*25*

126 11 0
                                    


Pagi itu, di antara keheningan pemakaman umum yang masih lengang, sosok berjubah hitam itu bergerak perlahan, seakan berusaha menyembunyikan identitasnya dari dunia.

Dengan langkah tergesa, ia menyusuri deretan nisan, menuju ke area pemakaman yang terletak di bagian bawah kompleks.

Di sana, di depan sebuah makam yang tampak masih dipenuhi bunga-bunga segar, seorang pria tampak terpekur, bahunya bergetar menahan tangis. Sosok berjubah hitam itu mendekat, memecah keheningan dengan suara lembut.

"Permisi, Mas."

Pria itu tersentak, cepat-cepat menyeka air mata yang membasahi pipinya. Dengan gerakan gugup, ia beranjak, seakan hendak melarikan diri.

"Eh, iya, Mas. Maaf, ternyata salah makam," ujarnya terbata-bata.
Namun, panggilan sosok berjubah hitam itu menghentikan langkahnya.

"Mas, kenal dengan kakak saya?" tanya sosok itu, nada suaranya penuh harap.

Pria itu menggeleng cepat, berusaha menyembunyikan kegugupannya.

"Tidak, Mas. Saya hanya penjaga kuburan di sini," jawabnya, suaranya bergetar.

Namun, sosok berjubah hitam itu tidak terbujuk. Dengan lembut, ia memegang bahu pria itu, memaksa kontak mata.

"Tolong, jawab jujur. Apa seorang penjaga kuburan menangisi makam kakak saya?" tuntutnya, mata tajam menatap lurus.

Pria itu tak kuasa menahan ketakutannya. Dengan gemetar, ia berlutut, memohon ampun.

"Maaf, Mas. Sebenarnya, ini makam istri saya. Tolong, jangan laporkan saya ke polisi. Saya menyesal," ratapnya, air mata kembali mengalir di pipinya.

Sosok berjubah hitam itu terdiam sejenak, menimbang-nimbang. Kemudian, dengan suara tenang, ia berkata, dengan menunjukkan sebuah foto pas kecil seperti di kartu identitas Casandra.

"Saya tidak akan melaporkan, tapi ceritakan semuanya. Apa ini benar-benar makam Casandra?"
Pria itu menggeleng, menyerahkan kembali  sebuah foto kecil ke tangan sosok berjubah hitam itu.

"Bukan, Mas. Ini hanya kesalahan. Ini makam istri saya, bukan orang yang ada di foto ini. Tapi saya takut mengganti identitasnya, takut ditetapkan sebagai tersangka," ungkapnya, suaranya tercekat.

Dengan langkah tertatih, Farka menghidangkan lobster bakar madu yang masih mengepulkan aroma menggoda di hadapan Fellora, sang istri yang tengah berbadan dua,segelas jus jeruk segar menemani hidangan itu.

"Sudah siap, silakan dimakan, sayang," ujar Farka lembut, mempersilakan Fellora menikmati makanan buatannya.

Fellora tampak tak sabar, segera menyantap daging lobster yang terlihat begitu segar dan lezat. Rasa manis madu bercampur dengan kelezatan daging lobster memanjakan indera perasanya.

"Aku mandi dulu ya, sudah bau amis," pamit Farka seraya mengecup kening Fellora.

Fellora mengangguk, masih asyik menyantap hidangan di hadapannya. Sesekali, ia mengusap perutnya dengan sayang, berbisik lembut pada bayi yang dikandungnya.

"Makan yang banyak, ya, sayang."

🍃

Sementara itu, di kediaman Ryzard, suasana berbeda tercipta. Quilera, calon istri Ryzard, tiba-tiba terbangun dengan rasa mual yang menyerang.

Please, Call Me Papa Anka's [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang