Author POV
Oh Sehun. Berbeda dengan remaja seumurannya yang mulai terbuai dengan manisnya 'cinta monyet, ia justru sama sekali tak punya pikiran untuk berpacaran. Suka seseorang? Pernah pastinya. Tapi tidak untuk pacaran.
***
Kini sepanjang mata obsidian itu menatap lurus layar notebook yang menyala dihadapannya. Monitor menampilkan halaman-halaman naskah yang telah dia ketik sebelumnya. Wajah tirus nya tampak tegang.
Oh Sehun punya prinsip kalau masa SMA harus dimanfaat kan untuk meraih mimpi. Masa SMA baginya sebisa mungkin untuk menentukan pilihan yang tepat akan masa depan. Dan ia telah menemukan mimpinya.
"Menjadi penulis novel fantasi ternama adalah mimpi besar seorang Oh Sehun"
Sehun menggeser kursor yang tampil di monitor. Ia memandang satu persatu halaman yang terlihat. Ada banyak kata yang telah terketik disana, bukti awal perjuangannya sejak awal, Sehun fokus di genre fantasi.
Dia tidak pernah gentar dan pesimis. Dia yakin tiap orang bebas bermimpi menjadi apapun. Tergantung dari besarnya tekad dan semangat untuk meraih mimpi itu sendiri.
Namun kenyataan berkata lain.
Ia mendengus kesal di depan monitor. Raut wajahnya tampak penuh amarah disertai kekesalan. Bibirnya melengkung tanpa senyum. Lalu ia menggebrak meja nya.
Ingatan akan kejadian beberapa jam lalu terus berputar. Obrolan dengan kedua orang tuanya membuat ia harus berpikir ulang tentang mimpi besar nya. Di kepalanya, ucapan kedua orang tua nya masih tergiang-ngiang.
"Jangan gantungkan hidupmu hanya dari menulis.
Jangan nomor duakan sekolahmu."Kata-kata itu membuatnya sulit untuk memejamkan matanya.
Baginya, menulis memberikan petualangan yang tak bisa ia dapatkan dari aktifitas lain. Saat menulis, ia bisa merasakan apapun khayalannya. Ia juga bisa menjadi raja dalam ceritanya. Namun, saat menulis juga ia teringat betapa orang tuanya menentang keinginan nya.
Sekali lagi, Sehum menggebrak meja belajarnya dengan kasar.
***
Hari terakhir sekolah sebelum liburan bagi Sehun sama sekali tak menyenangkan. Tanpa notebook nya, apalah arti seorang penulis sepertinya?
Dia masih bingung bagaimana naskah yang tengah digarapnya. Notebook nya di service, dan dia harus menunggu."Sehun-ah. Wae? Besok kan kita liburan. Kenapa wajahmu malah masam begitu, huh?" Irene sahabat Sehun tiba-tiba duduk disampingnya.
Sehun menoleh ke Irene sesaat.
"Kau ini kenapa? Tidak seperti Sehun yang ku kenal." tambah Irene.
Sekali lagi Sehun memandangi gadis di depannya dengan raut wajah lesu. Irene mengenal Sehun sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar, Irene hafal betul kalau itu artinya Sehun sedang menghadapi masalah.
Dengan wajah penuh harap, Irene berkata, "Sehun-ah, cerita kan saja kepadaku."
"Ah, anieyo. Gwenchana." elak Sehun.
Irene mengerti. Ia hanya mengangguk pelan. Bibirnya agak mengerucut. Dia tahu, sahabat lelakinya itu sedang berbohong.
"Irene-ah, bagaimana cara mu untuk meyakinkan orang tuamu untuk mendukungmu menjadi atlet taekwondo?"
"Aaa, kau akhirnya mau bercerita, eoh?" Irene tersenyum jahil.
Sehun melirik Irene sebal.
"Pembuktian. Aku harus membuktikan kepada kedua orang tuaku bahwa aku mampu. Dan aku harus menunjukkan jika pilihan ku itu sudah tepat dan harus diperjuangkan."
Oh Sehun mencerna satu-satu kata yang baru saja diucapkan Irene sambik menganggukan kepalanya.
"Untuk kasusmu itu, jika kau suka menulis, kau harus menunjukkan kepada kedua orang tuamu bahwa kau bisa. Jangan main-main!" Irene tahu betul apa yang disukai Sehun. Dia juga tahu kalau orang tua sahabatnya itu kurang setuju dengan mimpi Oh Sehun.
"Aku tidak yakin mereka akan mengerti walaupun aku sudah membuktikan kepada mereka. Mereka selalu benar. Aku? selalu salah. Aisshh!"
"Lalu? Jika kau hanya diam saja? Apa jadinya, huh?"
"Yak. Bagaimana langkahnya?"
"Hah? Mwo? Kenapa kau tanya kepadaku? Jinja."
"Aissh. Menyebalkan!" Sehun melemparkan tatapan tajam pada Irene.
"Hahaa, tunggu sebentar." Irene mengeluarkan gadgetnya dan mulai browsing. Setelah itu...
"Oh Sehun. Baca ini!" diberikannya ponsel nya kepada Sehun.
Sejurus kemudian, dahi sempit Sehun mengernyit.
"Hah? Romance Remaja?" gumamnya ragu-ragu.
"Wae?"
"Ah, aku tidak bisa. Aku hanya menulis genre fantasi."
"Maka dari itu, kau harus mencoba." wajah Irene tampak sumringah.
"Tapi--"
"Oh Sehun. Bukankah kau ingin membuktikan kepada orangtuamu? Kau punya pontensi besar dibidang ini. Percayalah! Ini kesempatan mu."
Sehun menunduk. Ia menghela napas pelan. Apa yang Irene katakan memang benar. Ada kesempatan dan dia harus mengambil itu.
"Arraseo. Aku akan mencobanya." sudut bibir Sehun tertarik.
Irene pun tersenyum lega.
"Ya sudah, aku pergi dulu. Nanti sore pertandingan taekwondo sekolah kita."
"Lalu?"
"Aigoo, kau lupa jika gadis dihadapan mu ini atlet taekwondo, huh?" Irene berdiri sambil berdecak pinggang.
"Oh. Ku kira kau the return of superwoman."
"Yak! Itu the return of superman, pabo! Dasar cadel! Terserah lah. Nanti sore kau harus datang."
"Nde. Irene-ah, bolehkah aku meminjam notebook mu?"
"Boleh. Nanti sore akan ku bawa."
Sehun tersenyum puas.
'Untukmu, aku akan memberikan semua yang kau inginkan Oh Sehun.' Irene berbisik dalam hati lalu ikut tersenyum.
TBC...
---
Aaaa ottokhae?
Maaf untuk segala kekurangan di chapter pertama ini, huhuuu:"Masih permulaan, jadi sabar dulu ya ˇωˇ
Oh iya, ini masih cerita Sehun dan Irene. Hunzy? Kejutaaaaan! Ikutin terus ya makanya wkwVottment kalo suka, hehe...
Terima kasihˇ▽ˇ
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dream
FanfictionOh Sehun, penulis amatir yang berprinsip anti-pacaran. Bae Suzy, calon atlet taekwondo muda yang baru kehilangan cinta sekaligus gagal menjadi juara. Takdir menemukan keduanya. Perjumpaan tak terduga dialami oleh mereka. Tapi siapa sangka, keduanya...