Junkyu? Jauh lebih hilang arah.
Junkyu ngga tau dimana letak salahnya. Dimana letak sumbu yang harus Junkyu matikan.
"Aku kasih kamu waktu satu bulan. Pikirin apa yang ngebuat kamu bingung"
"Pikirin apa yang kamu mau"
"Jangan bawa hubungan kita ke persimpangan tanpa arah" kata Junkyu.
Jujur dia udah muak. Muak sama semuanya.
Keluarganya yang memperlakukan Junkyu sesuka hati mereka. Haruto yang menghilang.
Junkyu yang tidak memiliki teman.
Jujur, pernahkah kalian merasa sendiri?
Tanpa siapapun?
Yang bahkan untuk sekedar ingin makan siang bersama, Junkyu tidak punya pikiran siapa orang yang bisa menemaninya.
Karena pada semester ini, Junkyu benar-benar tidak memiliki siapapun.
Junkyu yang memang datang dengan membawa motornya sendiri memilih bangkit.
Dan tanpa banyak bicara Junkyu milih buat pergi. Daripada dia yang bakal hilang kontrol.
Tapi sebelum benar-benar ninggalin Haruto,
Junkyu menoleh. Mengamati wajah Haruto yang diam-diam Junkyu rindukan.
"Kamu cuma kurang bersyukur, Haruto"
"Aku dan semua kenangan kita. Kamu kurang bersyukur"