Prolog

2 1 0
                                    

Happy Reading!

Menjadi tak terlihat adalah salah satu kemampuan yang hanya dimiliki oleh Julliana Resta. Sayangnya, kekuatan ini hanya bisa ia gunakan saat ia bersama keluarganya saja.

Sejak kecil, jika Julliana sedang merasa sedih ataupun marah, ia bisa membuat dirinya tak terlihat, padahal dia mengeluarkan suara dengan cukup keras. Namun keluarganya terlihat tidak terganggu dengan itu. Sehingga Julliana kecil yakin jika ia berhasil mengelabui semua orang termasuk kedua orang tua, kakak perempuan dan keluarga besarnya.

Nyatanya, seiring betambahnya usia, Julliana menyadari jika yang dilakukan mereka hanyalah bentuk dari pengabaian terhadapnya. Sepertinya bagi mereka, mengabaikan Julliana adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah yang dia perbuat.

Julliana yang saat ini menginjak usia remaja mungkin mulai mengerti. Namun, bagi Julliana kecil yang diperlakukan seperti itu sejak dia balita pasti akan kebingungan dengan sikap keluarga yang terlihat tidak tertarik padanya. Anehnya sikap itu hanya ditunjukkan pada Julliana, tidak kepada kakak perempuannya, Pelita Putri Sutawijaya yang hanya berjarak 4 tahun itu.

Julliana pikir, mungkin karena kakaknya yang memiliki sifat penurut lebih mudah diarahkan dan jika terjadi sesuatu dengannya, kedua orang tuanya akan sangat merasa bertanggung jawab. Berbeda dengan Julliana yang tidak akan berhenti hanya dengan larangan tanpa ada penjelasan mengapa ia dilarang melakukan sesuatu. Sehingga, saat sesuatu terjadi padanya orang tuanya akan bersikap dingin seakan sudah memperingatkannya jika terjadi sesuatu padanya.

Julliana tidak bisa seperti Pelita sekeras apapun ia berusaha. Menjadi penurut tanpa mengetahui alasannya hanya membuat Julliana bingung dan resah. Akhirnya ia akan merasa kesal jika semua hal harus dilarang tanpa mengetahui mengapa ia tidak bisa melakukannya.

Sisinya yang seperti itu juga sepertinya yang membuat kedua orang tuanya menyerah untuk memperhatikannya. Padahal Julliana tidak meminta lebih selain penjelasan dan bukannya paksaan seakan Julliana harus melakukannya.

Julliana kadang merasa miris dengan situasi yang harus ia hadapi setiap hari, apalagi banyak teman - teman sekolahnya yang sering bercerita tentang keluarga mereka yang terlihat bahagia dan tentang bagaimana mereka menjadi sangat spesial karena dilahirkan sebagai anak terakhir. Jika dunia mengenal hak istimewa bagi anak bungsu di keluarga atau anak terakhir di keluarganya. Namun bagi Julliana, itu hanyalah keberuntungan yang tidak mungkin dimilikinya.

***

Julliana sudah bersiap dengan tampilan khas anak baru dari ikatan rambut penuh pita sampai papan yang cukup besar di dadanya berisi biodata yang ia gantung di leher dengan tali rapia sesuai keinginan panitia sekolanya. Kapan lagi ia terlihat seperti orang gila jika tidak saat masa orientasi seperti ini.

Setelah memastikan penampilan dan barang bawaan yang harus di bawanya, Julliana akhirnya keluar dari kamar dan melihat keluarganya yang sedang makan bersama di meja makan.

Julliana berjalan melewati keluarganya menuju dapur dan menyiapkan susu untuk dirinya sendiri. Hanya dirinya yang tidak bisa sarapan dengan makanan berat jika akan berangkat ke sekolah. Julliana akan merasa sangat kelelahan jika ia sarapan di pagi hari, entah kenapa jika ia makan berat di pagi hari, ia akan mengeluarkan keringat dingin dan mulai merasa pusing khususnya saat upacara pagi hari. Pernah satu kali Julliana pingsan saat upacara bendera di sekolahnya, bukan karena ia belum sarapan tapi karena ia dipaksa ibunya untuk sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Sejak itu, ibunya sudah tidak memaksanya lagi dan membiarkan Julliana hanya mengisi perutnya dengan susu saat sarapan.

"Pastikan lagi barang yang kau bawa, jangan sampai lupa." Suara lembut ibunya saat berbicara dengan kakaknya sayup - sayup tedengar di telinga Julliana. Pelita juga akan memulai masa orientasi di fakultasnya setelah ia mengikuti orientasi di tingkat universitas minggu lalu.

Julliana sedikit berharap jika ibunya juga akan berbicara seperti itu, setidaknya hanya sedikit kata - kata yang menunjukkan perhatiannya pada Julliana.

"Sudah, kali ini pasti tidak akan ada yang tertinggal."

"Yasudah, papa antar kamu agar tidak terlambat." Ayahnya sudah berdiri sambil membawa kunci mobilnya.

Julliana hanya tersenyum getir mendengar pembicaraan keluarganya. Rasanya keluarga ini terlihat sangat harmonis meski tanpa ada Julliana di dalamnya.

Setelah menghabiskan susu dan mencuci gelasnya. julliana berjalan menuju pintu rumahnya sambil mengabaikan keluarganya.

"Julliana ingin ikut bersama papa?" Pertanyaan ayahnya membuat Julliana melirik ayahnya yang berhenti berjalan menunggu kakaknya yang sedang memeriksa barang bawaannya.

"Ngga, ojek online Julliana baru sampai. Julliana berangkat." Tanpa mendengar jawaban ayahnya, Julliana sudah menutup pintu rumahnya dan berjalan menghampiri ojek online yang dia pesan.

Langit masih sangat gelap saat ia keluar rumah. Panitia sekolahnya memang menyuruh para murid baru ini untuk berkumpul di sekolah sebelum pukul 6 pagi. Sehingga, ia harus berangkat lebih pagi agar tidak terlambat karena rumahnya yang cukup jauh dari sekolahnya.

Itu juga sebabnya Julliana menjawab dingin ajakan ayahnya beberapa saat lalu. Ia tahu jika jarak sekolahnya dan kampus kakaknya memiliki arah yang berlawanan. Jika ia ikut bersama ayah dan kakaknya ia pasti akan sangat terlambat, belum lagi jam sibuk sekitaran sekolah Julliana jika berangkat sedikit siang akan mastikan jika ia akan sangat terlambat.

Julliana menarik nafas dalam dan menghela nafasnya perlahan, mencoba mempositifkan pikiranya jika basa - basi ayahnya setidaknya masih membuat Julliana terasa seperti bagian dari mereka. Walaupun tidak sungguh - sungguh ingin mengantarnya, ia harus cukup bersyukur walaupun hanya sebatas ucapan saja.

Bersambung...

Last HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang