ii - sakit

1.2K 176 5
                                    

Park Jong Gun, seseorang dengan rambut hitam klimis dan mata berwarna gulita dengan bola mata putih tak kunjung berhenti memperhatikan paras rekan sepantarannya.

Lidah Jong Gun siap bergerak menuangkan pertanyaan mengapa wajah si pirang tampak begitu lesu dan tanpa tenaga. Jun Goo menghentikannya dengan cepat, mengatakan bahwa dirinya hanya kurang tidur karena beberapa masalah. Jong Gun menaikkan satu alis ragu, tapi kemudian ia hanya diam dan menutup mulut untuk menunggu kedatangan yang lainnya.

Sejumlah orang masuk dan mengisi kekosongan kamar sewa Choi Dong Soo. Udara berubah sesak dan pengap, terlalu banyak badan manusia yang masuk dalam satu tempat sempit secara bersamaan.

"Goo, apa yang terjadi denganmu?"

Ia menggeleng, terdiam berusaha mencari alasan sebelum menjawab, "masalah keluarga."

"Jun Goo cengeng juga ya~."

Ia hanya tersenyum letih menanggapi ejekan Lee Dogyu. Memang benar, matanya sembab selepas menangisi ketidakmampuannya sebagai seorang ayah. "Bapak bisa diam tidak?"

"Marah nih~ Goo Goo marah nih~."

Jun Goo paham bahwa mengabulkan amarahnya tidak akan merubah apapun. Lagipula, tubuhnya tidak siap tempur, apalagi jika untuk bersanding dengan si Petarung Genius, entahlah. Tangannya terlalu sakit dan kepalanya masih ia perban akibat kejadian malam lalu.

"Baiklah, kurasa semua sudah berkumpul. Kita mulai sekarang saja."

•••

"Papa pulang," bisiknya.

Pintu rumah sewa yang kecil ia buka secara perlahan. Begitupun saat menutup, Jun Goo melakukannya lembut. Ia berjinjit mendekati anaknya yang tertidur lelap. Tapi, ia berhenti di wastafel untuk membasuh tangan.

"Wah, kamu perhatian banget ya. Tumben gak nangis, padahal ini pertama kalinya Papa tinggal." Ia mencubit pipi (Name) yang gembil. "Kamu tidak kangen Papa?"

Wajah bayi (Name) mulai mengerut awas. Menunjukkan bahwa ia hanya berusaha tertidur dan Jun Goo benar-benar membuatnya terganggu. Aduh sial, sepertinya ia tidak pernah meminta untuk punya ayah seperti Jun Goo.

'Lucu banget sih anakku. Kalo sudah besar besok kamu gak usah nikah ya, tinggal saja sama Papa.'

Tanpa memikirkan untuk ganti baju, Jun Goo berbaring tepat di sebelah (Name). Ia melepaskan jarinya untuk digenggam oleh si buah hati dan seraya menikmati raut anaknya, pikirannya tenggelam dalam beberapa hal.

Pertama, ia tidak bisa mengulangi kesalahan fatal yang sama dengan meninggalkan bayi berusia dua minggu seperti (Name) sendirian di kamar sewa walau hanya sebentar--mohon jangan ditiru--, ia membutuhkan pengasuh. Kedua, ia masih harus memikirkan imunisasi (Name) dan beberapa perlengkapan dan kebutuhan kesehatannya. Ketiga, sampai kapan ia akan dan bisa menyembunyikan keberadaan (Name) dari Choi Dong Soo dan kawan-kawan?

Dan yang paling terakhir ...

... kapan ia bisa mengajak (Name) untuk berjalan-jalan menikmati dunia luar?!

"Duhhh, kamu masih dua minggu ya. Kalau kata gugel sih harus nunggu satu atau dua minggu lagi," sungutnya. Ia memperhatikan kepulasan anaknya saat terlelap.

Deru napas lembut hampir tidak terdengar. Dada mungilnya naik turun lambat-lambat. Sesekali mulutnya terbuka dan tertutup, entah apa yang ia mimpikan? Eh tunggu, usia berapa bayi bisa mimpi? Jun Goo akan cari tahu nanti lewat Googlen.

Ia berdiri sejenak melepas kacamata dan kembali berbaring di sebelah (Name). Merenung. "HIHHH, KAMU GILIRAN SIANG PULES BANGET KAYAK BAYI TEWAS. GILIRAN MALEM BARU JERIT-JERIT NANGES, DASAR BOKEM SIALAN!" Jun Goo yang gemas merangkak dan menggigit pipi (Name).

𝐏𝐀𝐏𝐀 ; kim jun gooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang