*29*

271 11 0
                                    

Farka dengan lembut memberikan dot berisi air susu istrinya kepada bayi mungil yang baru berusia 3 bulan itu. Dengan penuh kasih, ia membantu sang buah hati untuk bersendawa.

Namun, bukannya tertidur lelap, bayi itu justru kembali menangis keras.

"Hmmmhhh " Rengek sang bayi, membuat Farka bingung dan segera mencoba menenangkannya dengan menimang-nimang si kecil.

"Ssstt, baby mau ke mimom??" tanya Farka lembut pada bayinya yang terisak.

"Shhh, cup cup, baby. Jangan nangis, sayang? Anak popo 'kan pintar," gumam Farka sambil mengajak sang bayi berjalan-jalan menuju lantai bawah, tepatnya ke ruang bawah tanah yang didekorasi sebagai tempat gym dan latihan olahraga.

Di sana, Fellora terlihat hanya mengenakan sport bra abu-abu dan legging. Rambut panjangnya diikat rapi, sementara tangannya yang dibalut sarung tinju terlihat beberapa kali memukul samsak dengan keras.

Namun, suara tangisan bayi yang kuat terdengar memenuhi ruangan sepi itu, membuat Fellora menghentikan latihannya. Ia menoleh ke belakang dan mendapati Farka yang menggendong sang buah hati yang terus menangis.

"Sayang, ini bayinya nangis terus!" ujar Farka seraya menghampiri Fellora.

Fellora juga bergegas menghampiri, namun ia tak bisa langsung menggendong sang bayi karena tubuhnya masih dipenuhi keringat dari olahraga.

"Shhh, sayangnya mimom, kenapa? Mimom belum bisa gendong, liat, keringat semua mimomnya!!" ucap Fellora dengan lembut, berusaha menenangkan si kecil.

Bella tampak bersiap-siap untuk pulang. Sebelum pamit, ia mengajak putrinya, Quilera, berbincang sebentar.

"Quilera, besok lusa kamu ada jadwal cek kandungan, 'kan? Nah, sekarang ibu mau pulang dulu. Besok ibu pulang lagi, ya," ujar Bella seraya mengecup pipi Quilera.

Quilera mengangguk patuh. "Iya, Bu. Hati-hati di jalan. Sebentar lagi Mas Ryzard juga pulang," balasnya, lalu keduanya saling menempelkan pipi, berpamitan.

Bella pun menaiki taksi, bergegas menuju rumahnya. Ia tidak terlalu khawatir, karena vila ini cukup dekat dengan puskesmas besar di pinggiran desa, sehingga mudah jika terjadi sesuatu pada putrinya.

Hari sudah menjelang sore, namun Ryzard belum juga pulang, membuat Quilera gelisah menanti kedatangannya.

Tiba-tiba, terdengar suara pintu terbuka dan langkah kaki memasuki rumah. Quilera bergegas menuju ruang tamu, berharap itu adalah Ryzard. Namun, yang datang justru Ezza, bos perusahaan yang bekerja sama dengan suaminya.

"Pak Ezza! Tapi Ryzard belum pulang, Pak," ujar Quilera sopan, namun Ezza tampaknya tidak mempedulikan perkataan Quilera. Dengan tiba-tiba, pria itu memeluk Quilera, membuat perempuan itu terkejut dan segera mendorongnya pelan.

"Maaf, Pak, tapi..." Quilera mencoba menjelaskan, namun Ezza langsung meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Quilera, membungkamnya.
Kemudian, Ezza beralih ke perut besar Quilera, mengusapnya perlahan.

"Halo, anak Papa? Kamu sehat? Kamu pasti kangen, ya!" ujarnya, membuat Quilera segera menepis tangan Ezza.

"Maaf, Pak. Maksud Bapak datang kemari mau apa?" tanya Quilera dengan nada suara yang mulai meninggi, rasa curiga dan ketidaknyamanan terpancar jelas dari raut wajahnya.

"Apa maksudmu? Jelas-jelas aku ingin bertemu dengan anakku. Kamu pasti kangen sama Papa, 'kan?" ujar Ezza dengan nada penuh arogansi, tangannya dengan lancang menyentuh perut Quilera yang membesar.

Quilera menatap tajam pria di hadapannya, sorot matanya penuh kecurigaan.

"Maaf, Pak. Kalau Bapak tidak ada keperluan, silakan pergi dari rumah ini!" suruhnya tegas, berusaha mengusir Ezza yang berbicara semena-mena.

Please, Call Me Papa Anka's [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang