09 - papa's girl

394 27 3
                                    


——♡——

Kali pertama Galen bertemu dengan Jenardi Naja Ismawan—atau yang lebih dikenal dengan nama panggungnya, Jenar Bhimasena—adalah dua tahun lalu.

Pertemuan yang lebih karena tuntutan pekerjaan sebagai manajer dari Arabella Elodie, artis sekaligus anak semata wayang Jenar Bhimasena dengan mantan istrinya, seorang warga negara asing keturunan Belanda-Amerika bernama Claudia van der Kleij.

Kesan yang Galen dapat dari pertemuan pertama itu adalah, Jenar Bhimasena merupakan pria yang menawan, berwibawa dan juga terlihat sangat mengintimidasi. Jenar Bhimasena punya aura yang sangat dominan dan mampu membuat orang lain merasa segan. Kebalikan dari Arabella yang memancarkan aura ramah, bubbly, dan mudah didekati.

Kesan itu sedikit berubah di pertemuan ketiga, waktu Galen menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Jenar Bhimasena tergelak dengan suaranya yang deep dan bagaimana pria itu menatap Arabella penuh kasih sayang serta rasa bangga. Waktu itu, image Jenar Bhimasena sebagai seorang aktor kondang luntur seketika. Hilang dan digantikan oleh sesosok ayah yang kentara sekali sangat menyayangi anak perempuannya.

Lalu malam ini... malam ini adalah kali ke enam Galen bertemu dengan Jenar Bhimasena. Dan berbeda dengan lima pertemuan sebelumnya, kali ini Galen bukan cuma merasa segan, tapi juga takut.

Lupakan soal Jenar Bhimasena yang merupakan seorang selebriti, kalau pun pria itu cuma orang biasa, Galen pasti tetap bakalan merasakan rasa segan, gugup dan takut yang sama.

Yah... cowok mana yang nggak takut setengah mati kalau tertangkap basah oleh ayah dari perempuan yang sedang dia cium (dan hampir dia buat telanjang) dengan sangat bernafsu? Galen rasa, semua orang yang dihadapkan pada situasi ini bakalan merasakan hal yang sama persis seperti yang dia rasakan sekarang.

“Seingat saya, kamu manajernya Abbie, kan ya?”

“Iya... hn…” Aduh, ini gue kudu manggil beliau pakai sebutan apa?!

Seakan bisa memahami kebingungan Galen, Jenar bersuara. "Om is fine."

“... iya, Om.” Galen meletakkan tangannya di paha, menahan agar kakinya tidak bergerak sendiri lantaran gugup. “Saya manajernya Abbie.”

“Terus sekarang kalian pacaran?”

“Iya, Om.”

“Sejak kapan?”

“… seminggu, Om.”

“Baru satu minggu dan sudah seperti itu?”

Aduh, mampus.

“Um...”

Gue bakalan langsung ditampol nggak sih kalau beliau sampai tau gue sama anaknya udah anuan bahkan sebelum resmi jadian?

Lagi ketar-ketir sendiri begitu, suara dehaman Jenar terdengar. Membuat Galen tersentak dan kembali memusatkan segenap atensi pada pria di depannya.

“Kamu dan Abbie sama-sama udah dewasa dan tentunya udah lebih dari mampu untuk membuat keputusan sendiri, juga mempertanggung jawabkan setiap tindakan yang kalian buat tanpa campur tangan orang tua.” Jenar berdeham. “Tapi meskipun begitu, saya cuma mau ngasih tau kalau saya nggak bakalan ngasih kalian restu...”

Apa yang Jenar ucapkan membuat Galen serasa ditabrak truk gandeng.

Ini sih bukan dikasih lampu merah lagi, tapi langsung dapet surat tilang anjir…

“... kalau kalian berniat nikah dalam waktu dekat.”

“Saya memang masih banyak kurangnya tapi saya—eh? Maaf, Om, gimana ya maksudnya?”

Exclusively Yours (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang