#O2

67 19 1
                                    

“Besok ya! Gue balik duluan!” Changbin berteriak melambaikan tangan, pamit mengendarai mobil mahalnya menjauh dari sana. Hyunjin balas melambai dengan senyum tipis sebagai balasan.

Sedari tadi ia terus merinding tanpa sebab, keringat dingin juga mengalir ditubuhnya. Apakah ia demam? Gawat, Hyunjin tidak boleh sakit. Banyak tugas dan pekerjaan yang sudah menunggu.

Langkah kakinya ia bawa ke parkiran dan ia mulai pulang mengendarai sport bike hitam dengan helm full face nya.

Sesaat sampai ke rumah, dilihatnya rak sepatu yang kosong menandakan adiknya, Yeji belum pulang ke rumah. Hyunjin berjalan cepat mencari obat demam, diminumnya obat itu dan segera beranjak untuk mandi. Yeji tak boleh tahu kalau ia sakit.

Begitu melepas sweater ia terdiam, sebuah gambar hati dengan garis tak lurus muncul nampak solid dibalik pergelangan tangannya, “Ini…” Gumamnya bingung.

Dibasahkannya dengan air mengalir dan ia usap kasar gambar itu berulang kali, sampai akhirnya ia sadar, “Anjing… soulmate…? Gue ketemu soulmate gue?” Ucapnya tak percaya pada diri sendiri.

“Enggak, tapi kapan? siapa? kapan gue ketemu dia? sebelum ke kampus gue berangkat kerja shift pagi di minimarket, gue ketemu banyak orang.” Mendadak frustasi, Hyunjin mengacak rambutnya putus asa.

Keringatnya bercucuran, matanya berair menahan emosi yang meluap dan tangannya mengepal sangat kencang hingga kukunya membuat bekas. Menemukan soulmatenya adalah segala hal yang pernah ia minta dan harapkan, Hyunjin tidak meminta yang lain, ia tumbuh dengan tidak manja dan egois. Tapi, kali ini ia harus mendapatkan orang itu, dengan apapun yang perlu dikorbankan.

“Ayo, Hyunjin mikir! Pake otak lo dan simpulkan apa yang terjadi!” Bentaknya pada dirinya sendiri.

“Kakak?”

Suara Yeji dari jauh mengejutkannya, “Iya? udah balik?” Sahut Hyunjin, buru-buru merapikan penampilannya, tak ingin terlihat menyedihkan dihadapan orang yang paling ia pedulikan.

“Kakak kita makan apa malam ini?” Tanya Yeji penuh antusias begitu sang kakak turun dari lantai atas menyambutnya pulang di depan pintu.

Melihat senyum Yeji dapat sedikit menenangkan perasaan Hyunjin yang bergejolak, “Yeji mau apa?”

“Kakak mau masak atau kita beli?”

“Beli boleh, kakak agak capek kalo masak. Yeji mau ayam? atau pizza?”

“Pizza! tapi aku gamau paprika.” Bibir Yeji menekuk ke bawah, berusaha terlihat sedih untuk mendapatkan hati sang kakak.

“Enggak, kamu gak boleh kebiasaan pilih-pilih makanan.” Tolak Hyunjin, sembari bersiap-siap untuk berangkat membeli makan.

“Ah… kakak…” Yeji merengek.

“Mandi sana. Kakak pergi dulu.” Perintah Hyunjin kemudian beranjak pergi dari sana dengan motornya.

Selama perjalanan pikirannya terus kalut, bagaimana ia bisa tiba-tiba menemukan soulmatenya? umurnya kan sudah 21 tahun maret kemarin.

Tapi, dipikir-pikir ia merasa baik-baik saja sampai kelas Miss Song tadi. Otaknya memutar segala kemungkinan yang ada. Hyunjin bukan ahli, tapi sepengetahuannya tiap individu mengalami reaksi yang berbeda-beda saat bertemu dengan soulmatenya, beberapa bahkan tak mengalami reaksi apa-apa.

“Tunggu… mahasiswa baru itu… Yang… anjing siapa namanya!” Hyunjin menggertakan giginya tak sabaran.

Tanpa sadar ia sudah sampai ke restoran cepat saji yang dituju, diparkirkan motor hitam kesayangannya lalu masuk ke dalam dengan langkah gontai, tangannya yang terus mengacak rambut dan sesekali menariknya adalah cara untuk mengekspresikan kekhawatirannya.

“Baik saya ulangi, paket original C satu dengan upsize minumnya lemon tea, ice cream satu, dan tambahan garlic sauce. Pemesanan take away. Pembayaran tunai atau…?”

“Tunai.”

“Baik.”

Diam-diam Hyunjin mendengarkan orang yang tengah memesan di depannya setelah sudah berhasil menenangkan diri, matanya bergerak melihat menu yang dipajang di atas.

“Atas nama?”

“Yangー eh, Jeongin aja.”

Tunggu, Yang… Jeongin? benar, Yang Jeongin nama mahasiswa baru yang tersasar ke kelasnya tadi. Tangan Hyunjin nyaris bergerak untuk menarik pergelangan tangan orang yang mengantre di depannya itu, tapi ia berhasil menahan pergerakannya. Hyunjin bingung harus apa, kepalanya mendadak panas lagi, ia ragu dan tengah berpikir keras.

Begitu sadar dari lamunan terdalamnya, Jeongin sudah menghilang dari pandangannya, matanya bergerak panik kesana kemari.

“Silahkan, mau pesan apa?”

Menghiraukan pertanyaan itu, Hyunjin justru segera berlari keluar dari sana dan menghampiri Jeongin yang ternyata masih belum jauh dari sana, ia tengah berjalan di parkiran hendak keluar dari area restoran.

“Tunggu!” Tangan Hyunjin kini sungguhan menarik pergelangan tangan Jeongin, ia tidak akan kehilangan kesempatannya lagi.

“Anjing!” Jeongin menoleh, berteriak terkejut dengan ekspresi marah, namun begitu melihat wajah orang di depannya seperti sangat berantakan dengan mata yang berair menahan tangis membuatnya terkejut, “S-siapa…?” Tanya Jeongin.

“Yang Jeongin?”

“Iya… kamu kenal aku, kah?” Tanya Jeongin tersenyum canggung, menggunakan kata-katanya dengan hati-hati, takut barangkali orang asing di hadapannya ini sungguhan menangis dan orang yang tidak tahu akan menyangka itu disebabkan olehnya.

“Lo gak tau gue udah nyari lo berapa lama.” Ujar Hyunjin dengan suara parau, memeluk Jeongin tanpa aba-aba.

Jeongin terkesiap, panik, “Aa… kamu siapa?”

“Ayo, ikut gue.” Hyunjin melepas pelukannya kemudian menarik Jeongin menuju motornya.

“Tapiー”

“Hwang Hyunjin. Naik.” Perintah Hyunjin, menyuruh lelaki yang tangannya masih ia genggam erat itu untuk menaiki motornya.

“Hah…?”

“Nama gue Hwang Hyunjin, kating lo di kampus. Lo Yang Jeongin mahasiswa Sastra Inggris semester 1 yang tadi nyasar ke kelas lain, kan?” Jelas Hyunjin cepat.

“Jangan dibahas! Malu!” Jeongin menggeleng-geleng panik.

“Buru naik. Jangan banyak tanya.” Kata Hyunjin sembari memasangkan helm nya ke kepala Jeongin.

saviour ; hyunin / hyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang