Happy Reading!
Julliana berusaha keras menyiapkan mentalnya yang tidak siap saat ia mengawali harinya sebagai murid resmi di SMA Celosia. Mau tidak mau ia harus tetap datang ke sekolah ini walaupun bahaya mengintainya.
Setelah apa yang dia lakukan di hari terakhir orientasi di depan teman angkatan dan kakak kelasnya, semua orang pasti akan membicarakannya. Belum lagi, sepulang orientasi saat itu, Rachel langsung meminta maaf karena surat cinta yang dia buat secara asal itu. Ia benar - benar tidak berfikir bahwa Jullian akan membaca suratnya. Padahal menurut wawancara yang ia lakukan pada panitia, lelaki itu termasuk pria cuek yang tidak akan membuang waktunya untuk membaca surat. Belum lagi, banyak murid baru yang secara terang - terangan mengaku pada Rachel untuk menulis surat untuknya.
Yang mengejutkannya lelaki bernama Jullian Raphael itu ternyata lelaki bertopi merah yang juga menjabat sebagai ketua komite siswa. Reputasi lelaki yang menurut Rachel sangat positif membuatnya memiliki banyak penggemar. Julliana cukup resah jika dia harus menyambut harinya dengan melawan para penggemar fanatik lelaki itu.
Anehnya, saat ia memasuki area sekolahnya, setiap orang yang ia temui akan tersenyum bahkan ada beberapa yang tertarik dengannya seakan dengan sengaja memperhatikan Julliana yang membuatnya semakin merasa tidak nyaman.
Keanehan itu baru terjawab saat ia bertemu Rachel. Ketakutan Julliana menjadi kenyataan, Rachel mengatakan jika berita dirinya yang melawan para pengawas dan mencampakan ketua komite siswa sekolahnya untuk pertama kali dalam hidupnya sudah menyebar di saluruh teman angkatannya dan sepertinya juga sudah menyebar di angkatan lainnya.
"Siapa yang mencampakan siapa? Lagipula kenapa semua orang bisa mengenali aku?" Julliana sedikit berbisik mengingat terlalu banyak orang di lorong sekolahnya.
"Kau tahu sendri, semakin banyak orang membicarakannya semakin banyak juga orang menambahkan cerita. Tapi wajahmu itu bisa dengan mudah diliat website sekolah, belum lagi tidak sulit mengingat wajahmu."
Julliana menghela nafas pasrah. Julliana sebenarnya hanya ingin menjadi murid biasa yang tidak terlalu menarik perhatian. Namun, kini sepertinya ia harus beradaptasi pada suasana yag tidak pernah ia bayangkan. Semua ini karena lelaki menyebalkan bernama Jullian Raphael!
Julliana juga tidak ingin menarik mengingat nama lelaki itu, mengingat dia adalah orang yang sulit mengingat nama orang lain. Namun sepertinya kaii ini cukup sulit mengingat Julliana sudah menghafalnya di luar kepala.
"Julliana Resta!" Teriakan Rachel membuat Julliana terperanjat. "Kenapa kau harus berteriak."
"Sekarang jawab apa yang aku tanya, jika kau mendengarnya." Julliana sebenarnya tidak benar - benar mendengar apa yang Rachel katakan. Ia sedikit merasa bersalah karena terlalu sibuk dengan pikirannya.
"Baiklah." Apapun itu, setujui saja.
"Benar ya?! Kau mau menjadi chairmateku?!" Julliana kini mengerti apa yang ditanyakan Rachel padanya.
"Tak masalah." Teriakan senang Rachel dan pelukannya yang kencang di leher Julliana membuatnya sedikit kesakitan. Namun melihat senyum cerah dan kegembiraan wanita ini membuat Julliana membalas pelukannya dan ikut melompat lompat kecil bersama.
***
Selama kelasnya, sebenarnya pembelajaran resmi masih bekum dimulai. Wali kelasnya hanya menjelaskan metode pembelajaan yang berbeda para guru yang akan mengajar di kelasnya dan proses pembelajaran yang lebih kompleks daripada saat masa orientasi lalu.
Julliana pulang cukup sore, namun Rachel masih mengajaknya untuk bermain sebelum pembelajaran resmi dimulai. Sayangnya, Julliana sudah memiliki janji yang tidak bisa ia ingkari. Rachel terlihat sedikit kecewa namun ia akhirnya mengangguk mengerti dan keduanya berjalan bersama menuju gerbang sekolah.
Rachel yang sudah ditunggu mobil jemputannya berpisah dengan Julliana yang akan naik ojek online seperti biasanya. Perjalanan Julliana terasa sunyi, mengingat ia banyak becerita dan tertawa saat bersama Rachel tadi, berbanding tebalik saat ia menaiki ojeknya menuju suatu tempat. Hatinya semakin berat saat ia semakin dekat dengan tujuannya.
Saat ojek berhenti, Julliana harus melanjutkan perjalannya dengan berjalan kaki melewati gundukan - gundukan yang isinya mungkin seseorang yang dirindukan orang lain.
"Hai Adhira, aku menepati janjiku bukan? Kau pasti sangat terkejut karena aku bisa menjadi orang yang sangat menepati janji." Tidak ada jawaban namun Julliana tersenyum kecil.
"Hari ini adalah hari pertama aku menjadi murid SMA. Seragamku sekarang juga sudah berubah, apakah aku terlihat lebih dewasa dengan pakaian ini. Ya walaupun ini pakaian kak Pelita, ini tetap baru untukku kan? Pasti lebih menyenangkan jika kau juga bisa memakainya."
"Jika saja kau ada disini." Julliana menatap nanar batu nisan yang tertulis nama Adhira Dara Avani ini. Hatinya selalu merasa kosong, tapi setelah berbicara dengan Adhira, ia merasa memiliki alasan untuk menyambut esok hari, ya, esok hari yang diberikan Adhira padanya.
***
Cukup malam Julliana saat ia sampai rumah. Siapa sangka ia akan bercerita banyak hal pada Adhira tanpa sadar sampai matahari sudah semakin menghilang. Itu juga sebabnya ia baru pulang setelah keluarganya sudah berada di rumah.
"Kenapa kau baru pulang?" Pertanyaan langsung dari ibunya saat ia membuka pintu, membuat Julliana mengerutkan keningnya.
"Sekolah pulang cukup sore, jadi terjebak macet dan baru pulang."
"Jangan berbohong! Kenapa kau selalu berbohong Julliana!" Ibunya membentak semakin keras yang membuat Julliana tanpa sadar mundur selangkah.
"Ayahmu tadi menjemputmu di sekolah, tapi satpam bilang kelas sudah berakhir, apalagi untuk murid baru sepertimu! Jadi katakan kau kemana saja?!" Julliana menghela nafasnya lelah. Tekanan ibunya selalu membuat Julliana sesak, seakan tidak bisa menghirup oksigen di sekeliingnya membuatnya harus tenang agar bisa keluar dari masalah ini.
"Apa ayah tidak bertanya mengenai ekstrakulikuler yang masih dilakukan di sekolah?"
"Sepertinya tadi satpam sekolah itu sempat memberitahu mengenai murid - murid yang sedang melakukan ekstrakulikuer. Ayah pikir kau tidak akan mengikuti kegiatan itu dihari pertama sekolahmu."
"Memang tidak, aku hanya mengunjungi dan bertanya - tanya mengenai kegiatan yang menarik untukku. Siapa sangka itu akan memakan waktu lama." Untung saja Juliana mengingat apa yang Rachel ceritakan padaya tadi karena ia tidak mungkin bercerita mengenai Adhira pada keluarganya.
"Yasudah, lain kali katakan terlebh dahulu jika kau akan terlambat. Sekarang bersihkan dirimu, dan ingat! Aku hanya mengingatkan agar di masa depan juga kau tidak berbohong dan membuat keluargamu khawatir."
Julliana mengabaikan ucapan ibunya yang setengah mengancam itu. "Bukankah kau biasanya mengabaikanku setiap hari, kenapa sekarang bertingkah berlebihan." Ucapan kecil Julliana sepertinya masih bisa didengar ibunya.
"Julliana! Apa maksudmu? Kenapa kau berbicara begitu pada mamamu sendiri? Tega sekali kau! Kau pasti lebih senang jika aku mati! Kau pasti baru akan sadar setelah aku tiada!"
Apakah sekarang drama akan dimulai lagi?
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Hope
Teen FictionMenjadi tidak bisa dipercaya sepertinya hal yang biasa bagi Julliana. Sifatnya yang sulit diatur, keras dan egois membuat keluarganya tidak memiliki minat untuk berinteraksi dengannya. Namun, siapa sangka jika sikapnya yang kasar itu berbanding ter...