Letter 1: Serbuk Bintang

16 3 1
                                    

Serbuk Bintang

Kamu mengkhawatirkanku melihat pikiran-pikiran gelapku kian hari kian kelam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamu mengkhawatirkanku melihat pikiran-pikiran gelapku kian hari kian kelam. Mungkin kamu bahkan mulai melihat kepulan asap hitam keluar dari pori-pori tubuhku. Atau kamu melihat kepalaku terbakar. Kobaran api menyala-nyala di sana.

"Aku ingin menyelamatkanmu. Tapi di sini aku juga tersesat," katamu. Apa kamu tahu? Sebenarnya kamu sudah menyelamatkanku, jauh sejak hari itu di mana kamu menyambut jabatan tanganku.

Selama ini aku hidup sendirian. Duniaku membolak-balik begitu cepatnya antara gelap dan terang. Tapi kadang-kadang aku juga tinggal di kawasan abu-abu sedikit lebih lama. Tak pernah kutemui rasa menyenangkan pada ketiganya. Tapi dulu aku lebih suka tinggal di kawasan terang karena itu artinya aku sedikit sama seperti orang-orang lain dan tidak gila. Yah, walaupun pertanyaan "apa sebenarnya gila?" terus saja menari-nari di dahiku, aku tidak pernah berani mengungkapkannya terang-terangan.

Aku mengatakan hal-hal aneh dan mereka memahamiku¹---sudah lama aku menginginkan teman yang seperti itu, yang tidak akan menanyakan kewarasanku atau menyuruhku mendatangi ahli agama. Apa kamu tahu, betapa bahagianya aku saat kamu menimpali kata-kata anehku dengan kata-kata dan pemikiran yang sama anehnya? Itu seperti aku memberimu permen kapas merah muda berbentuk sapi bersayap dan kamu memberiku cokelat berwarna jingga berbentuk naga sebagai gantinya. Lalu kita terbang.

Mama barusan membelikanku dua cup brownies-puding---atau puding-brownies? Yang mana saja mungkin benar, atau bisa jadi justru salah dua-duanya. Tapi aku tidak peduli. Rasanya enak. Dan terpenting, ketidakjelasan bentuk serta namanya mengingatkanku pada kita. Aku ingin memakan makanan manis berwarna cokelat gelap tidak jelas ini bersamamu. Mungkin sambil duduk di tepi sungai yang aliran airnya sejernih kristal dan membayangkan kita adalah ikan yang berenang-renang di dalamnya, berkomunikasi lewat gelembung-gelembung, atau mendiskusikan Kota Omelas²---yang bersanding dengan kata "memelas" di otakku---akankah kita menyelamatkan bocah laki-laki yang terkurung di ruangan sempit itu lalu kabur bersama? Tapi kupikir kamu mungkin akan memberikan ide yang lebih menarik, dan tentu saja ... ajaib. Sebagaimana kerja otakmu selama ini.

Aku tidak pernah bosan mendengar racauan dan celotehan kisah-kisah ajaib yang keluar dari mulutmu---apakah itu tentang peri-peri yang memakan jantung bayi atau nenek sihir berhidung panjang yang mengasuh anak-anak kucing---aku justru selalu mengantisipasinya dengan rasa semangat yang berdenyar-denyar. Kamu sudah mengetahuinya, bagaimana aku mencintai buku dan ingin meminum setiap kisah dari dalamnya. "Ayo, jadilah buku. Bukuku. Buku milikku sendiri," kataku suatu hari---menyadari kamu lebih menarik dari buku-buku yang ingin kukoleksi. Mungkin ideku itu kelewat menyeramkan karena kamu berkata, "Mama, aku takut!"
Kamu lucu sekali.

Apa aku tadi sudah bilang kalau kamu menyelamatkanku?
Berkatmu aku tidak takut lagi tinggal lama-lama di daerah gelap. Aku tidak lagi takut dicap tidak waras karena isi kepalaku yang seperti Wonderland dan Wasteland yang saling tumpang tindih. Sejujurnya, gelap mulai memberiku kebebasan yang tidak pernah kudapat dari terang. Aku ingin menikmati saat-saatku berada di sana. Dan kerenamu aku berani berteman dengan para monster, mengajak mereka duduk minum teh dan memanggang biskuit bersama. Lagi pula, aku tidak akan pernah kehilangan cahaya, karena kamu manusia Serbuk Bintang---yang menumbuhkan bunga-bunga berbagai warna dalam kekelaman dengan cairan emas dan perak berkilau dari jari-jari tanganmu.[]

Catatan kaki:
1. Dikutip (dialih bahasakan) dari sebuah foto (yang kutemukan) di Pinterest
2. Berdasarkan Kota Omelas dalam cerita pendek "The Ones Who Walk Away From Omelas" karya Ursula K. Le Guin








Nb: Ditulis dalam keadaan mengambang antara waras dan tidak. Dan kepala penuh oleh Franz Kafka (meski aku tidak menyebut-nyebut nama beliau di atas)---juga cengiran senang (berteman denganmu) yang tidak mau pergi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ETERNAL BLUE: Letter For Them Who Share Bruises With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang