2. Canggung

240 23 9
                                    

"Apakah ini hari sialku?" batin Solar sembari menyipitkan matanya seakan menatap tajam ke orang itu. "Kau masih berjaga di sini?"

"Ini tempat bersantaiku" balas orang itu dengan santainya. "Aku juga sering belajar di sini"

"Kau menyembunyikan sesuatu di lantai bawah tanah, ya kan?"

Orang itu menundukkan topinya ke bawah, "Aku tidak menyembunyikan apa pun".

"Kalau begitu biarkan aku masuk ke sana"

"Tidak bisa, kau akan melanggar peraturan kampus ini"

Solar mulai jengkel. "Aku tahu dia menyembunyikan sesuatu di sana. Sudah jelas dia melanggar peraturan dengan memasuki area lantai bawah tanah, tapi dia berani menegurku untuk tidak memasukinya karena akan melanggar peraturan?! Yang benar saja!"

"Tapi aku memperbolehkan mu untuk duduk di sini"

Solar tertegun, "Oh? Aku boleh duduk di sana?".

Orang itu mengangguk. "Kurasa kau bukan tipe orang yang suka melanggar peraturan"

"Memangnya kau siapa, berlagak seperti penjaga lorong sekolah?" ucap Solar dengan nada menyindir. Ia mendekati orang itu, lalu duduk di sebelah orang itu dengan jarak yang cukup jauh.

"Omong-omong, namamu siapa?" Orang itu melirik ke Solar.

"Solar. Kamu?"

"Halilintar"

"Pfft-"

"Apa yang lucu?"

Solar menggeleng, "Tidak ada apa-apa". Menurutnya, nama "Halilintar" itu kekanakan. "Jadi...kau biasanya ngapain di sini?"

"Hah?"

"Maksudku, apakah kau sering bermain game di sini? Atau lebih suka membaca buku?..."

"Oh, aku lebih sering mengerjakan tugas kuliah"

"Ooh, ok"

...

Selama lima menit itu, mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mereka terlalu fokus dengan dunianya sendiri. Solar fokus dengan bukunya, Halilintar fokus dengan laptopnya. Yah, jarak duduk mereka masih sama, berjauhan. Badai masih berlangsung dan Solar mulai kelelahan menerangi bukunya dengan flash ponsel, sejak tadi ia memegang ponselnya dan mengarahkannya ke buku. Meski begitu, hasrat gilanya dalam membaca tidak dapat dikalahkan dengan rasa lelahnya.

Halilintar juga sama halnya dengan Solar, namun berbeda kegiatan. Penglihatannya mulai kabur, kantung mata terbentuk tepat di bawah matanya dan tubuhnya mulai pegal karena mempertahankan posisi bungkuk. Namun, Halilintar memprioritaskan tugasnya. Jika ia sudah selesai mengerjakan semua tugasnya, ia boleh bersantai, begitulah prinsip hidupnya.

Dua maniak belajar dengan tentramnya suasana di tangga penghubung lantai bawah. Cahaya hanya bersumber dari flash ponsel dan layar laptop. Kalian boleh menyebut mereka gila, namun mereka merasa candu akan kegiatannya itu.

Beberapa menit berlalu, dan Halilintar menunjukkan gerak-gerik menutup laptopnya. Ia memasukkannya ke dalam tas, setelah itu ia memainkan ponselnya. Solar melirik sekilas ke Halilintar.

Sempat tertahan, namun akhirnya Solar bertanya. "Sudah selesai mengerjakan tugas?"

Untuk sesaat, Solar menyesali perbuatannya itu. Kenapa ia memutuskan untuk menanyakan pertanyaan basa-basi itu seakan-akan ia adalah istri yang sedang menanyakan keadaan suaminya setelah pulang kantor? Kesannya seperti: "Sayang, sudah pulang?"-dan itu pun pertanyaan yang tidak masuk akal! Tentu saja ia sudah pulang dari kantor, pertanyaan bodoh.

"Sudah" balas Halilintar dengan singkat, padat, dan jelas.

"..."

Solar makin menggila sendiri. Kecanggungan saat ini sangat menggelitik dirinya. "Setidaknya tanya keadaanku kek? Maksudku, jangan matikan topik pembicaraannga begitu saja! Dasar manusia sok keren ini" batin Solar dengan gigi yang sibuk menggigit ujung kuku di ibu jarinya.

Sebenarnya, tidak ada gunanya Solar merasa canggung. Sebaiknya dia fokus ke bukunya lagi daripada mengurusi orang dingin itu. Solar pun mulai mengabaikan keberadaan Halilintar.

***

Langit semakin mendung dan semakin gelap. Lampu-lampu di dalam gedung kampus dimatikan beberapa, termasuk lampu di dekat tangga penghubung lantai bawah tanah. Solar dan Halilintar pun setuju untuk segera kembali ke kos masing-masing. Mereka berjalan searah (tentunya mereka tidak berbincang basa-basi selama perjalanan) dan terpisah saat jalan terbagi dua cabang. Solar berjalan lurus ke halte bus, dan Halilintar menuju ke tempat parkir kendaraan.

Sebenarnya Solar memiliki sepeda yang sedang diparkirkan di area parkir kendaraan mahasiswa, namun ia tak mau pulang ke kos dengan bersepeda sambil hujan-hujanan. Ia malas menjemur pakaiannya. Untung parkiran kendaraan memiliki atap, jadi Solar tak perlu khawatir jika hujan akan membasahi sepedanya.

"Tidak ada salahnya menunggu di sini sampai hujannya mereda" batin Solar sembari duduk di kursi yang tersedia di halte. Ia menoleh ke kanan, dan mendapati dua orang pacaran sedang bermesraan di depan matanya. "Apa coba", kesalnya dalam hati.

Tidak sampai sepuluh menit, hujan sudah mereda. Rintik hujan masih terlihat, namun tipis dan sedikit yang berjatuhan. Busnya masih belum datang dan hujan sudah reda, Solar berniat untuk pulang ke kos dengan sepedanya saja. Apalagi dua orang bucin di sebelahnya ini makin menggila dengan panggilan sayang dan cintanya, Solar tak mau menyaksikan mereka saling cipokan dan kokop-kokopan.

Saat Solar hendak bangkit dari tempat duduk halte, tiba-tiba ia mendengar suara knalpot motor yang semakin keras dan berhenti di depan halte. Kepala yang awalnya menunduk ke bawah, Solar naikkan.

"Mau nebeng?"

***

TBC

STAIRS | Halilintar x Solar Fanfiction | Boboiboy GalaxyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang