CH 5

19 7 2
                                    

I'm back huhuhuhu

Komentar di buka. Ada typo komen yahhh

Happy Reading


Pria itu mengambil ponselnya yang terletak di atas meja, berjalan tak mempedulikan Ranti yang sedang menunduk, namun tinggal selangkah mendekati pintu, kalimat Ranti membuat langkah kaki nya kembali terhenti.

“Kamu harusnya tau, setiap anak terlahir dengan bakat mereka miliki,” tak ingin diam, Ranti terus membela kedua putrinya.

“Kamu bodoh atau pura-pura bodoh?” tekannya berbalik melangkah mendekati istrinya.

“Yang begini nih, perempuan yang melahirkan generasi yang tidak berkualitas itu kamu Ranti!” teriaknya di setiap kalimat penuh kemarahan.

“Seharusnya kamu bisa membedakan profesi dengan bakat, yang di miliki Kayla, itu hanya bakat Ranti, itulah alasan kenapa saya mau Kayla dan Zera sekolah kedokteran, karena menjadi dokter itu profesi yang mulia untuk mereka suatu saat, itu berguna di masa depan, otak kamu makannya di pakai Ranti!” Carlos sedikit menjeda setelah cukup panjang ia meluapkan semuanya. “Sikap kamu yang begini malah membuat mereka bodoh seperti kamu.”

“Tapi tidak salah, kamu memang dari sananya sudah bodoh, saya memaklumi itu, jadi jangan buat kedua putrinya saya menjadi tidak berguna seperti kamu.”

Lanjut Carlos, lalu pria itu berjalan keluar, tak mempedulikan istrinya sedikitpun, masih dengan emosi yang membara, Carlos berjalan menuju garasi, hingga beberapa menit, terdengar sebuah mobil keluar dari halaman rumah. 

Melihat itu, Zera kemudian berlari menuju kamar orangtuanya, sungguh suatu hantaman besar baginya mendengar pertengkaran yang terjadi.

“Mama!” panggil gadis itu dengan suara yang bergetar, membawa Ranti ke dalam pelukannya.

“Mama gak apa-apa sayang, kamu panggil bibi yah, buat beresin kamar ini,” pinta wanita itu dengan lembut.

Zera menggeleng tak terima dengan kondisi Ranti seperti ini, ia ikut menangis dengan hati yang teriris, seperti sebuah luka yang tak pernah sembuh setelah melihat seseorang yang begitu penting dalam hidupnya kini terluka di depan matanya.

“Maafin Zera dan Kak Kayla yah, maaf karena kehadiran kami membuat mama terluka.”

“Jangan bicara begini, kalian adalah kado terindah yang abadi di hati mama,” Ranti tersenyum mengelus pipi putrinya. 

Sangat-sangat sakit jika harus terlihat lemah di depan anak sendiri, ia harus kuat untuk kedua putrinya, sungguh ini suatu keadaan yang tak diinginkan, namun melihat kepedulian itu, Ranti merasa cukup berhasil mendidiknya menjadi anak yang sempurna.

“Zera panggil Bi Rina dulu, setelah itu,  Zera obatin luka mama yah?,” pintanya membuat Ranti mengangguk pelan, membuat putrinya, berdiri memanggil asisten rumah tangga mereka.

Gadis itu berlari pelan melewati tangga memanggil asisten rumah tangga mereka.

“Bi! tolong rapikan kamar mama yah berantakan banget soalnya” pintanya membuat wanita paruh baya itu mengangguk. “Baik non”

Zera kemudian beralih ke arah ruang keluarga tepatnya di sebuah laci, gadis itu membuka setiap laci mencari kotak P3K. Setelah mendapat apa yang di cari, ia kemudian berlari kembali menaiki tangga dengan cepat namun_

“Non”

“Ya Bi?” 

Panggilan itu membuat langkah Zera terhenti beberapa detik menoleh ke belakang.

“Kamarnya nyonya bersih, rapi gak ada yang berantakan, normal seperti biasa.”

“Ha?”

Zera terdiam beberapa detik, ekspresinya seakan berpikir, masa ia mama yang beresin kamar sendiri?. Batinnya tak bingung.

“Mungkin maksud non Zera, di kamarnya tuan yah?” tambah Bi Rina membuat hati gadis itu semakin teriris.

“Whatt?”

๑⁠˙⁠❥⁠˙⁠๑

“Thanks, lo pulangnya hati-hati.”  ucap Kayla setelah Arghan mengantarnya dengan selamat sampai rumah.

“Gak usah mikirin gue, mikirin dulu kondisi lo”

“Ih gaje, kepedean banget gue mikirin lo!” cetus Kayla, bersiap-siap ingin keluar.

“Ya, udah sih, kalau gak mikirin, lebih bagus lagi”

“Gue gak suka yah, cara respon lo!”

Jam sudah menunjukan pukul sembilan malam, Kayla baru tiba di rumah, di antar Arghan, jujur deg deg kan, saat ingin keluar dari mobil. 

Rasanya ia akan menerima hukuman lagi setelah sejak pagi keluar rumah hingga dirinya baru balik di jam sembilan malam.

Gadis itu terdiam beberapa detik di dalam mobil, walau pintu mobil sudah ia buka sejak tadi.

“Lo takut?” tanya cowok itu menyadarkan gadis itu seakan sedang melamun sejak tadi.

Mendengar pertanyaan itu, Kayla hanya menarik nafasnya dalam-dalam, gadis itu kembali menoleh ke arah Arghan tiba-tiba tersenyum manis.

“Gue cantik gak?”

Sebuah pertanyaan aneh terlontarkan dengan ekspresi yang di buat-buat, sambil kedua tangannya menyisihkan anak rambut di dekat pelipis. Sungguh gadis itu terlihat semakin lucu di depan Arghan.

Cowok itu hanya tertawa gemas dengan tingkah Kayla yang tiba-tiba di buat imut.

“Lo kerasukan kunti di pohon itu?,” balas Arghan menunjuk sebuah pohon besar di pinggir jalan dekat rumah Kayla.

Kayla memutar bola matanya malas, kalau bersandar kembali di kursi mobil sambil menghembuskan nafas dengan kasar. “Capek Ga.” lirihnya kembali serius, tak ada lagi senyuman, yang tersisa hanyalah tatapan sendu yang menghiasi ekspresinya.

Arghan terdiam setelah mendengar kalimat itu, ia hanya memandangi gadis di sampingnya dalam diam, dengan tatapannya yang tak bisa di berkata-kata.

“Gue capek, tapi gue gak mau nyalahin mereka juga.”

Semua hening, tak ada respon dari Arghan sekalipun, hingga gadis itu kembali membuka suaranya.

“Aga!” Panggil Kayla menggunakan nama panggilan yang sudah biasa ia gunakan sejak mereka SMP.

“Hm?”

Hening….

Dengan bergumam, cowok itu merespon panggilan Kayla, namun sekarang, tak ada kalimat atau obrolan lanjutan. 


ADUH MINDER BANGET SAMA CERITANYA
SEMOGA KALIAN SUKA.

VOTE DULU DONGGGGGG

KOMEN YAH SAYYY🥳

AZHERLIN (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang