Eksekusi, #Maji.

754 62 24
                                    

Hidup sebagai manusia terpilih itu suram. Benar, itu yang dirasakan Makoto sebagai penari bunga.

Penari bunga, atau biasa di sebut The Flower adalah seseorang yang memiliki tato seperti bibit bunga di pergelangan tangan kirinya.

Para penari bunga ini memiliki bibit bunga yang berbeda-beda, contohnya seperti milik Makoto, yaitu bibit bunga Hydrangea biru.

Tato bibit itu akan semakin tumbuh mekar saat para penari bunga mencapai umur legalnya, dan mengalami heat—masa birahi—pertama mereka. Saat itu, mereka akan dipaksa menari karena aroma bunga selayaknya feromon itu menguar pekat.

Harum, sangat harum. Membuat beberapa orang—yang biasa disebut sebagai pemetik bunga—ingin 'mencicipi' mereka.

Rumor mengatakan bahwa tato bibit itu akan semakin mekar dan menjalar ke punggung si penari saat mereka mencapai puncak kenikmatan mereka dalam bersetubuh, bahkan harumnya aroma bunga, serta service-nya yang dikenal memberikan kenikmatan seksual di luar imajinasi.

Ah, tapi menjadi mereka juga tidak enak. Mereka tak bisa protes, karena ini takdir mereka. Yang bisa mereka lakukan adalah berusaha lari, atau menerima. Namun, ingin melawan pun susah, ujung-ujungnya juga mereka menjadi penari ataupun jalang di rumah bordil.

Begitu juga dengan Makoto, pemilik tato bibit bunga Hydrangea biru di pergelangan tangannya. Ia berdiri menatap tembok, termenung seakan tak bernyawa.

Letih dan lemas menjadi satu. Bekas ciuman serta hickey menghiasi tubuh Makoto, tato flower-nya semakin mekar. Ia baru saja selesai memuaskan konsumen kesekian-nya, yang untungnya sudah pergi tadi.

Makoto hanya menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut. Pergelangan tangannya diborgol. Wajahnya pucat, bibirnya yang merah alami itu, bahkan ikut pucat. Rambutnya berantakan, ia benar-benar berantakan.

Banyak rontokan rambut di ruangan itu, mata Makoto yang sembab, serta luka yang di pergelangan tangannya.

Ia terdiam, bahkan di dalam ruangan ini tak ada cahaya bulan yang masuk. Tatapannya kosong. Sementara hatinya merindukan Riji, pemetik bunga pertamanya, konsumen yang berlangganan padanya. Bahkan mereka teman masa kecil.

Langganan? benar, konsumen satu itu biasa memesan Makoto. Katanya, Riji memang suka dengan bunga Hydrangea.

Sebenarnya ada hal lain yang lebih dari hubungan mereka, hubungan mereka bukan sekedar Penari bunga dan Pemetik bunga belaka.

Mereka saling mencintai. Mereka saling berbagi cinta, kenyamanan, dan keamanan.

Seakan mereka tak akan ketahuan, seolah Makoto tak akan mendapat hukuman gantung jika mereka ketahuan.  

Itu adalah konsekuensi jika penari bunga jatuh cinta dengan pemetik bunganya. Penari bunga tak boleh memiliki rasa dengan pemetik bunganya, mereka tak boleh saling mencintai.

Penari bunga ditakdirkan untuk tidak memiliki pasangan dan tidak menikah, tugas mereka hanya memenuhi nafsu manusia. Mereka hidup hanya untuk itu.

Beberapa dari mereka banyak yang memiliki anak tanpa hadirnya seorang ayah, figur ayah tampak kosong di hidup anak mereka. Itu juga terjadi dengan Makoto, Makoto tak pernah tahu rasanya memiliki figur seorang ayah.

"Mako," panggilan manis dari Mia terdengar. Mia adalah sepupu jauh dari Makoto, gadis yang memiliki rambut putih panjang itu tak seperti Makoto. Untung saja, ia bukan The Flower.

Makoto hanya melirik. Tubuhnya terasa hancur lebur. Sakit. Namun di netranya ada cahaya harapan, seakan berharap kabar yang dibawakan oleh Mia adalah kabar baik.

"Akan ada pernikahan," Mia berujar enggan, "pernikahan antara Riji dan tuan Putri Ketiga."

Makoto termenung sejenak, dirinya berbalik untuk menatap Mia. Netranya menyendu seakan tak ingin percaya, namun ia menghela nafas.

"... Begitu, ya. Sudah tertebak." Makoto berujar gemetar. Membuat Mia segera memeluk tubuh kakaknya yang luruh ke lantai, Mia tahu bahwa dunia Makoto sedang hancur.

"Kakak, Kakak ..." Mia berbisik sendu saat tubuh Makoto berada di dekapannya.

"Haruskah aku datang pada Riji, Kakak?"

Hening. Hanya ada isakan sendu dari Makoto, ia tak menjawab.

"Kakak ..." Bisikan lirih Mia dihiraukan olehnya.

Mia menghela nafas, memeluk sang Kakak dengan lembut.

Makoto menangis seakan tak ada hari esok. Ia terisak lemas, hidupnya hancur, dan besok adalah eksekusinya.

Makoto mendaki Riji sampai patah kaki, namun Riji-nya... seakan mati rasa dan berdendang sendiri.

Hai, readers!Kalau buku ini mencapai 1k pembaca dan 100 vote, aku bakal ngasih pvt sebagai hadiah~ untuk shipnya, itu rahasia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai, readers!
Kalau buku ini mencapai 1k pembaca dan 100 vote, aku bakal ngasih pvt sebagai hadiah~ untuk shipnya, itu rahasia.

Dan juga kalian yang ingin request ship, bisa komen disini, ya. —ᐷ

★. Aku milihnya acak! Terimakasih atas votenya ♡.

Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang