[ 01 : rough fiancé ]

788 52 14
                                    

Jurusan Sastra Inggris, menjadi pilihan utama Lexi saat mendaftar ke kampus negeri. Selain karena ia ingin belajar sastra, Lexi memilih universitas negeri untuk menghemat biaya pendidikannya. Lexi tidak ingin membebani ibunya, Salima Adniya. Juga adiknya, Liam Daran Adniya—yang masih sekolah dasar, yang sangat berhak mencapai mimpi setinggi-tingginya.

Namun semua itu hanya menjadi kenyataan pahit yang harus Lexi telan. Lexi memang masuk jurusan Sastra Inggris, tetapi tidak di kampus impiannya, tidak di kampus negeri seperti harapannya. Hari itu Lexi diterima di sebuah universitas swasta dengan biaya persemester yang tidak bisa dibilang murah. Universitas yang katanya dulu adalah sebuah yayasan yang berdiri dari dana pemimpin keluarga ternama, Rakarga. Yang sampai saat ini, meskipun orangnya telah tiada, nama kampus itu tetap harum dan melahirkan bibit-bibit unggul dengan masa depan yang cerah.

Dan tak terasa Lexi sudah bertahan empat semester di kampus ini, artinya sudah tahun kedua Lexi menerima kenyataan pahitnya. Dengan setengah tahunnya ia habiskan dengan menyembunyikan fakta bahwa ia adalah tunangan dari orang penting di kampus ini. Seorang mahasiswa cerdas di jurusan Hubungan Internasional, tampan, berprestasi, teladan, tetapi dingin dan misterius. Sifatnya yang jarang tersenyum dan irit bicara, tidak membuatnya memiliki relasi yang sempit. Justru hampir semua mahasiswa FISIP mengenalnya dengan baik dan semua penghuni kampus menghormatinya.

Karena ia adalah keturunan Rakarga. Namanya, Ashby Shayre Rakarga. Tunangan Lexi yang dirahasiakan.

"Pangeran FISIP menang lomba lagi tu," celetuk Leya Shadrach, teman dekat Lexi dari semester satu.

"Kejuaraan apa?" tanya laki-laki disebelahnya, Leon Shadrach, saudara kembar Leya.

"Catur, juara satu lagi. Pantes disebut pangeran, sempurna banget tu orang. Otaknya, visualnya, ya ampun apasi kurangnya." Leya memuji sembari menatap layar ponselnya yang memuat berita tentang kejuaraan catur tingkat nasional yang kembali dimenangkan oleh nama yang sama, Ashby Shayre Rakarga.

"Beruntung banget yang suatu saat jadi pasangannya," imbuhnya yang diangguki kembarannya, Leon.

Ya, itu juga, salah satu hal mengapa Lexi menyembunyikan statusnya, keberuntungan itu mungkin tidak akan ada artinya lagi jika tercium oleh publik. Lexi selalu merasa tak cukup untuk Ashby yang sempurna.

"Lex, mau ikut nonton pertandingan basket nanti sore?" ajak Leya tiba-tiba ingat sesuatu. "Pacar gue mau tanding, lo temenin gue nonton, yuk?"

Kampus swasta ini memang memfasilitasi banyak organisasi, sehingga tidak hanya prestasi akademik saja yang disorot, non akademik pun menjadi wadah yang tepat untuk siapa saja menunjukkan kelebihannya.

Lexi tak langsung menjawab, selama ini ia selalu beralasan jika diajak pergi bersama Leya dan Leon karena akan sulit sekali mendapat izin dari tunangannya.

"Mau alasan apa lagi lo, Lex? Kucing lo bertelur?" sambar Leon sebelum Lexi punya kesempatan menolak.

Leya tertawa geli. "Nggak maksa si, tapi masa lo nolak lagi. Kita kan nggak ngajak lo dugem, harusnya kalau cuma nonton pertandingan basket bisa kan?"

Lexi sangat ingin mengiyakan, tetapi logikanya menyangkal selagi sadar. "Lain kali ya, gue beneran nggak bisa. Gue masih harus ngerjain projek artikel review yang nggak selesai semester kemarin."

Sehingga alasan Lexi tak jauh-jauh dari itu. "Gue duluan," pamitnya kemudian.

"Kemana, Lex? Nggak ada kelas lagi kan?" Leya memastikan. Sekalipun mereka satu angkatan, mereka tidak selalu berada di kelas yang sama.

"Nggak ada, gue mau ke perpus." Lexi memberi senyuman terbaiknya sebelum pergi. Menghiraukan rengekan Leya dan teriakan Leon yang mencoba menahannya untuk pergi.

Faktanya, sekalipun mereka dekat, Lexi selalu memberi batas dalam dirinya dan seperti ada dinding tak kasat mata yang tidak akan pernah bisa ditembus siapapun, termasuk Leya dan Leon.

Lexi tidak berbohong, ia pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang tiga hari lalu ia pinjam. Ada saat-saat dimana Lexi bisa merasakan kebebasannya, tidak ada kontrol Ashby, tidak ada tekanan, tuntutan dan benar sekarang adalah saatnya.

Senyum Lexi begitu bebas terumbar. Menyusuri rak buku tinggi yang berjejer rapi di ruangan. Lexi merasa tempat yang paling tenang adalah kampus, ia tak perlu takut ketenangannya diganggu selama Ashby tidak datang menemuinya. Selama tidak menemuinya. Ya, selama itu Lexi bisa beraktivitas seperti yang ia inginkan.

"Kamu nggak pernah senyum selepas itu kalau sama aku," sebelum akhirnya suara itu terdengar, menyapanya bak malaikat maut. Ketenangannya langsung sirna.

"Ashby, kamu disini?" tanya Lexi retoris.

"Sedang apa, sayang?" Ashby mendekat dengan wajahnya yang begitu lembut memandang Lexi, penuh cinta.

"Aku mau mengembalikan buku, tapi petugasnya masih istirahat. Kamu sendiri sedang apa, By?" bicaranya tenang, tetapi tatapannya tidak berbohong bahwa ia mendadak cemas. Takut sekali ada yang menyadari interaksinya dengan sang pangeran FISIP itu.

"Menemui tunangan sendiri nggak boleh?" langkah Ashby semakin dekat, tanpa sadar Lexi menahan napasnya.

"Boleh, By. Astaga hampir lupa, selamat atas kemenangan kamu dikejuaraan catur, aku ikut senang."

Ashby tersenyum, langsung mendekap tunangannya itu mesra, sampai tak ada lagi jarak diantara keduanya. "Makasih, sayang. Aku akan lebih senang kalau kamu mau hubungan kita dipublikasikan."

Pasokan udara di perpustakaan itu terasa sulit didapatkan Lexi. Rangkuman tangan Ashby tidak terlalu erat, tetapi membuat dada Lexi sesak dan panik. Matanya terus mengawasi sembari berharap tidak ada yang melewati lorong rak ini. "Nggak sekarang, By."

Ashby mengecup basah leher Lexi, tangannya terus mengusap punggung Lexi yang bertumpu dengan posisinya yang berdiri kaku di rak buku belakang tubuhnya. "Aku kangen."

"Nggak disini, please." lirih Lexi, tangannya menutup mulutnya sendiri agar tak ada suara yang keluar dan membuat curiga penghuni perpustakaan siang itu, saat Ashby dengan berani membuat gigitan-gigitan kecil di pangkal lehernya.

"Ashby.. hah.. kamu," lenguh Lexi tak tahan lagi, Ashby pun tersenyum puas disela-sela aktivitasnya.

"Main disini sepertinya seru, gimana menurut kamu?"

Lexi merutuk dalam hati, menggeleng kuat. "Jangan Ashby, aku mohon."

Namun Ashby sudah lebih dulu bertindak. "Teruslah memohon, sayang. Aku suka mendengarnya." tangan Ashby sudah menekan pinggang Lexi kuat selagi bibirnya meraup bibir merah muda Lexi yang terbuka saat mengambil napas.

tbc ⎯⎯ ⎯⎯

notes; tidak untuk dicontoh ya🤡

ini versi lengkapnya udah aku taruh di KK. semoga suka selamat membaca!

sekali lagi ga memaksa, aku punya cerita on going di wattpad yang gratis dan bisa kamu baca kapan aja. see u!

ssavera, 30 April 2024.

Rough FiancéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang