Tarian Rintik Hujan

5 3 0
                                    

Menanti sebuah kebahagiaan dalam sepanjang kehidupan itu tidak lah mudah, karena banyak hal sulit yang akan kamu temui.

***

Pagi baru saja dimulai. Kokokan ayam pun mulai menyambut kedatangan sang fajar. Sebagian rumah akan menyambut pagi dengan segala bentuk kebahagiaan. Ada yang memasak untuk keluarga, ada yang menyirami tanaman dengan bahagia dan hal lainnya. Namun, lain halnya dengan keadaan rumah Kirana yang ramai akan suara dari Rian.

Rian membuang sepiring makanan yang sudah Ratih buatkan untuknya ke lantai. Suara pecahan piring menggema di ruangan itu. "Saya gak mau makan ini!"

Rian bangkit dari kursi. Sementara itu Kirana dan Rio berasa di dalam kamar, ia menjaga Rio agar tetap di dalam dan tidak melihat hal yang tidak boleh ia lihat. Rio mengerjapkan matanya terbangun. "Kak? Kenapa Ayah marah-marah?" tanya Rio yang duduk di pinggir ranjang.

"Eh, kamu bangun? Ngga kok, Ayah gak marah. " jawab Kirana. Mata Rio terlihat masih mengantuk. "Hem, Rio masih ngantuk? Rio tidur lagi aja ya?"

Rio langsung mengubah posisi tidurnya dengan memeluk sebuah guling yang ada di samping kirinya. Suara keributan itu masih terdengar. Hingga akhirnya Kirana mengintip dari balik pintu kamar, ia melihat pertengkaran Ayah Ibunya.

Pertengkaran itu mulai mereda saat Ayahnya pergi meninggalkan rumah dengan membawa amarahnya. Disaat itu juga Kirana menghampiri Ibunya yang sedang memungut pecahan-pecahan piring dan sisa makanan di lantai.

Rasa sedih sudah pasti ada, terlebih melihat Ibunya diperlakukan seperti itu. Bertahun-tahun dirinya dan Ratih bertahan hidup bersama laki-laki kasar seperti Rian. Kirana tidak pernah menyangka bahwa Rian akan menjadi pribadi yang kasar setelah menikah dengan Ibunya. Sejak pertama kali Ibunya memperkenalkan Rian dengannya, Rian adalah laki-laki baik yang ia kenal dan saat itu usianya masih kecil. Ia hanya tau Rian itu baik.

***

Waktunya untuk menuju SMA Nusa Merdeka. Hari ini Kirana berangkat seorang diri ke sekolah, tidak seperti biasanya yang selalu bersama Bisma. Entah kemana dia.

Dari arah yang berbeda Gista datang menghampiri. "Lo dateng sendiri Na?"
"Bisma mana? Biasanya bareng,"

"Gue gak tau dia kemana." jawab Kirana. "Ya udah masuk yuk!" ajaknya.
Jam pelajaran dimulai, hari ini Bisma tidak masuk. Bukan karena urusan sekolah ia tidak masuk entah apa yang membuatnya menghilang tanpa adanya kabar. Sekedar surat izin ataupun surat sakit pun tidak ada yang menyampaikan kepada guru.

Sepi, itu yang Kirana rasakan hari ini.

Di kantin mereka bertiga bersama menikmati suasana kantin yang ramai akan murid-murid yang mulai kelaparan setelah bertempur dengan berbagai macam ilmu pengetahuan.
Satu suap mie goreng masuk ke dalam mulut Lia yang sedang menikmati mie goreng buatan bu kantin, Gista yang masih mengantre pesanannya sambil berdesakan dengan murid lainnya. Kirana menikmati bekal yang ia bawa sendiri dari rumahnya. Namun, pandangannya menuju pada ponselnya yang ada di meja sementara pikirannya berasa di tempat lain.

Lia sudah memperhatikan gerak-gerik Kirana dari tadi. "Chat aja!"
Kirana menatap Lia, "Tanyain kabarnya, daripada lo gelisah mulu."

"Kabar siapa?"

"Bisma lah. Sapa lagi?"

"Enggak!"

Lia menyeruput segelas es cappucino, lalu celingak-celinguk melihat sekitar. "Gue boleh tanya sama lo?" Raut wajah Lia sangat serius. "Lo mulai jatuh hati sama Bisma ya?"

"Hah? Gak. Sama sekali enggak kok!" jawab Kirana dengan sangat yakin.

"Kalo iya juga ga papa. Tapi lo kayaknya harus bersaing sama Gista sih,"

RINTIK ILALANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang