Renan langsung tancap gas begitu sampai di rumah Pak Anton. Padahal tadi ia melihat Pak Anton akan berbicara sesuatu padanya. Auryn juga agak tidak fokus mengerjakan, soalnya ada Bintang. Baru kali ini ia bercakap-cakap dengan Bintang dengan jarak sedekat ini dan waktu yang lama. Biasanya ia hanya melihat Bintang dari kejauhan serta berhayal kalau semisal mereka menjadi dekat. Tatapan mereka sering bertemu dan sialnya Bintang membalas dengan senyumnya yang manis, membuat Auryn mleyot di tempat.
Cahaya oranye menyiram ruang tamu sore itu. Matahari sudah turun tapi belum juga usai membahas soal. Auryn agak mengantuk, sejak tadi ia menahannya dan ia merasa sudah tidak kuat kali ini. Ia doyong ke samping dan sebuah tangan menahan kepalanya. Auryn seketika tidak mengantuk dan malu karena ketahuan oleh Bintang disertai kekehan kecil dari cowok itu. Bintang jangan senyum atau ketawa nanti gue tambah salting. Batin Auryn menjerit.
Tap tap tap.
Seseorang dengan langkah tergesa sudah berdiri di depan pintu. Auryn agak kaget melihatnya. Tatapan orang itu penuh kekecewaan, bukan tatapan iseng seperti biasanya. Pipinya merah dan sudut bibirnya keluar darah. Cowok itu agak syok ketika pandangannya dan Auryn bertemu. Ia mengucapkan salam dan Pak Anton menyuruhnya masuk ke dalam, serta cowok tadi yang sudah nyelonong masuk.
"Pak saya izin ke toilet." Ucap Auryn yang langsung bergegas ketika Pak Anton mengangguk.
Auryn celingak-celinguk seperti mencari sesuatu. Seseorang keluar dari dalam kamar sambil mengumpat dan terdiam ketika melihat Auryn. Orang itu membawa kotak P3K dan duduk di sofa depan TV. Auryn ragu tapi ia menghampiri orang itu serta ikut duduk di sampingnya. Hening berkuasa. Auryn merebut paksa kapas dan betadin dari tangan cowok itu yang sepertinya masih kesakitan.
"Habis ngapain bonyok gini?" Tanya Auryn yang menahan emosi sambil menutulkan kapas tadi ke luka di sudut bibir Renan yang berdarah.
"Aw! Sakit Ryn..." ucap Renan merengek kesakitan.
"Lo cowok tahan dikit napa?" ucap Auryn galak tapi tersirat nada cemas di ucapannya.
"Udah ngaku aja kalau lo khawatir sama gue."
Auryn dengan sengaja menekankan tangannya ke luka Renan disertai desis kesakitan dari cowok itu. "Ya siapa yang nggak khawatir kalau keadaan lo gini."
"Beneran khawatir toh?"
"Iya." Ucap Auryn terus terang. Renan bergerak canggung.
"Jangan buat gue berharap dong."
"Hah?" bingung Auryn.
Renan tersenyum penuh arti. Auryn mengambil kapas kemudian dibalut kasa dan menempelkan dengan plester luka ke pipinya. Wajah Auryn yang dekat dengan wajahnya membuatnya terpaku. Ah, rasanya ingin waktu berhenti saat ini juga. Auryn membereskan peralatan P3K setelah selesai. Renan menyandarkan kepalanya di sofa. Ia rasa ada yang menepuk kepalanya lembut. Auryn kembali ke ruang tamu meninggalkan Renan yang mulai tertidur karena rasa lelah yang sudah tidak terbendung lagi.
******
Auryn berjalan di lorong dengan Reiza yang tersenyum sana-sini karena di sapa banyak siswi. Ini yang tidak disukai Auryn ketika jalan bareng Reiza. Perasaan Reiza nggak ganteng-ganteng amat yak. Paling karena dia pinter jadi famous. Batin Auryn memutuskan.
"Auryn! Pagi!" sapa seseorang dengan senyuman yang bisa membuat siapa saja terpaku melihatnya, termasuk Auryn.
"P-pagi, Bintang." Ucap Auryn gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
gatau iseng iseng
Teen FictionUdah lu kalo mau baca ya baca aja. silahkan! jangan lupa kasih vote, like, comment dan subscrep! ini crita pertama gua lu jangan ngeledek! mohon komen apakah dah bagus pa belom! gatau ah woi udah lu baca nggak!? Bercerita tentang Auryn yang hidupnya...