Setelah merendahkan ego, nasrul dan sahabatnya keluar dari rumah dan duduk di teras.
Kemudian mempersilahkan gadis tersebut masuk dan istirahat di sofa. Dalam hitungan menit, ia tertidur pulas karena kelelahan. Ia membawa satu koper yang mungkin berisikan pakaian nya. Nasrul memperhatikan keadaan kemudian berinisiatif menelfon buya menggunakan telepon genggam dan membawa nya keluar agar tidak mengganggu gadis tersebut yang sedang tidur."Assalamu'alaikum buya.." ucap nasrul ditemani sahabatnya yang ikut mendengarkan.
"Wa'alaikumusslam. Ada apa, nak?." Sahut buya yang sedang duduk di balkon hotel bersama ustadz deni.
"Begini buya. Ada satu perempuan datang ke rumah dan dia sedang berada di ruang tamu. Kami persilahkan dia istirahat, karna keadaan dia juga keliatan nya sangat lelah, buya. Tapi dia bukan dari banat atau pun dari warga pondok. Kami pun tidak mengenalnya. Kami tidak sempat menanyakan nama, dia judes sekali, buya." Ucap nasrul sedikit membisik ke arah telepon.
Mendengar itu buya tertawa dengan rasa penasaran.
"Dimana dia sekarang? Buya ingin bicara dengan nya." Ucap buya.
"Bangunin, wil." Ucap ryan menyenggol lengan nya.
"Aah, nggak-nggak. Nggak mau ah, cantik sih... tapi judes. Aku takut." Ucap wildan berbisik lirih.
Melihat sahabatnya udur-uduran, nasrul pun bangkit dan berdiri di tengah pintu. Menjaga jarak tiga langkah dari gadis tersebut.
"Mbak...haloo.. mbak buya ingin bicara sama kamu." Ucap nasrul. Tapi tidak ada respon. Bahkan terdengar dengkuran yang keras.
Mereka bertiga saling menatap kebingungan. Karena tidak mungkin menyentuh wanita itu karena bukan mahrom.
Dengan langkah semangat, wildan berjalan mendekati nasrul.
"Aku ada ide." Ucapnya sangat percaya diri.
"Apa?." Tanya nasrul mengangkat alis.
"Tikuss!!!! Ada tikuuus!!! Aaaaa! Aaaa!!!!! Tikuuuusss!!!!! Gede banget tikusnya!!!!! Aaaaaaa!!!!" Ucap wildan berbohong demi sebuah ide yang cemerlang.
Mendengar itu, gadis tersebut sontak terbangun dari tidurnya.
"Mana?! Mana???... mana!!" Ucap gadis tersebut sehingga ia berdiri di atas sofa.
Melihat reaksi tersebut, wildan tertawa lirih.— "wil... udah ah. Kasian." Ucap nasrul menatap sahabatnya.
Buya yang mendengar suara dari handpone nya, hanya bisa menggelengkan kepala mendengar keusilan wildan.
"Ini, buya ingin berbicara kepadamu." Ucap nasrul menyodorkan telepon genggam.
Dengan sigap ia menerima telepon. Nasrul pun kembali duduk bersama ryan. Wildan yang berusaha menguping, tiba-tiba ditarik paksa oleh nasrul agar tidak terlalu ingin tau urusan orang lain.
Dengan wajah penasaran, wildan menunggu di teras bersama sahabatnya. Gadis tersebut berbicara dengan serius kepada buya. Sesekali mereka mendengar suara isak tangis dengan samar-samar.
"Kakek, sarah kabur dari rumah." Ucap sarah menangis dan mengadu pada kakeknya, alias buya.
•••
"Kira-kira, dia siapa ya, nas?." Tanya ryan.
"Cucu buya mungkin." Ucap nasrul melipat tangan nya di meja.
"Aaah, masa cucu buya penampilan nya kyk gitu sih? Gk mungkin lah." Ucap wildan tak percaya.
"Kita gk boleh menjengkali seseorang dari penampilan nya. Dosa..." ucap nasrul.
"Ingat sahabat rasullullah?, yaitu umar bin khattab... jauh sebelum beliau mengenal islam, beliau adalah preman di jaman nya. Umar bin khattab peminum berat, senang berkelahi, menentang siapa pun yang berbeda pendapat dengan nya, dia bahkan memusuhi rasulullah. Beliau juga memiliki sifat tempramen, keras, arogan, dan mudah emosi. Tapi Setelah beliau masuk islam dan mengenal apa arti islam, beliau berubah menjadi manusia yang taat. Bahkan makam nya berada di sebelah kiri makam rasulullah di masjid nabawi, madinah. Bahkan umar bin khattab memiliki gelar amirul mukminin yang artinya pemimpin orang-orang beriman. Jadi,,, kita tidak boleh menjengkali hidup seseorang bahkan sampai seseorang itu mati." Ucap nasrul memberi nasihat kepada sahabatnya.
"Jadi, mau dia berpakaian se gak pantas apapun, dia gk nutup aurat, dia judes atau pun apa,,, jangan hujat dia. Cukup doa kan saja semoga allah kasih dia hidayah." Ucap nya lagi sambil tersenyum.
Mendengar itu, wildan dan ryan hanya mengangguk dengan wajah tersenyum setelah mendapat siraman qolbu dari sahabatnya.
•••
Gadis tersebut melangkah ke arah mereka lalu berhenti sejenak. Suasana hening karena canggung.
"Telepon nya aku letak di meja. Mmm, mungkin kalian bertanya-tanya aku siapa.. aku sarah. Cucu buya." Ucap sarah menghela nafas panjang.
"Aku boleh nanya sesuatu gak?" Ucap nasrul.
"Boleh, kenapa?". Sahut sarah.
"Setau saya, buya cuma punya satu anak laki-laki. Kenapa kalian tidak tinggal di lingkungan pesantren saja?... bahkan di dekat masjid, ada tanah kosong milik buya, disana kalian bisa membangun rumah. Buya sudah tua renta, bahkan keadaan nya sudah sangat memprihatinkan. Kalian tidak ada niat untuk pindah? E... maaf, bukan nya saya mau ikut campur. Aku hanya khawatir pada buya. Karena, kami pun satu tahun lagi akan lulus dan pergi. Tidak ada jaminan bahwa santri lain bisa rutin merawat buya seperti yang kami lakukan." Ucap nasrul.
Mendengar perkataan itu, sahabatnya hanya mengangguk dan setuju.
"Papa ku bekerja di sebuah perusahaan. Mungkin dia tidak bisa pergi karena tuntutan kerja." Ucap sarah yang masih berdiri.
"Ooh, begitu..." ucap nasrul yang mulai memahami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seikat Mawar Dan Air Mata
Teen Fictionkisah ini menceritakan tentang seorang wanita dari kalangan keluarga kaya. ia cucu dari pemimpin pondok pesantren. ia menyukai salah seorang santri di pondok tersebut. bahkan bertahun tahun lamanya ia menyimpan perasaan tersebut hingga akhir dari ki...