Part 2

12.3K 13 0
                                    


Aku terbangun agak kesiangan. Matahari sudah naik cukup tinggi. Jam sudah menunjuk angka sembilan. Kak Laras pun sudah tak ada di ranjangnya. Aku bangun dengan mengucek mata, lalu ke kamar mandi dan mencuci muka.

Kucari Kak Laras di sepanjang lorong rumah, tetapi tak kutemukan keberadaannya. Kucari lagi sampai bagian samping rumah, baru kutemukan Kak Laras di sana, sedang menjemur di sebuah jemuran sederhana. Ia asyik bersenandung sembari mengambil pakaian dari ember, memerasnya, dan menggantungnya ke tali jemuran.

Masih dengan pakaian dasternya serupa kemarin, hanya saja kali ini berbeda warna. Aku menghampiri kakakku dan hendak membantunya.

"Aku bantuin ya kak" ucapku sesaat sebelum mengambil cucian dari ember, ketika aku menyadari bahwa hampir seluruh cucian itu adalah pakaian dalam kakakku. Sebagian besarnya merupakan bra dan celana dalam. Dengan santainya, kakakku menjemur pakaian dalamnya di sebuah jemuran baju dimana tukang-tukang bermata keranjang itu biasa lalu lalang.

"Kak, jangan jemur daleman di sini dong" tegurku karena biasanya di rumah, kami selalu menjemur daleman di bagian rumah yang tertutup dan tak terlihat orang.

"Emangnya kenapa Ran? Lagian ini cuma pakaian doang, ih" jawabnya santai sambil terus melanjutkan menjemur

"Ya kan nanti diliat tukang-tukang gimanaa"

"Gini yaa, Rania, orang itu mana nafsu sama kain begini. Orang itu nafsu sama yang di sini, isinyaa, tauuu!" ucapnya sambil ngeyel, menyentuh dadanya sendiri sebagai contoh

Di sana aku melihat dengan lebih jelas, payudara kakakku, yang bergerak bebas, sedikit bergetar ketika ia menyentuhnya, dengan puting yang masih mencuat, menonjol di balik dasternya.

"Kak Laras ga pake bra lagi?" tegurku

Kakakku sedang menunduk mengambil cucian, menjawab dengan santainya

"Enggalah, orang dicuci semua"

Di saat yang sama, aku menyadari bahwa salah satu tukang yang sedang mengaduk adonan semen di depan aku dan kakakku berdiri sedari tadi salah fokus melihat kakakku yang sedang menunduk mengambil pakaian dari ember. Dengan daster belahan dada rendah itu, sudah pasti tukang itu bisa melihat dengan jelas payudara kakakku menggantung bebas tanpa ada penghalang apapun dari balik dasternya itu.

"Kak udah-udah! Kakak masuk aja, aku yang lanjutin" ucapku mengusirnya supaya tukang itu tak keenakan melihat payudara kakakku.

Aku begitu kesal dengan tingkah bodoh kakakku. Seperti ia tak menyadari saja bahwa tubuhnya dipamerkan di depan orang-orang. Apakah ia sengaja tak menggunakan bra di rumah padahal ada banyak tukang yang bisa saja melihat tubuhnya itu? Apakah ia tidak takut akan dilecehkan atau diperkosa karena pakaiannya yang begitu terbuka? Sedari kecil kami diajarkan untuk selalu menggunakan pakaian yang sopan, tertutup, dan selalu menjunjung nilai moral. Jangankan di depan orang asing, di dalam rumah pun kami diajarkan untuk terus menjaga nilai-nilai kesopanan. Tetapi di sini, kakakku 180 derajat berbeda. Pakaiannya terbuka, tingkahnya tak biasa. Aku tak mengerti mengapa ia begitu belakangan ini, tetapi yang jelas aku marah. Aku marah dengan kakakku.

Walaupun marah dan kesal, aku harus terus melanjutkan menjemur. Kulampiaskan kemarahanku pada pakaian basah di dalam ember, kuperas dengan kencang untuk meluapkan amarahku, dan kujemur pakaian itu. Saat tersisa beberapa pakaian lagi, aku melihat ada beberapa pakaian milik kakakku yang aku rasa begitu sexy. Seperti sepasang bra dan rok mini yang berwarna hitam pekat yang senada. Aku yakin, bra itu tak menutupi seluruh bagian dari payudara penggunanya. Cupnya begitu kecil dan semi transparan. Aku yakin kulit payudara, atau bahkan puting penggunanya, bisa terlihat samar-samar dari balik bra itu. Pun dengan rok mini yang sangat pendek itu. Tingginya lebih dari sejengkal orang dewasa dari pangkal lutut, sangat mini sehingga siapapun yang memakainya pasti akan memamerkan paha mulusnya.

My SistersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang