penutup

185 14 4
                                    

Jika di FISIP ada pangeran sempurna tanpa cela yakni Ashby, maka di FIB ada Jayden Salvator, laki-laki dengan definisi nakal tetapi tampan yang sebenarnya. Terkenal bukan karena kepintarannya atau prestasinya, melainkan karena sering berbuat ulah, suka menciptakan keributan dan banyak tingkah.

Tak disangka ternyata Lexi harus satu kelompok dengan Jayden pada salah satu mata kuliah wajib untuk memenuhi tugas terakhir sebelum ujian. Memang bukan suatu masalah besar, karena Jayden tidak akan mengganggunya selama proses mengerjakan, Jayden tak akan susah payah ikut berpikir dengan anggota lain karena ia lebih menggunakan waktunya untuk tertidur. Namun Lexi tetap was-was, Jayden mungkin salah satu dari banyaknya pemberontak yang tak Ashby sukai.

Jika Ashby melihat Jayden yang satu ruangan dengan Lexi apalagi mengetahui satu kelompok dan mengharuskan berinteraksi, tentu Lexi tak mau hal buruk akan terjadi. Terutama jika Jayden melakukan sesuatu yang merugikan diri sendirinya, Lexi tak bisa berbuat apa-apa, jadi akan lebih baik Jayden tetap dalam mimpi indahnya.

"Enak banget dia nggak ikut mikir," protes Leya, yang duduk disamping Lexi dengan satu laptop yang menyala. Sementara yang lain mengerjakan sesuai tugasnya masing-masing.

"Biarin, Le. Mana kamus vocab, lo pegang?" Lexi dengan cepat mengalihkan.

"Nggak bawa, gue pinjem ke perpus dulu." itu ide yang sangat buruk, Leya pergi, sisa Lexi dan Jayden yang terlelap di ruangan itu.

Lexi berusaha tetap fokus pada apa yang dikerjakannya. Berharap Leya segera kembali dan Jayden tetap dalam keadaan tidak sadarnya. Namun semesta tidak mendukungnya, tiba-tiba mata Jayden terbuka dan langsung tertuju pada posisi Lexi duduk.

"Kita cuma berdua?" katanya, memasang senyum menjijikkan.

"You better shut up, kalau nggak mau nama lo dicoret dari kelompok."

Jayden menangkap kepanikan Lexi. "Kenapa lo? Gue nggak akan macam-macam." itu sama sekali tidak menenangkan, justru menghadirkan keringat diwajah Lexi.

"Peduliin diri lo sendiri, Jay." Lexi mencoba menetralkan laju napasnya, merapal dalam hati bahwa tidak akan terjadi sesuatu yang buruk ke depan.

"Gue liat lo."

Tidak, jangan sekarang. Lexi tak bisa untuk mengontrol detak jantungnya.

"Sore itu, di parkiran FIB. Gue liat lo masuk mobil dia," ungkapnya penuh bangga. Tidak sadar maut menyapanya perlahan.

"Dia siapa?" Lexi tak ingin terlihat bodoh, tetapi apa yang baru saja ia lontarkan menjadi sebaliknya, membuat Jayden merasa menang.

"Perlu gue sebut namanya? Ah, kayaknya nggak perlu, lo nggak mau ada yang denger ini kan?"

"Shut up, Jayden!"

Jayden mendekat, sama sekali tak diprediksi pergerakannya. "Stay where you are," perintah Lexi yang tak didengar, Jayden justru semakin memperkecil jarak.

"Santai, Lexi." balasnya sembari terkekeh, entah dimana letak lucunya pikir Lexi. "I'm surprised, lo ternyata punya hubungan sama orang kayak dia. Lo diancam?"

Lexi menggeleng, masih mempertahankan apa yang bisa ia lakukan sementara. "Gue nggak ngerti lo ngomong apa," jawabnya yang berkebalikan dengan ekspresi wajahnya.

"Ayolah, Lexi, gue udah tahu. Gue penasaran kenapa lo bisa sama dia, lo diancam kan? Secara dia bisa dapetin apapun yang dia mau dengan mudah." kini jarak keduanya hanya beberapa senti, Jayden mengapit rahang Lexi dengan satu tangan, menekannya kuat. "Lo pikir lo pantas? Big no, gue lebih percaya dia akan buang lo setelah bosan."

Mata Lexi menajam. "Apapun itu bukan urusan lo!" Lexi menepis kasar cengkeraman tangan Jayden yang semula bertengger diwajahnya.

Terdengar langkah kaki dari luar mendekat, yang sudah bisa dipastikan itu Leya. Segera Jayden ke posisi awal bersamaan dengan senyum merendahkannya sebelum kembali memejamkan matanya. "Ya, memang bukan urusan gue. Murah."

Lexi mengepalkan tangannya kuat, bersamaan dengan matanya yang memanas. "Sorry, Lex. Banyak drama banget penjaga perpus sekarang mau pinjem satu buku aja." Leya telah kembali, menghampiri Lexi yang wajahnya terlihat mengeras sembari menatap tajam satu-satunya laki-laki yang berada di ruangan itu.

"You okay, Lex?" Leya otomatis mengikuti arah pandang Lexi sehingga dapat menyimpulkan. "Jayden ganggu lo?"

Seketika Lexi tersentak, merubah sikap dengan cepat sebelum menggeleng. "No, bisa kita lanjut ngerjain?"

Leya merasa aneh dengan temannya itu, tetapi memilih tak melanjutkan. "Ya, sure. Ini kamusnya."

Disela-sela mengerjakan, mata Lexi menerawang ke arah luar jendela yang sekatnya terbuka dan secara spontan kelopak matanya melebar terkejut saat bertemu pandang dengan mata elang sang tunangannya. Disana, berdiri diluar dengan senyumnya, yang Lexi tahu itu bukan pertanda baik.

Karena di hari berikutnya, kampus digegerkan dengan peristiwa kecelakaan tunggal yang memakan korban seorang mahasiswa FIB bernama lengkap Jayden Salvator. Akibat dari kecelakaan itu membuat Jayden harus menerima kenyataan bahwa bagian tubuh dari pinggang sampai telapak kakinya lumpuh dan membutuhkan perawatan ke luar negeri, sehingga Jayden tak akan melanjutkan kuliahnya lagi disini.

Rentetan kejadian itu terlewati begitu cepat, begitu ramai dibicarakan, lalu redup dengan sendirinya. Seolah hal biasa, berita hangat akan tergantikan dengan mudah saat ada berita lain yang lebih menyorot perhatian. Namun kasus itu tak pernah redup diingatan satu gadis—Lexi.

end ⎯⎯ ⎯⎯

notes; sesuai yang udah aku informasikan di part sebelum ini, bahwa setelah part ini, Rough Fiancé ga akan di update lagi disini. dilanjutkan hanya di karyakarsa, dan sudah sampai ending + extra part. bisa dicek sendiri, ga maksa kok.

sekali lagi, aku punya cerita on going dan yang sudah tamat di wattpad yang bisa dibaca secara gratis, jadi kalau yang ini berbayar mohon maklumi ya, aku minta dukungan buat projekku yang receh ini, ya :(

nama akun karyakarsa sama dengan wattpad ya!
ssavera

thank you fren, selamat membaca!

thank you fren, selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ssavera, 23 September 2024.

Rough FiancéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang