Happy Reading
Pagi hari yang cerah menyapa pedesaan dengan kehangatan dan keceriaan. Matahari terbit dengan gemerlapnya, menerangi setiap sudut desa dan memancarkan cahaya yang mempesona. Udara segar dan sejuk menerpa wajah, menyegarkan jiwa dan mengundang semangat. Dihiasi oleh keceriaan burung-burung yang berkicauan. Suara mereka menggema di udara, mengisi langit pagi dengan melodi indah dan semangat yang menggelegar.
Juna merasakan tidurnya terusik oleh suara jam weker yang terus berbunyi sejak tadi. Meskipun masih berada dalam keadaan setengah sadar, dia mencoba mencari dan mematikan jam weker tersebut. Suara jam weker yang terus berulang mengganggu ketenangannya dan membuatnya semakin terjaga.
Tap!
Juna bernafas lega dan meraih sedikit kenyamanan dalam keheningan yang didapatkan. Dia merebahkan dirinya kembali di atas kasur yang empuk, merasakan nyaman tidur yang mulai kembali menghampirinya. Suara jam weker yang mengganggu tidak lagi mengganggu tidurnya, dan Juna hendak melanjutkan tidurnya kembali, namun—
"Astaghfirullah, Junarkaa!" Suara sang ibu terdengar di pendengarannya langsung. "Ibu udah bangunin kamu dari jam lima, lho ... Sekarang udah mau jam tujuh kamu masih tidur?" Tangannya sembari menepuk pelan pipi Juna.
"Aduh, Ibu, ini hari minggu," jawab Juna dengan mata yang masih terpenjam.
"Bangun, Jun. Abangmu mau ikut Bapak, kamu mau ikut gak?" tanya ibu sembari membuka satu-persatu gorden di kamar si kembar.
Fyi. Juna dan Jenu itu anak kembar yang masih sekamar. Di kamar mereka terdapat dua ranjang yang cukup untuk masing-masing satu orang. Di antara kedua ranjang tersebut terdapat sebuah meja nakas, yang juga menjadi tempat bagi jam weker mereka.
Juna langsung terduduk dari tidurnya, matanya terbuka lebar saat melihat sang Bunda sibuk membuka gorden kamarnya. Dengan suara yang penuh keheranan, Juna bertanya, "Kemana, Bu?"
Sang ibu tersenyum lembut sambil menatap Juna. Belum sampai tiga detik Ibu merubah ekspresinya. Dengan penuh ketegasan, beliau menjawab, "Kemana, kemana. Bangun, cepat!"
Juna langsung bangun dan keluar kamar tanpa memperdulikan selimut miliknya yang sudah tergeletak di lantai. Ibu melihatnya pun hanya geleng-geleng kepala sembari mengambil selimut milik Juna.
Di lantai bawah, Juna dengan wajah khas bangun tidur langsung berjalan ke depan rumah. Ia melihat bapak dan saudara kembarnya sedang membenarkan peralatan pancing di teras rumah. Dengan langkah yang masih mengantuk, ia duduk di dekat Jenu yang sedang sibuk dengan pancingannya.
Juna menguap lebar sambil menggaruk pipinya yang terasa gatal. Setelah itu, ia membalikkan pandangannya ke Bapak dan bertanya, "Bapak, mau mancing?"
Pandangan bapak seketika teralihkan dari pancingan ke arah Juna. Pria itu terkejut melihat penampilan Juna yang belum teratur. Rambutnya berdiri ke atas dengan berantakan dan wajahnya belum terbasuh air wajah.
"Kamu ini lho! Kebiasaan banget kalau bangun tidur gak cuci muka dulu." Beberapa detik kemudian, bapak mengangguk. "Iya, Bapak mau mancing. Mau ikut?"
Juna mengangguk antusias. "Iya, Pak, Juna mau ikut!"
"Makanya cuci muka dulu sana, air liur mu itu masih nempel di ujung bibir tuh!" tunjuk Jenu dengan dagu, yang sebenarnya tidak ada.
"Ah, masa sih?" Juna berdiri berniat mengaca di kaca spion motor Bapak yang ada di depan rumah. Mata Juna membelalak melihat tampangnya yang benar-benar keren. Ralat, benar-benar di luar dugaan.
Juna tersenyum jail sembari melihat ke Jenu yang fokus ke pancingannya lagi. Telunjuknya menyolek ujung bibirnya, berniat menjaili balik Jenu. Dengan langkah pelan, Juna mendekati Jenu. Dan ....
KAMU SEDANG MEMBACA
J TWIN'S
Teen FictionBagaimana jika anak kembar mempunyai sifat yang bertolak belakang? Cerita ini tentang keseharian Jenu dan Juna di pedesaan.