Chapter 1 : Temukan hal paling menarik menurutnya

175 24 4
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Mastita tiba di rumah Eyang putri dan Mbah kung-nya, diiringi oleh sang ayah yang berdiri di belakangnya. Hangatnya pelukan dari Eyang putri dan Mbah kung-nya membuat gadis cantik itu tersenyum bahagia.

"Wah, Putu ku! Sudah bertahun-tahun tidak ketemu, sekarang putu ku sudah gadis ya," Sambut Eyang putri dengan senyum penuh dihiasi kerutan yang tertera di mata nya. Tangan nya mengelus pipi Mastita.

"Terimakasih, Eyang."

"Ningsih, tolong kemari, Nak!" Saat Eyang memanggil satu nama, tak lama datang lah sosok perempuan yang terlihat sama mudanya dengan Mastita. Cantik parasnya, cara berpakaian nya cukup sederhana. Siapa dia? Sepupunya yang lain kah?

"Tolong bawakan koper-koper ini ke dalam kamar yang akan ditempati oleh putu ku, ya?" Suara Eyang yang begitu lembut mengalun di telinga semua orang. Gadis yang dititah mengangguk seraya tersenyum manis.

"Nggih, Eyang." Tangannya dengan cekatan menarik koper-koper itu masuk kedalam.

Sementara itu, sang ayah memberi salam kepada kedua orang tuanya. "Maaf Bapak, Ibu, tapi Hardi harus kembali ke rumah sekarang. Tolong jaga Mastita ya. "

"Setidaknya Ayah melangkah masuk kerumah Eyang putri dan Mbah kung dulu. Bukan malah langsung pergi gitu aja," Matanya menatap sang Ayah dengan tajam. Yang benar saja?

"Ada urusan yang lebih penting harus kuatasi. Kamu tahu sendiri, Nak," jawab sang ayah dengan datar.

"Tapi—"

"Sudahlah, biarkan Ayahmu pergi, ya? Ayahmu itu terlampau sibuk," Kata Mbah kung dengan lembut seraya mengelus pucuk kepala gadis itu lalu menatap Hardi.

"Hardi, ojo terlalu fokus karo urusan dunia. sekali-kali dolan anakmu nang kene." Ucap Mbah kung sebelum Hardi melangkah jauh meninggalkan rumah itu.

"Nggih, Pak. Hardi pamit dulu ya, Pak, Bu." Mastita melihat bahwa Ayahnya menyalimi kedua orang yang telah membesarkannya itu. 

Dalam hatinya, Mastita menahan rasa kecewa, mungkin benar bahwa Ayahnya tidak ingin kehadirannya dirumah nya itu. Atau memang dia hanya beban.

Setelah sang Ayah benar-benar pergi, wajah Mastita tampak begitu kecewa, meskipun dia berusaha keras menyembunyikan perasaannya di balik senyumnya.

Eyang putri dan Mbah kung, yang peka terhadap ekspresi wajah cucunya, segera membuka suara untuk mengalihkan perhatiannya dari kekecewaan itu.

Malang dan SeisinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang