CHAPTER 1

491 39 1
                                    

Happy reading^^

.

.

Di ruang meeting yang megah, Becky Rebecca Patricia Armstrong, seorang wanita muda yang tangguh dan profesional, tengah memimpin rapat dengan rekan-rekan bisnisnya. Dengan sikap tegas dan penuh kepercayaan diri, dia membimbing diskusi dengan lancar dan efisien. Mata yang penuh perhatian dan wajah yang serius mencerminkan dedikasinya terhadap pekerjaannya.

Setelah rapat selesai, Becky melangkah keluar dari ruang meeting menuju ruangannya sendiri di lantai atas gedung perusahaan Armstrong. Langkahnya teguh, namun pikirannya melayang ke masa lalu yang suram, terutama ketika dia memikirkan kakaknya yang telah meninggal, Belia. Kenangan tentang kakaknya selalu membawa perasaan campuran antara duka dan kerinduan yang mendalam.

Ketika dia tiba di ruangannya yang elegan, Becky duduk di kursi kulit empuk di depan meja kerjanya. Dia menghela nafas dalam-dalam, membiarkan dirinya tenggelam dalam pikirannya. Di luar jendela, pemandangan perkotaan yang sibuk terlihat jelas, tetapi pikirannya tetap terpaku pada kenangan yang memilukan.

"Kakak..." gumamnya pelan, suaranya penuh dengan keheningan yang menusuk.

Tiba-tiba, ponselnya berdering, membuyarkan lamunannya. Becky segera mengambilnya, dan nama "Irin" terpampang di layar. Dengan cepat, dia menjawab panggilan tersebut.

"Halo, Irin," sapanya dengan suara yang agak serak.

"Hai, Becky. Gimana rapatnya?" tanya Irin dari seberang sambungan.

Becky menghela nafas. "Seperti biasa, lancar. Tapi, kamu tahu, Irin... Kadang-kadang, aku capek banget, aku selalu aja ngebayangin P'Belia," ungkapnya dengan jujur.

Irin merespons dengan lembut, "Aku tahu, Becky. Mungkin kamu butuh istirahat sejenak. Gimana kalau kamu pergi ke Thailand?"

"Thailand?" Becky terkejut dengan saran Irin.

"Iya, sekalian datang ke kampus aku, kampus aku ini kan tempat P'Belia kuliah dulu, mungkin melihat langsung kampus kakakmu kamu bakal lebih tenang dan kamu akan lebih bersemangat bekerja. Plus, aku yakin kakakmu akan senang melihatmu bersemangat seperti dulu lagi," jelas Irin dengan ramah.

Becky merenung sejenak. Melihat langsung kampus di Thailand, tempat kakaknya pernah belajar, mungkin bisa memberinya kedamaian pikiran yang dia cari.

"Aku akan memikirkannya, Irin. Makasih sarannya," ucap Becky, mengakhiri pembicaraan mereka.

Setelah menutup teleponnya, Becky kembali terduduk di kursinya, memikirkan saran Irin. Mungkin memang saatnya baginya untuk mengambil sedikit waktu untuk dirinya sendiri, untuk menghormati kenangan kakaknya dan menemukan kembali semangat yang hilang.

Becky mengambil tasnya dengan langkah yang teguh, keluar dari ruangannya, dan menuju parkiran. Dia merasa perlu untuk pulang dan menghilangkan pikirannya yang kusut tentang kakaknya. Begitu sampai di mobilnya, dia menyalakan mesin dan memacu mobilnya keluar dari tempat parkir.

Setelah beberapa menit berkendara, dia tiba di Mansionnya. Disambut hangat oleh pelayan-pelayannya, dia melangkah masuk ke dalam living room dimana ayahnya sedang bersantai.

"Selamat datang, Becky. Gimana hari ini?" sapa ayahnya dengan ramah.

"Seperti biasa, Ayah. Semuanya baik-baik saja," jawab Becky dengan senyum. Dia mendekati ayahnya.

"Syukurlah. Yasudah, istirahatlah," ucap ayahnya.

"Baik, Ayah," jawab Becky sambil berjalan menjauh.

Namun, sebelum dia bisa melanjutkan langkahnya, ia terhenti. Ingatannya tentang saran Irin terpanggil kembali, membuatnya berbalik kembali ke arah ayahnya.

Forgiveness in Love (Freenbecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang