Hay hay! welcome to my story!
Jangan lupa tinggalin vote, komen, serta beri sy kritik/saran agar bisa lebih berkembang lagi. Tysm-!***
Mata Harris perlahan terbuka. Ia mengerjapkan mata beberapa kali untuk menetralkan penglihatannya yang buram. Harris meringis pelan sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing. Keningnya berkerut kala permukaan tangannya merasakan tekstur kain halus yang melilit di area pelipisnya. Hari sudah pagi, sepertinya dia tertidur cukup lama. Ah, lebih tepatnya pingsan.
Tak berselang lama, pintu kamar terbuka pelan. Harris mengalihkan pandangannya. Terlihat sosok Arion yang masuk ke dalam kamar sambil membawa secangkir teh.
"Oh? Good morning, Caine. Udah baikan?" tanyanya halus. Rion duduk di kursi sebelah kasur Caine.
(Kalau lagi berdua gini kita panggil Harris 'Caine' aja ya. Biar sesuai sama panggilan Rion ke dia.)Caine mengangguk lemas. Ketika ia ingin duduk, Rion dengan cepat menghentikan pergerakkannya.
"Tiduran aja. Kondisimu belum stabil, mending seharian ini istirahat dulu," peringat Rion lembut. Caine rada cemberut, namun akhirnya menuruti perkataan Rion.
"Nih, minum dulu." Rion menyodorkan secangkir teh untuk Caine. Ia menerimanya dengan senang hati.
Caine meneguknya pelan, merasakan sensasi hangat yang langsung menjalar di tenggorokan. Setelah puas, ia meletakkan cangkir tersebut di meja. Masih ada sisa setengah.
"Gimana kemarin? Kita berhasil? Anak-anak yang lain mana? Ada yang parah ga?" Caine melontarkan banyak pertanyaan kepada Rion. Yang ditanya hanya tersenyum gemas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aman. Udah pasti menang doong. TNF? Kalah? Berita darimana itu," ujar Rion diiringi tawa kecil.
"Kalau anak-anak, sebagian besar aman semua. Gaada yang ngalamin luka berarti, kecuali kalian berempat," jelas Rion lagi.
"Kalian tuh gila juga ya. Cuman berempat, lawan mereka yang tujuh belas orang. Kalau ditambah tiga jadi dua puluh. Terlalu beresiko, Caine." Rion mulai mengomel. Kalimatnya persis seperti yang diucapkan Echi untuk Selia. The real; Like father like daughter.
Sementara Caine hanya bisa pasrah mendengar omelan Rion. Kalau tidak terdesak, dia juga tak mau mengambil resiko sebesar itu. Mereka yang memulai duluan. Mau tidak mau, Caine dan yang lainnya harus melawan.
"Iya... Tapi kan mereka yang open. Kalau ga aku ladenin, ya mati dong?" sela Caine membela diri.
"Iya aku paham. Tapi kamu bisa ulur waktu sampai kita semua dateng. Sembunyi atau apa gitu. Intinya jangan gegabah." Arion menyandarkan tubuhnya pada kursi, menjadikan kedua tangan sebagai sandaran kepala. "Aku kaya gini karena khawatir sama kondisi kalian. Khususnya kamu, Caine. Ya salahku juga karena biarin kamu ilang dari jangkauan aku."
Caine menggeleng cepat. "Engga, ini bukan salah kamu. Aku akui kalau aku yang salah. Memang harusnya aku pikirin keadaan yang lain tadi. Maaf ya.." lanjutnya menundukkan kepala, sembari memainkan selimut menggunakan jari-jarinya.
Rion tak menjawab. Ia menguap sebentar, lalu melirik ke arah cangkir teh milik Caine. Tangannya tergerak untuk meraih benda tersebut. Caine sedikit terkejut kala Rion minum di area bekas bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDESTRUCTIBLE
Misterio / Suspenso"Kalian itu sebenarnya apa?" "Kami? Kami geng motor." "Huh? Lu kira gua percaya?" Tokyo Noir Familia, hanyalah sebuah geng motor biasa yang bisa dibilang cukup terkenal. Bukan karena hal khusus, tapi karena empat orang pendirinya merupakan siswa ema...