Prolog

666 77 18
                                    

"Jie Ge, jika hujan sudah reda, kau pulang duluan saja ya, biar aku yang tutup tokonya..."

Seorang pemuda rupawan bersurai hitam legam berdiri di balik mesin kasir. Bibirnya merah mudanya bergerak-gerak saat ia menghitung uang, membuat tahi lalat di bawah bibirnya juga bergerak seolah menari.

"Yosh! Thanks, Laoban!" seru seorang pria dengan durag di kepalanya. Pria itu dengan cepat melesat ke ruang loker pekerja kemudian menghadap bosnya sambil tersenyum lebar.

"Laoban, aku pulang duluan!" ujarnya berpamitan.

"Jangan lupa bawa roti kesukaan Ibumu, Jie Ge..."

"Ah, benar! Laoban, 520!"

Pemuda yang di panggil Laoban itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat tingkah salah satu karyawannya yang kini sudah melesat pulang.

Jie Ge atau Xiao Jie adalah salah satu karyawannya yang loyal. Pria plontos itu pertama kali datang ketika ia baru saja mendirikan toko rotinya sendirian. Dengan gaya berpakaian layaknya anak buah gangster, bertanya padanya tentang lowongan kerja.

"Apa di sini membutuhkan karyawan?"

Ia yang saat itu memang membutuhkan karyawan hanya bisa tersenyum kecut. Agak takut untuk menolak pria yang kala itu terlihat menyeramkan. Siapa sangka ternyata pria plontos itu seorang Patissier yang bertalenta? Hanya saja kadang ceroboh dan pelupa. Sekarang justru pria itu terlihat seperti pelawak di matanya.

Drrrrrr!! Drrrrrr! Drrrrrr!

"Halo, Lulu-Jie?"

["A-Zhan, apa kau sudah makan malam?"]

"Um, sudah Jie. Ada apa?"

["Benarkah? Bagus kalau begitu. Ah, aku menelpon karena ingin bertanya apa kau benar tidak mau datang ke pernikahan Wang Dalu?"]

"Jie, aku tidak mau buang waktuku. Aku masih sangat sibuk mengurus tokoku..."

["Aiyoo, baiklah kalau begitu. Aku hanya memastikan saja. Kalau kau berubah pikiran, sebaiknya ajak  Weilong."]

"Jie, Aku tidak akan berubah pikiran. Dan aku kan sudah bilang, aku tidak tertarik dengan Weilong."

["Oke, oke, kalau begitu. Jangan lupa jaga kesehatan dan makan tepat waktu. Kunjungi Jiejie-mu ini jika sudah tidak sibuk."]

"Ya, Jie. Selamat malam."

Tut.

Memanyunkan bibirnya setelah menutup panggilan, ia bergerutu, "Sudah berapa kali kubilang, masih saja berpikir aku dan Weilong punya potensial..."

Pemuda itu menatap langit yang semakin gelap lalu bergegas merapikan tokonya. Setelah memastikan semuanya, pemilik toko itu mengunci pintu tokonya dan berjalan ke samping toko di mana ada tangga yang menjadi akses menuju rumah mungilnya di rooftop toko.
Pemuda yang sebenarnya  seorang desainer itu  sengaja membeli bangunan tua yang dijual dengan harga murah karena berada di lokasi yang kurang strategis. Lalu ia membangunnya kembali dan menjadikannya sebagai toko sekaligus rumah. Sekalipun berdiri di lokasi yang tidak begitu strategis, Xiao Zhan yakin dengan kemampuannya ia bisa membuat tokonya tetap dikenal. Tentu saja itu benar, baru enam bulan saja Xiao Zhan sudah balik modal dan kini menikmati keuntungan dari tokonya yang laris manis. Seorang influencer dengan banyak pengikut di Douyin meliput toko rotinya dan memberikan review yang bagus hingga toko rotinya viral. Tentu saja itu juga didukung oleh wajah rupawannya yang menarik perhatian.
Kini ia sudah memiliki banyak pelanggan tetap dan berniat untuk menambah karyawan agar ia tidak perlu terus-terusan bekerja. Tentu saja ia senang membuat roti dan pastry, tapi ia juga ingin merasakan rasanya menjadi bos sepenuhnya. Bukannya malah sibuk bekerja lembur seperti sekarang dan tidak bisa berleha-leha di rumahnya.
Ngomong-ngomong soal rumah, karena rumah adalah tempat dimana dia harus merasa aman dan nyaman tanpa gangguan siapapun atau apapun, tentu saja ia tidak mau jika rumahnya menyatu dengan toko, jadi pemuda introvert itu mendesain rumah minimalis yang berada di atas tokonya. Dengan begitu, ia tidak perlu khawatir akan terganggu karena tidak ada yang memiliki akses ke rooftop selain dirinya dan juga ia tidak perlu takut kesulitan memantau tokonya. Sangat efisien, 'kan?

Panther in My House [ YiZhan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang