Chapter 4 [revisi]

29 7 1
                                    


---

Enam Bulan Kemudian - Perjalanan yang Dimulai dari Kehilangan

Enam bulan telah berlalu sejak peristiwa kehilangan yang begitu mendalam bagi anak-anak tersebut. Luka-luka emosional yang ditinggalkan oleh kepergian ibu mereka masih terasa berat di hati masing-masing. Namun, kehidupan harus terus berjalan, dan meskipun rasanya seperti dunia berhenti sejenak, mereka harus menemukan cara untuk bangkit.

Amato, paman mereka yang bijaksana, merasakan kesedihan yang mendalam pada keponakannya. Ia memutuskan untuk merawat Blaze, Ice, Thorn, dan Solar, agar mereka tetap bisa merasa aman dan terlindungi. Dalam kebersamaan ini, mereka berempat mulai menemukan kekuatan baru untuk melanjutkan hidup. Amato mengundang mereka untuk tinggal bersama keluarganya, sebuah rumah yang kini menjadi tempat berteduh bagi mereka yang terluka. Di bawah atap yang sama, mereka mencoba menyembuhkan luka-luka batin yang tak bisa dilihat oleh mata, mengikat kembali hubungan yang pernah terputus oleh waktu dan kesedihan.

Suatu pagi yang cerah, suasana rumah keluarga Mahentara dipenuhi dengan tawa dan obrolan. "Woyy penghuni alam baka!" seru Gempa, yang penuh semangat. Suaranya yang riang mengisi ruangan yang biasanya sepi setelah peristiwa yang menyedihkan itu.

"Eh, elu penghuninya," jawab Blaze, mencibir dengan nada bercanda.

"Lah?" sahut Solar, bingung dengan percakapan mereka.

"Shut... eh kalian mau liburan nggak?" tanya Gempa, matanya berbinar-binar seperti anak kecil yang baru saja menemukan ide cemerlang.

"Hmm, menarik juga, mumpung libur," sahut Solar, merasa tergugah.

"Tapi, kemana?" tanya Thorn, penasaran.

"Gimana kalau kita ke Bandung aja? Kita nginep terus kita keliling jalan-jalan ke tempat wisata yang ada di sana," saran Solar dengan penuh semangat, memikirkan betapa serunya liburan tersebut.

"Setuju sih, tapi tetap keputusan di tangan Kak Hali dan atas izin dari Papa," jawab Aliya, sambil melirik Halilintar yang sedang asyik menikmati cookies.

Halilintar yang menyadari dirinya diperhatikan hanya mengangguk dan mengiyakan saran itu, membuat semua orang bersorak ceria.

"Stop... kita mau nginep di mana?" tanya Blaze, yang tiba-tiba teringat akan detail penting.

"Eh iya ya," jawab Solar, baru teringat.

"Gimana kalau kita nyewa apartemen aja? Daripada hotel, kita nginep lama, jadi kalau malam nggak perlu berkumpul di luar karena kamar kita pasti terpisah-pisah," ujar Solar, yang mendapat tanggapan positif dari semua saudaranya.

"Brilian, Sol!" ucap Blaze, menepuk pundak Solar sebagai bentuk apresiasi.

"Sal sol sal sol, gue nggak buka jasa sol sepatu, nama gue Solar Kompor Api," ujar Solar dengan nada nakal, membuat suasana semakin riuh.

"Apa lo bilang?" tanya Thorn, bingung.

"Udah-udah, nggak usah berantem. Ayo siap-siap, besok kita berangkat. Jangan lupa ajak teman-teman kita, Gopal besok juga pulang, jadi ajak sekalian aja, dan Kak Hali tugas Kakak minta izin Papa," ujar Gempa, menengahi perkelahian antara Solar dan Thorn yang tiba-tiba memanas.

DU APARTEMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang