Ini tentang perjalanan waktu. tentang bagaimana perjalananku menuju puncak tertinggi dari cinta yaitu ikhlas. Hingga melalui ikhlas itu, aku dipertemukan dengan seseorang yang mampu meluluhlantahkan komitmenku untuk tak mau lagi menjalin hubungan, hingga aku kembali percaya pada sebuah ikatan cinta.
Bayangkan bagaimana masa laluku, ku persilahkan masuk tapi hanya sampai di teras rumahku. Tapi lama kelamaan, rasa itu makin tumbuh hingga akhirnya kupersilahkan dia masuk ke ruang tamu, makin hari rasa itu kian bertambah, hingga kupersilahkan dia masuk ke ruang pribadiku, makan di meja makanku, mengganti dekorasi isi rumahku dengan lukisan dan vas bunga yang dia inginkan, bau rumahku jadi berbeda.
Tapi suatu hari saat dia pergi, dia tak pernah kembali. Dan yang tersisa hanya tinggal baunya saja. Dan aku sadar jika itu bukan lagi rumahku.
Sakit ? iya saat itu. Hingga seisi rumahku berantakan, banyak serpihan kenangan yang dia tinggalkan. Banyak retakkan hati yang berserakan. Saat itu aku berpikir tak bisa hidup tanpanya. Memohon sambil mengesampingkan harga diriku yang saat itu hanya mengingankannya kembali. Terdengar bodoh. Namun begitulah cinta yang membuatku buta akan bagaimana menjalani hidup tanpanya.
Kata orang mencintai sewajarnya saja. Tapi buatku itu bukan cinta. jika masih ada alasanmu mencintai seseorang, tentang sifat, karakter, dan lain sebagainya, itu bukan cinta. Tapi kalkulasi. Entah terbuat dari apa hati ini, aku hanya tak tahu bagaimana mencintai sewajarnya. Mungkin Tuhan cemburu melihatku lebih mencintai ciptanNYA dibanding DIA sang pencipta.
Aku hanya sering memohon maaf kepada Tuhan, jika inilah caraku untuk lebih mengenal dan mencintai apa yang DIA ciptakan. Mungkin dari rasa sakit yang berulang aku akan sadar bahwa tak ada cinta yang abadi selain cinta dari Tuhan.
Tapi aku belum di fase itu. Aku masih terlalu realistis untuk Tuhan yang bisa kucintai dari apa yang DIA ciptakan.
Saat itu aku terlanjur menjadikan masa laluku segalanya buatku. Hingga aku lupa jika bukan hanya aku satu-satunya yang dia miliki. Intinya kalian taulah. Tak ingin menjelekkan seseorang. Kemungkinannya hanya dua. Aku yang gagal membuatnya nyaman, atau dia yang tidak pernah bersyukur atas segala usahaku meskipun itu sederhana.
Saat itu semua terasa hampa, aku berjalan tak tentu arah. Kutinggalkan rumah yang berserakan itu untuk saat ini. Entah kembali menata atau tetap berkelana sembari melupakan luka yang membuatku lupa untuk apa aku hidup. Prinsipku : Teruslah berjalan, jatuh nanti bangkit lagi. Terluka yaa di obati. Tetaplah jatuh cinta. Percayalah semesta akan membawamu pada satu hati yang di takdirkan Tuhan.