✴️ 03. A BIT SECRET ✴️

77 64 4
                                    

Note : Plagiat? Jauh-jauh.

Jangan jadi silent readers!

Happy reading ~

ᯓ✦

"Hai, selamat pagi, Qorryn!" sapa Helena selepas memasuki ruang kelas dan menyimpan ransel di laci, ia duduk di kursi dengan posisi menyamping untuk memudahkannya memperhatikan Qorryn yang saat ini tengah menyesap coca cola sembari menggulir layar handphone. Senyum Helena tersungging manis hingga deretan gigi putihnya terpampang manis.

Sang empu sama sekali tidak memiliki minat untuk sekedar membuka suara membalas sapaan Helena. Melirik pun hanya sekilas.

"Kamu udah sarapan?" tanya Helena basa-basi.

Qorryn membuang nafas, kemudian mengangkat kepala hingga netra beningnya bersinggungan dengan netra kecoklatan Helena. Seperti biasa, tiada ekspresi berarti di wajah cantiknya.

"Belum." jawabnya lurus, lantas kembali menggulir Instagram sambil menyesap coca cola dalam kemasan kaleng.

Helena termenung sejenak. Sudah dua hari beradaptasi di Trapesium Class, tapi tidak ada tanda-tanda Qorryn mau menerimanya sebagai teman. Gadis itu sengaja menetapkan batasan yang tinggi kepadanya.

Bukan tanpa alasan Helena menjadikan Qorryn teman. Disaat pertama kali bertemu dan melakukan eye kontak dengan Qorryn, Helena bisa melihat tatapan kesedihan dalam sepasang retina itu. Ia ingin menjadikan Qorryn teman, supaya Qorryn tidak merasa sedih dan hampa. Sayangnya, usaha dia ini cukup sulit.

Helaan nafas berhembus melalui hidung mancung nan kecil Helena. Kendati ditolak berkali-kali oleh sang empu, Helena tidak menyerah.

"Kalo belum, makan dulu. Jangan langsung minum soda di pagi hari. Itu bahaya buat kesehatan kamu. Soalnya, minuman soda berisiko memperlambat pencernaan, aliran darah di lambung berkurang, dan merusak membran mukosa. Karena, minuman bersoda mengandung banyak gula, kalori, dan pemanis buatan. Kalo diminum terus setiap pagi, itu akan mengakibatkan penyakit seperti diabetes, obesitas, atau kanker."

Qorryn mendengus kasar sepanjang Helena berceloteh bagaikan memapar materi. Ia menyimpan handphone ke dalam saku almamater biru gelap, lantas berdiri dari kursi dan menggebrak meja. Sontak Helena tersentak kaget, kepalanya mendongak kearah Qorryn yang menjulang.

Tentu saja, bunyi gebrakan meja yang kuat dihasilkan oleh tangan lentik Qorryn mengundang atensi siswa berpengaruh yang baru saja memasuki ruang kelas dan duduk di bangku masing-masing. Tatapan serta beragam ekspresi mereka membuat Qorryn risih, tapi ia menyembunyikannya melalui wajah datar serta tatapan dingin mengarah pada Helena.

"Lo bukan siapa-siapa. So, jangan gangguin gue. Tanpa lo suruh, gue bisa ngatur hidup sendiri!" bentak Qorryn, nafasnya memburu naik-turun akibat emosi yang mendidih. "Satu lagi, jangan maksain gue buat jadi temen lo. Karena gue nggak minat temenan sama siapapun, terutama sama lo." lanjutnya, setiap kalimat yang terucap penuh penekanan. Kemudian, Qorryn melangkah pergi dari Trapesium Class, meninggalkan keheningan bersama ketujuh murid itu.

Selepas kepergian Qorryn dari kelas, Helena membenarkan duduknya seperti semula, yaitu mengarah ke depan. Setiap kata yang diucapkan Qorryn, berhasil menggores luka-luka kecil di hatinya. Matanya berkaca-kaca, merenungi segala perbuatannya yang memaksa.

Ketiga gadis yang tidak lain ialah Millie, Thalia, dan Farena menyaksikan dalam kebungkaman itupun saling melirik beserta senyum misterius tersungging di bibir masing-masing. Seolah berbicara lewat tatapan, mereka bertiga pun mengayunkan kaki menuju ambang pintu dan perlahan menghilang dari pandangan. Kini, ruang kelas tersisa ketiga lelaki dan satu gadis.

WHO'S THE REAL VILLAIN? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang