Bab 14: Match made in heaven

95 28 133
                                    

MEREKA tiba tepat waktu sebelum acara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MEREKA tiba tepat waktu sebelum acara. Pak Omar memakirkan mobil sedan putihnya di halaman kampus. Anila dan Fiza berjalan ke tepian jalan, memandangi sekitar. Gedung kampus itu lebih tinggi dari sekolahnya, lebih luas dan lebih terbuka. Suasana acara begitu meriah dan ramai, para mahasiswa lalu lalang. Hanya pendamping dan peserta lomba yang mengenakan seragam: putih abu-abu, putih biru dongker dan seragam dinas guru. Selain itu, semua mengenakan pakaian yang beragam.

Gia dan Nami langsung mendatangi salah satu stand yang menjual aksesoris, mereka juga mendapatkan selembaran info tentang jurusan di kampus tersebut. Sedangkan Tamam bergabung dengan Pak Omar, mencari informasi tentang ruangan untuk lomba madding.

"Ayo, kita harus ke ruang vicon untuk lomba reportase dan ruang aula di lantai atas untuk lomba madding," ajak Pak Omar menghampiri para siswinya.

Mereka menurut, mengikuti dari belakang layaknya anak bebek pada induknya. "Siapa yang rencana kuliah di sini?"

Tamam mengangkat jarinya, hanya sekilas dan agak ragu. "Wah, semangat ya! Teknik kan pusing," ujar Nami.

"Aku mau masuk Untirta juga, tapi jurusan ilmu komunikasi ada di kampus Serang," terang Gia, masuk dalam percakapan.

"Aku juga, jurusan pendidikan fisika," balas Nami, bersemangat.

Pak Omar menoleh ke arah dua siswi yang lain, tapi Anila dan Fiza sibuk mengobrol sendiri. "Kalian gimana?" tanya sang guru.

"Eh, apa?" Fiza kebingungan.

"Mau lanjut kuliah di sini atau dimana?" bisik Tamam, menjelaskan.

"Ehm, belum tahu," jawab Fiza polos.

"Belum tahu," ulang Anila sambil mengangkat bahunya.

"Kalian baru kelas sepuluh, tapi baiknya mulai dipikirkan sejak sekarang. Supaya persiapannya lebih matang," nasihat Pak Omar.

Anila tidak terbebani dengan perkataan Pak Omar, dia hanya menganggapnya sebagai saran ringan yang mungkin saja tak begitu teringat. Tapi Fiza jadi tertekan, dia jadi mengerut merasa dikritik dan mendapati dirinya tak begitu layak. Sepanjang perjalanan ke ruang perlombaan, dia tegang, gugup sekaligus sedih.

"Kalau gitu, nanti berkabar aja ya. Bapak ke ruang lomba reportase dengan Gia. Anila kamu mau di sini atau ikut?"

Anila melihat tangan Fiza bergetar, wajahnya pun mendung.

"Aku di sini aja, Pak," jawab Anila.

"Oke." Pak Omar dan Gia pergi.

Fiza terkejut ketika Anila menggenggam tangannya, "Santai," bisik Anila.

Tamam memperhatikan mereka, sedangkan Nami sudah duduk di salah satu kursi yang disediakan panitia. "Kalian lagi apa?"

Tatapan Nami yang menyuruh mereka duduk, menyadarkan Fiza. Buru-buru dia melepaskan tangan Anila dan menghampiri kursi di sebelah Nami. Anila dan Tamam juga mengikutinya.

Enchanted to Meet You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang