Dalam perjalanan menuju Kota Ram, melewati satu gunung dan satu lembah. Kata Karia mungkin memakan waktu empat hari dari jalur bukan kota. Karia merasa bahwa setiap orang masih panik mencarinya jadi ia mengajak mereka untuk mengambil jalur itu, lebih aman dari pada mencari masalah dengan pasukan kota. Gunung-gunung hijau dengan jalur kuda yang mungkin hanya sebesar satu setengah gerobak kecil. Terkadang melewati apa yang Moran sebut dengan sawah, dimana rumput ditata dalam kotak-kotak tanah. Mungkin di tempatnya sama dengan budidaya kerang.
Akan tetapi, dua hari awal, Garam menyadari bahwa ada hal cukup parah yang mengganggu Karia. Karia tidak pernah tidur di malam hari dan selalu memeluk pedang yang baru dibeli beberapa hari lalu. Tidak selalu memeluk pedang, tapi ia pasti menggenggamnya setiap saat dan pedang selalu berada di dekatnya.
Karia akan sangat mengantuk ketika siang ia harus menghantarkan mereka ke Kota Ram. Hari pertama dan kedua, Karia bisa bertahan, tapi kali ini Karia mengernyitkan antar alisnya begitu kuat agar terus terjaga.
Garam menyuruh Karia berhenti dan turun dari kudanya. Ia juga melihat Moran yang menghela napas, Moran juga sadar bahwa anak itu belum tidur selama dua hari, tapi ia tidak terlalu peduli. Ia rasa sudah lumrah bagi orang yang membunuh banyak manusia untuk dihantui rasa bersalah di malam hari.
Garam turun dari kudanya, kemudian melihat ke arah Moran.
"Karia harus tidur sebentar, kita istirahat dulu saja hari ini," ucap Garam kemudian melihat ke arah anak sungai, "Kita letakkan dulu kudanya."
Karia bahkan tidak merespon obrolan mereka. Ia hanya berdiri di samping kudanya kemudian membawa kudanya ke arah Garam menuju.
"Kebiasaan tidur di siang hari itu tidak baik. Kupikir kamu akan menyerah tadi malam, tetapi kamu masih juga memaksakan diri," ucap Garam pada Karia.
Moran mendengkus, "Ia pasti dihantui rasa bersalah saat malam tiba."
Karia memegang pedangnya kemudian duduk bersandar pada pohon, meringkuk. Melihat itu, Moran terkekeh kecil. Selagi Garam pergi ke sungai dan meninggalkan mereka berdua, Moran menendang bahu Karia, membuatnya perempuan itu mendadak berdiri dan tangan sudah mengacungkan pedang. Mata jingga itu menyala.
"Jangan ganggu aku," ucap Karia dengan datar saat sadar bahwa Moranlah yang mengganggu tidurnya.
Moran menarik belatinya, "Kamu lebih dulu yang mengacungkan pedang, aku hanya melakukan pembelaan."
Moran segera menerjang, membuat Karia menahan napas dan ketika ia menyerang ia hampir menggores leher Moran. Mata jingga Karia berpendar terkena sinar matahari, ia menahan pedang itu tetap berada di posisinya, sementara ia kembali menghembuskan udara dari hidungnya.
Karia bisa melihat Moran yang hendak mendorong pedang itu, ia langsung bersuara, "Kamu ingin mati?"
Itu bukan pertanyaan, itu ancaman bagi Moran. Karia menatap lurus ke arah Moran, tidak membiarkan bahkan kedipan mata Moran lolos dari pandangannya.
"Karia," panggil Garam yang melihat seperti apa kondisi dua anak itu jika ditinggal sendiri. Mereka terus-terusan bertengkar.
Garam berjalan ke arah Karia yang menghiraukan panggilannya. Hanya saat Garam sudah dekat, seperti anak yang mengadu, Karia menyarungkan pedangnya dan berlari ke arah Garam.
Garam melihat kantung mata hitam milik Karia, gadis yang berdiri di depannya sudah teler.
"Tidurlah, aku akan membawa Moran ke desa untuk jalan-jalan," ucap Garam sembari menaikkan poni Karia ke atas sebelum menyesal dan merapikannya lagi.
Akan tetapi, ketika Garam berjalan, anak itu akan kembali jalan ke depannya. Orang teler di depannya ini pikirannya kosong, jadi Garam tidak tahu apa yang perempuan itu inginkan. Garam juga bertanya apa yang perempuan itu inginkan, tetapi perempuan itu tidak menjawab. Ia juga bertanya pada Moran tetapi Moran bodo amat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garam
FantasyTanduk Naga Putih dicuri dari Kerajaan Laut! Garam Ellaut sebagai duyung penjaga Tanduk Naga Putih harus bertanggung jawab mencari kembali Tanduk Naga Putih dan mengembalikannya ke Kerajaan Laut untuk melindungi kerajaan mereka dari serangan luar ya...