06

5.4K 513 6
                                        

06. Yang Selalu Dirindukan

Sangat sulit untuk bisa kembali ke masa lalu.

Edith bahkan sampai rela melakukan sebuah pengorbanan besar yang ia yakin tidak semua orang mau melakukannya sekalipun diiming-imingi bisa mendapatkan apa saja.

Karena itu, akan sangat disayangkan jika ia menyerah setelah bersusah payah untuk mencapai titik ini.

Kemarin, Edith terpaksa menyerah karena kondisi fisiknya. Namun, tekadnya sudah kembali lagi hari ini.

Ia tidak ingin menunda-nunda dan kehilangan kesempatan lagi karena waktu yang dirinya miliki sangatlah terbatas.

Dengan tekad yang teguh dan semangat yang membara, Edith kini sudah berada di depan pintu kamar tidur Julian meski hari masih agak gelap sebab matahari belum benar-benar naik.

Tak apa, justru peluangnya untuk bisa bertemu Julian jadi lebih besar.

Setelah kemarin, Edith akhirnya tahu kalau Julian berusaha menghindarinya. Karena itu, ia nekat datang di pagi-pagi buta.

Ia akan menunggu sampai Julian bangun dan membuka pintu untuk pergi beraktivitas seperti biasa. Dan, pada kesempatan itulah Edith akan menangkap Julian.

Edith percaya diri akan rencana yang sudah sangat sempurna menurutnya. Pasti Julian tidak akan bisa lolos darinya hari ini.

Namun, ada satu hal yang terlupakan oleh Edith, yaitu perihal menunggu.

Edith lupa jika menunggu tidak pernah menjadi hal yang mudah, terutama baginya.

"Aku pikir dia tipe orang yang akan selalu bangun pagi," gumamnya.

Itu sebabnya Edith sengaja datang dan rela menunggu bahkan sejak fajar belum menyingsing. Karena ia pikir, ia harus bergerak cepat—takut kesempatannya terlewat.

Tetapi, hingga matahari mulai naik dan langit lambat laun menjadi semakin terang, suaminya itu masih tak kunjung keluar juga dari kamarnya.

Sudah lebih dari satu jam Edith berdiri di depan pintu tanpa melakukan apa pun selain menunggu.

Kakinya mulai kram dan nyaris mati rasa.

Karena sudah mulai kesusahan untuk menopang beban tubuhnya berdiri, Edith pun akhirnya bersandar pada pintu dengan kedua tangan terlipat di dada. Wajahnya tampak masam.

"Sampai kapan aku harus menunggu seperti ini? Aku lelah."

Edith yang mulai merasa jenuh pun menghela napas berat.

"Rasanya ingin menyerah saja. Tapi, kalau aku menyerah sekar—E-EH?!"

Edith tidak bisa melanjutkan kalimatnya sebab pada saat yang sama ia dikejutkan oleh pintu yang tiba-tiba terbuka.

Matanya terbelalak ketika tubuhnya menjadi limbung dan hampir jatuh ke belakang.

Beruntungnya tubuh Edith berhasil ditangkap oleh si pelaku yang membuatnya hampir terjatuh.

Si pemilik kamar dengan sigap mendekap tubuh mungil istrinya.

"Apa kau baik-baik saja?"

Julian yang baru saja muncul berujar.

Dari raut wajahnya, terlihat jelas jika pria itu cemas.

Edith yang masih berada di dalam pelukan Julian menengadahkan kepalanya, menatap lurus retina merah pekat milik suaminya, kemudian mengangguk kaku.

"... Ya, berkatmu. Terima kasih."

"..."

Julian tidak memberi tanggapan lain.

Won't Get Divorce!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang