(4)

18 13 1
                                    

     Suara adzan subuh terlantun merdu yang dikumandangkan langsung oleh nasrul di masjid banin.(masjid* di lokasi santri laki-laki). Adzan nya bergema ke semua lokasi. Bahkan menara toa yang ada di lokasi banat pun nyaring sempurna. Suara adzan nasrul memiliki ciri khas yang berbeda dan paling merdu, Sehingga ia yang dinobatkan sebagai muadzin masjid di pondok.

Adzan hampir selesai. Para santri yang batal dari wudhu nya bergegas mengantri untuk wudhu.

"عد من واحد إلى عشرة، لا أحد متأخر جدا. ومن يتأخر!! سيعاقب!!"
("Hitungan satu sampai sepuluh, tidak ada yang terlambat!! Bagi siapa yang terlambat maka akan mendapat hukuman!!"). Ucap seorang senior kelas yang bertugas mengawasi santri-santri lainnya.

"Rara!!! Ayo!, kamu ngapain lagi sih? Itu udah dihitung sama kism aman!" Ucap seorang santriwati yang sedang menunggu teman nya di asrama.

"Al-quran ku hei, hilaang." Ucapnya sambil mencari dengan teliti.

"Sudah ayooo! Itu pasti ada di aula". Ucap rini menarik teman nya sambil berlari menuju aula tempat perkumpulan sholat para santriwati.

Para senior telah menghitung. Mereka yang mendengar, bergegas menuju aula agar tidak mendapat hukuman.
Hal itu dilakukan semata-mata hanya untuk menjadikan santri menjadi dispilin dan tidak membiasakan diri memperlambat suatu kegiatan.

Sholat subuh pun terlaksana. Seluruh lokasi pondok menjadi hening sebab saat sholat, imam masjid tidak mengunakan mic sebagai pengeras suara dalam sholat mereka.

Selama orang-orang melaksanakan sholat subuh, dapur pondok pun mulai bersiap² memasak untuk sarapan pagi. Para santriwati yang menstruasi dan berhalangan sholat di haruskan membantu memasak di dapur setelah mandi dan membersihkan diri.

Setiap meja ada dua orang santriwati yang mempunyai tugasnya masing-masing. Ada yang mengiris cabe,  mengiris bawang, membelah tomat, dan tugas lain nya.

"Yosi." Ujar fatimah yang sedang mengiris bawang bersama teman sebaya nya.

"Iya?." Sahut yosi fokus pada tugasnya.

"Satu tahun lagi kita lulus, kamu mau lanjut kemana?" Tanya fatimah.

"Mmm,, aku... tidak tau. Aku masih bingung." Ucap yosi mengerutkan alis.

"Kenapa bisa tidak tau? Aneh sekali kamu ini. Kita hidup di dunia ini pasti punya tujuan." Ucap fatimah tampak kesal pada teman nya. Dan seperti biasa, setiap ia berbicara dan menasehati, maka kedua tangan nya pun ikut bergerak terayun layaknya sedang berkhutbah.

Yosi yang melihat respon kesal hanya tertawa.

"Lah, malah tertawa?... yang jelas-jelas saja yosi, setelah lulus  kamu akan lanjut kemana? Soalnya saya juga tidak tau mau kemana, dan kalau kamu kuliah, saya ikut kamu." Ucap fatimah dengan tawa lirih.

"Wuu, katanya hidup di dunia harus punya tujuan, trus tujuan kamu ngikut-ngikut gitu?." Ucap yosi menjadi kesal

"Maybe." Ucap fatimah menyeringai dengan senyum yang manis.

"Kalau nanti udah lulus, aku sih gak lanjut kemana-mana. Mungkin aku akan menikah." Ucap yosi membuat teman nya terkejut.

"Menikah sama siapa yosi?!!." Ucap fatimah seakan paham bahwa teman nya sedang bercanda.

"Menikah sama nasrul!! Ahahaha!"
Ucap nya dengan semangat dan mengundang tawa fatimah yang lebih keras.

Orang-orang yang ada di dapur pondok memandang ke arah mereka sebab merasa terganggu dengan tawa tersebut.
Mereka pun sadar sedang di perhatikan oleh sekeliling, mereka menutup mulut rapat-rapat agar tidak tertawa terbahak-bahak.

"ish, fatimah. Kenapa tertawa sih? Kata-kata itu tulus dari dalam hati aku. Emang kenapa kalau aku mau menikah sama nasrul?" Ucap yosi memandang fatimah.

Fatimah mengusap air mata nya sebab irisan bawang yang sangat perih.

"Seorang Nasrul? Ahaha! Nasrul? Emang dia mau sama kamu?." Ucap fatimah menjatuhkan semangat yosi.

"Standart nasrul itu tinggi, sama kayak dia. Yakali dia mau sama kamu. Kamu aja dapet juara mentok di tiga. Kalau gak tiga, empat. Yakali nasrul mau sama kamu." Ucap fatimah sambil tertawa.

"Heee, yang namanya cinta itu gk memandang ranking!. Siapa tau nasrul diam-diam juga suka sama aku. Yakan?" Ucap yosi sangat percaya diri.

"Lanjutin dah tuh impian-impian belaka. Aku mau nganter ini ke sana." Ucap fatimah membawa wadah bawang yang sudah selesai di iris.

"Wuuu, bilang aja kamu iri kalo misal aku nikah sama nasrul." Ucap yosi meledek teman nya.

"Diih? Iri???". Sahut fatimah menoleh.

"Emang iya." Ucap fatimah dalam benaknya sambil melangkah pergi membawa wadah bawang.

•••

Pesantren tersebut adalah pesantren modern. Yang mana, mereka akan belajar satu kelas gabung antara laki-laki dan perempuan. Mereka berbeda lokasi hanya bagian asrama saja. Dikarenakan menjaga jarak agar mereka tidak terlalu banyak menghabiskan waktu memandang yang bening-bening sehingga melupakan hafalan.

Kegiatan apel pagi sedang dilaksanakan.
Mereka berbaris rapi. Banat dan banin berbaris terpisah sesuai kelas nya masing-masing. Sebelum memasuki kelas, mereka melantunkan asmaul-husna dan sholawat nariyah dengan nada yang syahdu dan tampak kompak.

Kegiatan belajar mengajar pun berlangsung. Mereka mulai membuka kitab masing-masing walaupun guru belum hadir. Membaca dan menghafal untuk mengisi waktu kosong.

Fatimah dan yosi duduk sebangku. Saat itu fatimah yang sedang murojaah hafalan sambil menutup mata, tak sengaja menjatuhkan pulpen nya. Nasrul yang duduk di sebelah langsung mengambilkan pulpen yang jatuh ke lantai.

"فاطمة سقط قلمك..."
"Fatimah, pulpen kamu terjatuh." Ucap nasrul langsung meletakkan di atas meja.

"Oh, makasih." Ucap fatimah membuka mata kanan nya melirik nasrul. Kemudian dengan sigap menutup nya kembali dan lanjut murojaah hafalan kitab. Ia bersikap cuek, namun hatinya berbunga-bunga. Setelah nasrul kembali fokus pada kitabnya, fatimah tersenyum lirih.

Yosi yang melihat itu langsung berbisik ke telinga fatimah.
"Jangan baper ya. Itu suami ku." Ucap yosi mengerutkan alisnya

Fatimah tidak merespon apapun sebab guru sudah datang dan mengucap salam. Para santri pun bergegas berdiri dan menyambut kedatangan guru dengan salam yang kompak.

Seikat Mawar Dan Air MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang