Tiga hari setelah kejadian dimana Aruna menunggu Nathan hampir tujuh jam, kini Aruna menghilang bak tertelan bumi dari jangkauan Nathan.
Tidak masuk kuliah dengan alasan sakit, dan tidak mau dikunjungi dengan alasan takut menular, padahal Nathan tidak tau Aruna sakit apa, karna setiap Nathan datang ke rumah Aruna hanya akan ada pembantu Aruna yang mengatakan jika Aruna sedang sakit dan tidak ingin ditemui.
"Hei bro! Ngapain ngelamun terus lo, rindu ayang Runa ya," Daren datang menepuk pundak Nathan dan langsung duduk di kursi sebelahnya. saat ini Nathan sedang berada di kantin gedung belakang dengan laptop menyala di hadapannya yang tidak di sentuh samasekali oleh Nathan karna saat ini pikiran nya hanya tertuju pada Aruna.
Nathan melotot mendengar panggilan yang tidak kunjung di ganti oleh temannya itu. "Apa kata lo!"
Daren yang di pelototi langsung menampilkan deretan giginya "Aruna, kata gue teh. posesif amat," Ucapnya dengan memelamkan kalimatnya di akhir.
Namun Nathan yang masih bisa mendengarnya kembali menyorot tajam ke arah Daren, "Eh, btw si korek api mana? seharian kaga liat gue," Ucap Daren mengalihkan pembicaraan.
Nathan hanya mengedikan bahunya saja, enggan memikirkan kemana Rafi seharian ini, toh juga itu tidak penting.
"Lo kenapa sih Nath, cerita deh sama gue. Gue bakalan jadi pendengar dan penasihat yang baik. Kalo lo mau cerita tentang cinta, kata leluhur kita nih ya, yang jomblo lebih pinter daripada yang pacaran bertaun taun," Ucap Daren.
"Bener tuh kata si Duren," Rafi tiba-tiba datang dan duduk di hadapan mereka.
Daren mendelik ke arah Rafi. "Dari mana aja lo, korek api?"
"Siapa lo mau tau urusan gue," Ucap rafi sinis.
"Halah, paling juga dari gedung sastra abis godain anak orang,"
"Pacar gue," Rafi kembali menjawab.
"Ya pacar lo anak orang ege, emang si bango Anak sapi?"
"Namanya malika bangsat, awas aja lo manggil dia Bango lagi," Rafi menatap Daren tajam.
"Terser...eh, mau kemana Nath, ga makan bareng kita dulu?" Ucapan Daren terpotong kala melihat Nathan menutup laptopnya dan membereskan barangnya dari meja.
"Kerumah Aruna," Ucap Natha lalu beranjak pergi dari kantin.
Rafi memandang kepergian Nathan dengan heran. "Kenapa lagi tuh temen lu?"
Daren menggeplak kepala Rafi dengan kunci di tangannya. "Temen lu juga bangsat,"
"Heran gue sama tu orang, ga ada abis abisnya perihal cewe, lihat nih babang Rafi, Malika seorang cukup di hati," Ucapnya sembari mengusap-usap kepalanya yang terkena geplakan kunci daren.
"Laguan si Nathan pacaran sama Aruna tapi nempelin terus si Luna, kenapa ga pacaran aja sih sama si Luna. Panas hati gue kalo jadi si Runa," Daren kembali menimpali ucapan Rafi.
Kini giliran Rafi yang menggetok kepala Daren. "Bego! Mereka kan mau jadi sodara, emak bapaknya mau merit alias kawin! Masa iya di duluin sama anaknya," Setelah mengatakan itu Rafi pergi meninggalkan Daren yang masih bersungut-sungut akibat getokan botol aqua yang masih disegel di kepalanya.
Kini Nathan hanya diam di dalam mobil sembari memandang ke arah jendela kamar milik Aruna yang sedikit terbuka, nathan ragu untuk mengetuk kembali pintu rumah itu.
Setelah hampir tiga luluh menit hanya menatap jendela itu akhirnya sosok Aruna muncul dengan segelas coklat panas di tangannya sembari menatap ke arah langit yang cerah di sore hari.
Nathan yang menyadari Aruna kini menatap ke arahnya melambaikan tangan dengan tersenyum ke arah Aruna.
Aruna hanya menatap tanoa merespon lalu kembali menghilang di balik jendela itu, Nathan hanya bisa menghela nafas.
Nathan menyalakan kembali mesin mobilnya saat akan melaju seseorang mengetuk kaca mobilnya.
Ternyata sosok Aruna yang muncul di sana Nathan tersenyum lalu dengan buru-buru membuka kaca bobilnya.
"Kamu ngapain disini?" Tanya Aruna.
"Mau ketemu kamu, kamu udah sembuh?" Nathan keluar dari mobinya dan sekarang mereka berhadap hadapan. "Ada yang mau aku omongin sama kamu,"
"Udah mendingan, ayo masuk, kita ngomong didalem," Aruna masyk kedalam rumahnya dam di ikuti Nathan di belakangnya.
"Mau minum apa?"
"Apa aja," Ucap Nathan sembari mendaratkan bokongnya di sofa rumah Aruna.
Aruna kembali dari dapur dan meletakan segelas coklat panas di hadapan Nathan.
Nathan meerimanya dan langsung meminumnya. "Makasih"
Aruna mengangguk sebagai respon. Lalu hanya keheningan yang ada diantara mereka.
"Run," Nathan kembali membuka suara kini Aruna menatap ke arah Nathan. "Kamu marah?"
Aruna memalingkan wajahnya ke arah tangga. "Menurut kamu?"
Nathan menghela nafas lalu pindah duduk ke sebelah Aruna. "Aku kan udah bilang Run, kalo aku ga bisa dateng, kenapa kamu keras kepala dan nungguin aku sampe tengah malem?"
"Oke, aku lagi yang salah,"
Nathan mengabil tangan Aruna dang mengusapnya lembut, "Aku nggak mau nyalahin kamu Run, tapi lain kali kalo aku bilang gak bisa itu artinya gak bisa, jangan keras kepala dan nungguin aku. Aku khawatir kamu kenapanapa kamu faham?"
"Lain kali? Itu artinya kamu ada niatan lagi buat ingkar janji?" Runa menatap sendu ke arah Nathan.
"Bukan begitu Runa, ini kan seumpama. Kita ga tau kan apa yang terjadi di masa depan?"
"Iya, kita ga tau kalo suatu saat si Luna minta jalan lagi sama cowo orang,"
"Runa! Dia adik aku!" Nathan sedikit mengeraskan suaranya.
Aruna tertawa miris lalu berdiri. "Udahlah, kamu pulang aja, aku tiba-tiba pusing lagi,"
Nathan ikut berdiri lalu memegang pundak Aruna, "Kamu pusing lagi? Ayo aku antar ke atas,"
Aruna menepis tangan Nathan. "Aku bisa sendiri,"
"Runa jangan...."
"Besok aku ada kelas pagi, kita ketemu lagi di kampus," Ucap Aruna.
Nathan mengalah dan mengangguk. "Kalo masih sakit jangan maksain masuk, besok aku jemput," Upac Nathan mengecup kening Aruna lalu pergi meninggalkan Aruna yang masih menatap kepergian Nathan dari celah pintu yang terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Na & Na
Teen FictionNathan itu sempurna dimata semua orang, tapi mereka lupa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Dulu menjadi pacar Nathan adalah impian Aruna, sebelum Aruna tahu bahwa menjadi pacar seorang Nathan tidak semudah itu. "Nath, ulang tahun Luna kamu se ex...