Lama tak bertemu Happy reading...
Sudah beberapa hari ini, Quilera demam. Dirinya sangat ingin dimanja oleh sang suami, namun Ryzard terus-menerus fokus dengan pekerjaan yang tak ada habisnya.
"Sayang... Apa kamu nggak bisa minta libur dulu?" gumam Quilera di sela-sela batuknya, tubuhnya terbungkus selimut.
Ryzard membawa kompres dan bubur yang baru dibelinya, lalu dengan hati-hati menempelkan handuk hangat ke kening sang istri.
"Ya nggak bisa, lah. Kalau aku libur, nanti klien pada kabur!" jawabnya.
"Tapi kamu ninggalin aku sakit sendirian di rumah?" tanya Quilera dengan nada memelas, tampak lesu.
Ryzard menghela napas, lalu berkata,
"Nanti aku jemput Ibu ke sini, sekalian jagain kamu pas hamil!" Setelah itu, ia bergegas mengambil kunci mobil, sebelum benar-benar meninggalkan Quilera sendirian.Quilera tampak kesal, tangannya mengepal erat, sesekali memukul-mukul ranjang yang ditidurinya.
"Kenapa sih Ryzard nggak perhatian sama aku? Beda banget sama yang dulu!" decaknya, kesal.
Sementara itu, di taman rumah sakit, Fellora berjalan-jalan sebentar, mencoba menggerakkan kakinya setelah beberapa jam lalu melahirkan.
Matanya tertuju pada sosok seorang wanita paruh baya yang sedang menangis di kursi roda, menghadap taman bunga, menikmati senja dengan angin yang berhembus kencang, membuatnya sedikit mengigil.
Fellora berjalan menghampiri wanita itu dari belakang, lalu memberikan cardigan yang dipakainya untuk diselimutkan pada perempuan yang tampak sedih itu.
Perempuan itu mendongak, menyeka air matanya.
Fellora tersenyum kecil seraya menepuk pelan pundak perempuan itu
"Gapapa, Bu, pakai aja," ucapnya dengan tulus.
Fellora dan Geya, wanita paruh baya yang ditemuinya di taman rumah sakit, tampak duduk bersama menikmati pemandangan. Fellora duduk di kursi taman, sementara Geya berada di kursi roda di sampingnya.
"Kenapa Ibu menangis?" tanya Fellora dengan lembut pada Geya.
Geya tampak menundukkan kepala, lalu menggeleng pelan."Tidak apa-apa, saya cuma teringat putri saya. Mungkin sudah seumuran dengan kamu" jawabnya dengan senyum yang terlihat dipaksakan, menoleh pada Fellora yang mendengarkan dengan saksama.
"Emang putri Ibu ke mana?" tanya Fellora lagi, membuat Geya menghela napas berat.
"Putri saya dirawat oleh teman baik saya di Jakarta. Dua bulan lalu, saya dapat kabar kalau dia sudah menikah dengan lelaki pujaannya. Meskipun hanya bisa melihat fotonya saja, itu sudah membuat saya bahagia!" jelasnya, membuat Fellora mengangguk-anggukkan kepala beberapa kali.
"Terus sekarang Ibu tinggal di mana?" tanya Fellora lagi.
"Saya hanya tinggal di panti jompo, menikmati kehidupan bersama orang-orang di sana," jawabnya, membuat hati Fellora sedikit tertegun
Namun, tiba-tiba muncul seorang pria berjas cokelat, menghampiri mereka.
"Bu, kenapa di sini? Ini sudah mau malam, jangan berlama-lama di luar!" ujar pria itu, mencoba menarik kursi roda yang diduduki Geya.Geya, yang tidak mengenal pria itu sama sekali, terkejut sekaligus heran.
"Eh, maaf, Anda siapa?" tanya Geya, membuat Fellora yang masih duduk di sana merasa heran sekaligus curiga.
"Saya anak Ibu. Masa Ibu lupa?" jawab pria itu sambil tersenyum ke arah Fellora.
"Maaf ya, Nyonya, Ibu saya memang pikun. Dia selalu melupakan saya. Kalau begitu, saya permisi," sambung pria itu kepada Fellora, lalu langsung mengiring kursi roda Geya menuju lorong rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Call Me Papa Anka's [TERBIT]
RomanceGue nggak peduli ayah dari bayi ini,benih yang ditanam di rahim lo ini! Yang pasti gue cuman ingin menjadi ayah untuk bayi ini, meskipun ini bukan darah daging gue,gue akan memperlakukan layaknya anak kandung. Dan gue juga nggak bakalan melarang lo...