02

52 13 3
                                    

Langit biru bercampur hitam dengan kabut yang cukup lebat tidak lupa juga semilir angin yang tertiup, hari ini tampak nya akan turun hujan.

"Kayanya bakal turun hujan, kita mau pulang aja atau neduh disini aja? " Tanya Giselle

Ningning melihat suasana sekitar dan sesekali mengangkat tangannya untuk merasakan rintik hujan yang mulai turun.

"Neduh aja ga si? Kalo pulang kita udah cukup jauh, bakal ada kemungkinan kita kehujanan dijalan nanti." Jawab ningning yang dibenarkan oleh Karina.

Lantas semuanya berkumpul ditenda Karina dengan beberapa cemilan yang tersedia, hujan mulai menurunkan air matanya diiringi dengan suara petir yang begitu jelas.

"Perasaan gua makin ga enak deh. Mana disini ga ada sinyal lagi, kalo ada apa apa gimana rin?" Dapat dilihat wajah Winter kian memucat, Karina pun menawarkan air teh hangat yang telah ia buat.

"Everything is gone be alright Winter, ga ada yang perlu lo takuti oke? Disini ada kita bertiga. Gua tadi malem jaga juga ga ada apa apa kok so jangan berlebihan ya? Percaya sama gua." Tenang Karina

Angin tiba tiba bertiup kencang seakan ingin merobohkan tenda Karina, penutup tenda atau yang bisa disebut dengan pintu terbuka secara tiba-tiba.

Dari arah berlawanan dengan kecepatan yang begitu kencang, burung kedasih yang bercucuran darah terjatuh begitu saja dilantai tenda mereka.

Winter yang melihat darah pun berteriak ketakutan. "B-burung kedasih...."

"Sel buang buruh itu minta Ningning temen lo. Gua coba tenangin Winter dulu." Putus Karina

Giselle dan Ningning beranjak untuk mengubur burung yang telah mati, sedangkan Karina menenangkan Winter yang masih bergetar ketakutan.

"Hei hei gapapa, nanti kita pulang ya? Tapi nunggu hujan dulu kalo dipaksa sekarang takutnya nanti sakit. Sekarang sini lo tenang dulu coba tidurin badan lo oke? Gua puk puk sini." Winter menyamankan posisinya tepat disebelah Karina.

Tepukan demi tepukan diberikan oleh Karina dengan tujuan membuat Winter merasa nyaman. Karina menoleh ke arah pintu dan berdoa demi keselamatan mereka.

"Kenapa tiba tiba gua mikirin Giselle sama Ningning ya?" Gumam kecil Karina.

Sedangkan disisi Giselle dan Ningning, mereka sudah selesai mengubur burung tersebut dan memberikan doa terakhir.

Kini mereka berjalan kembali ke tenda dengan langka yang lumayan cepat dikarenakan jaraknya cukup jauh dan sekarang awan telah berganti dengan awan hitam.

"Ini udah kaya malem ya, mana kita ga bawa senter lagi." Ucap Ningning

"Namanya juga lupa, kita juga bentar lagi sampai kok." Jawab Giselle, mereka bertautan tangan seolah saling menenangkan.

Ningning memberhentikan jalannya saat matanya melihat sesosok perempuan dengan gergaji ditangannya. Jantung berdetak kencang seolah meminta keluar dari raga sang tubuh.

"Sel... Gua salah liat kan?"

Gelengan pelan diberikan oleh Giselle, ia menyembunyikan tubuh Ningning dibelakang tubuhnya. "Ga lo ga salah liat, kalo gua itung 123 lo langsung lari ya? Jangan liat kebelakang."

Perempuan dengan gergaji itu perlahan melangkahkan kakinya secara perlahan dikarena kaki bagian kirinya sedikit membengkak, bunyi yang dihasilkan dari mesin gergaji terus mengalir dengan indah.

"Kalian semua harus mati hihi."

Secara tiba tiba perempuan itu sudah berada didepannya dan berlari menerjang kearah Ningning dan Giselle, mengangkat gergaji keatas dan menggerakkan nya secara asal.

THE DRAMA [AESPA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang