pembuka

872 81 17
                                    

Lexi menatap layar ponselnya, menggenggamnya kuat, sedikit merasa cemas. Kampus mulai sepi di sore hari, Lexi memutuskan berjalan dengan hati-hati ke parkiran yang ada diluar fakultasnya. Mata Lexi terus berkeliling, berharap tidak ada yang memergokinya, sekalipun Lexi tidak melakukan kejahatan. Namun apa yang ia lakukan, lebih membahayakan bagi hidupnya sendiri.

Sampai di parkiran, Lexi langsung mendapati mobil abu yang dicarinya, sekali lagi matanya menyapu sekitar dan buru-buru masuk ke mobil. Akhirnya Lexi bisa bernapas normal kembali.

"Ayo, jalan." Lexi bicara pada laki-laki yang duduk dikursi kemudi. Laki-laki itu nampak diam saat menjalankan mesin mobilnya dan melaju meninggalkan area kampus.

Sepanjang perjalanan, hanya hening yang terjadi, memang dari awal Lexi tak berharap apa-apa pada laki-laki yang menjemputnya sekarang ini. Sifatnya yang dingin dan irit bicara membuat Lexi tak banyak membuka percakapan agar meminimalisir kecanggungan dan membiarkan keduanya diselimuti kesunyian.

"Xiva."

Namun jika laki-laki itu sudah mengeluarkan suaranya, artinya Lexi harus waspada. "Iya, By?"

Laki-laki itu terlihat menahan senyum, meski sangat samar. Laki-laki itu bernama depan Ashby dan Ashby sangat suka saat Lexi memanggilnya demikian. "Kamu jadi menginap di rumah Ibu?"

Lexi mengangguk yakin. "Iya, aku udah kirim pesan ke Ibu dan respon Ibu senang banget, kamu yang anterin aku ke sana kan?"

Ashby tak mengangguk, tak juga menggeleng. Ashby lebih ingin Lexi tetap diam di penthouse-nya, dibanding ia harus mengantarkan Lexi pulang ke rumahnya. "Nggak bisa besok aja?" yang akhirnya Ashby menawar, ia sungguh tak ingin malam ini tidur sendiri tanpa Lexi dipelukannya.

"Aku cuma nginep sehari, By." Lexi terkekeh hambar saat perasaan tak nyaman menyerangnya, takut sekali Ashby berubah pikiran dan tak mengizinkan Lexi pulang ke rumah lalu kembali mengurung Lexi di penthouse-nya.

Sehari sudah seperti setahun bagi Ashby. "Aku ikut nginep, ya?"

Lexi terkejut. "Kenapa gitu?" perjanjiannya tidak seperti itu. Lexi akan menginap sehari dan Ashby juga tidak akan mengganggunya dalam sehari itu. Jika Ashby ikut menginap, sia-sia Lexi membujuk Ashby kemarin.

"Nggak mau tidur sendiri," jujur Ashby.

"Kamu juga bisa pulang ke rumah orang tua kamu selama aku pergi," balas Lexi memberi solusi. "Aku kangen rumah," imbuhnya dengan mata yang berbinar, mulai membayangkan hangatnya pelukan sang ibu dan merasakan terbebas sebentar dari Ashby.

Namun wajah Ashby justru terlihat tidak senang mendengarnya. "Kamu sesenang itu jauh dari aku?"

"Ashby," suara Lexi tercekat.

"Aku berubah pikiran. Kamu nggak boleh pergi," putusnya.

Celaka. Benar-benar celaka. "Please, Ashby. Katanya boleh kalau cuma sehari?" Lexi memohon.

Tadinya, iya. Namun saat melihat wajah bahagia Lexi saat ingin meninggalkannya membuat Ashby terbakar amarah. Sekalipun wajahnya tetap datar, gestur tubuhnya terlampau tenang seperti biasa, dalam hatinya Ashby menggeram tak terima.

"Aku tunangan kamu, Lexiva. Aku yang berhak memutuskan. Kamu nggak bisa apa-apa selain nurut." kalimat yang sama yang selalu keluar dari bibir Ashby, berlaku saat Lexi mencoba melawan dan tak setuju dengan keputusannya.

Lexi memejamkan matanya, lelah dan merasa sangat kecewa. Ya, semenjak Ashby resmi menjadi tunangannya, Ashby jadi merasa berhak atas hidup Lexi. Selalu mengatur dan berlaku seenaknya, memenjarakan Lexi di penthouse-nya, membatasi interaksi Lexi dengan banyak orang terutama lawan jenis, seolah Lexi tidak boleh melihat dunia selain bersama Ashby.

Sudah setengah setahun Lexi dan Ashby resmi bertunangan, tidak ada satupun anak kampus yang tahu dengan status itu. Lexi yang meminta pada Ashby, dua keluarga juga menyetujui untuk menyembunyikan hubungan mereka demi kenyamanan Lexi. Agar terhindar dari masalah dan banyaknya pergunjingan jika semua orang tahu status Lexi dan Ashby, dimana Ashby sendiri merupakan mahasiswa terpopuler di fakultasnya.

Lexi hanya ingin hidup tenang dan belajar di kampus dengan nyaman, tetapi harapannya langsung pupus saat Ibunya menawarkan perjodohan dengan calonnya yang tak lain adalah Ashby Shayre Rakarga, anak tunggal dari pernikahan Afkar Rakarga dan Rayna Rakarga.

Jelas Rakarga berasal dari keluarga terpandang dan keluarga Lexi hanyalah keluarga biasa yang terlampau sederhana, Lexi anak pertama dari dua bersaudara dan adiknya masih sekolah dasar. Ibunya membuka toko kue untuk menghidupi kedua anaknya. Saat Lexi diminta menjadi bagian dari Rakarga atas permintaan Ashby langsung, Ibunya kesulitan menolak dan mau tak mau merelakan Ashby mengikat anak pertamanya itu.

Ashby selalu punya kuasa atas segala hal. Sekalipun Ashby setuju hubungan mereka disembunyikan, Ashby selalu punya cara untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Lexiva Sahara Adniya adalah miliknya. Hanya miliknya.

Sesampainya di penthouse, mereka tak langsung turun dari mobil. Ashby menarik tengkuk Lexi, mempertemukan bibir keduanya begitu agresif dan sejenak melakukan permainan di mobil guna meredamkan amarahnya.

tbc ⎯⎯ ⎯⎯

notes; hai, ketemu lagi dengan aku, ssavera. aku mau ngasih informasi kalau cerita ini hanya akan ada dua atau tiga part saja di wattpad sebagai bentuk promosi dan akan dilanjutkan hingga selesai di Karyakarsa, jadi mohon pengertiannya ya.

aku kasih info ini diawal agar nanti ga ada yang marah-marah haha, dan yang mau baca jadi punya persiapan belinya di KK. tapi aku ga memaksakan, kalau kamu gamau baca yang bayar, aku punya cerita gratis di wattpad mungkin kamu bisa baca itu.

harganya hanya 3.500 rupiah untuk setiap part, dan bisa lebih tergantung berapa kata yang ditulis. nama akunnya sama kaya wattpad, bisa search aja langsung di Karyakarsa : ssavera.

terima kasih, see u!

ssavera, 27 April 2024.

Rough FiancéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang